logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Istri Cantik tapi Ketinggalan Zaman

Haruskah kubangunkan Yasmin? Menanyakan padanya saat ini juga apa maksudnya sudah mengemas pakaian dalam tas ini?
Wajah teduhnya begitu tenang dalam lelap, tangan kirinya memeluk Nuna sedang tangan satunya terlentang di atas kepala putri kami itu. Sebuah tasbih kecil masih tersangkut di ujung jari telunjuk tangan kanannya, sepertinya dia tertidur sambil berdzikir.
Memandang wajah teduh istriku itu memang kuakui menghadirkan rasa tentram dalam jiwaku. Kami sebenarnya baik-baik saja dalam membina rumah tangga selama ini, aku menyayangi Yasmin dan bahagia dengan semua sikap dan pribadinya. Hanya cara berpakaian dan sudut pandang nilai keagamaannya saja yang masih sering berbeda denganku.
Biasanya aku akan beradu pendapat dengan Yasmin saat cara pandang kami berbeda tentang satu hal. Lalu aku akan diam mengiyakan saja apa katanya asalkan dia tak tersinggung, meski hatiku kadang masih mengingkari pendapatnya.
Pesona dirinya begitu kuat mengikatku, entah dari sisi mana hatiku bisa terpaku sangat menyayanginya meski kadang merasa tak didengar dan dituruti.
Tanganku tergerak mengusap pipinya tanpa bisa kutahan, jariku menyentuh lembut bibir lembutnya. Andai dia sedikit saja mau merubah cara berhiasnya, aku akan sangat bangga jika dunia bisa melihat istriku seorang nan jelita.
Cepat kutarik tanganku saat Yasmin menggeliat menggerakkan kepalanya. Harga diriku tak boleh jatuh, aku tak ingin dia tahu aku membelainya dengan sayang tadi. Bukankah aku sedang kesal padanya?
"Mas? Malam sekali baru pulang!" Yasmin mengerjapkan mata sambil menatapku menahan kantuk.
"Sesukaku mau pulang jam berapa. Apa pedulimu? Kamu tak pernah mau memahami urusanku!" Aku melontarkan sederet hujatan yang terlontar begitu saja, sedetik kemudian rasa sesal menelusup tapi coba kuingkari saja, biar dia tahu jika aku sedang kesal.
"Sudah larut malam, Mas butuh istirahat. Kita bahas esok saja bagaimana?"
Yasmin turun dari tempat tidur, perlahan diangkatnya Nuna untuk dipindahkan ke boks ranjang kecil di sudut kamar.
"Mas sudah salat isya?" Seperti biasa, dia akan menanyakan hal ini setiap aku pulang malam.
Aku hanya diam.
Entah malaikat pelindung dari mana yang diturunkan untuk menaungi istriku itu. Meskipun amarahku membuncah meletup ingin memarahinya, namun semua terendap di tenggorokan, begitu susah untuk berkata kasar padanya.
Yasmin menghampiriku setelah memastikan Nuna masih lelap tertidur di ranjang boksnya.
"Mas membutuhkan sesuatu sebelum tidur? Kusiapkan air hangat untuk mandi?" tanyanya begitu tenang.
Aku menggeleng. Mataku tertuju pada pakaian tidur yang sudah disiapkan Yasmin di atas meja kecil di samping tempat tidur. Kuabaikan pakaian itu, aku akan mengurus diriku sendiri. Langkah kaki kuayunkan menuju lemari lalu mengambil pakaian semauku.
Kulihat dari ekor mataku Yasmin tersenyum sambil mengambil kembali pakaian di atas meja, menghampiri lemari lalu kembali memasukkan pakaian yang di tangannya. Aku bergeser cepat dari sampingnya, meninggalkannya ke kamar mandi tanpa kata.
"Mas, handuknya ketinggalan!" kata Yasmin sambil mengetuk pintu sesaat setelah aku masuk kamar mandi.
Kubiarkan saja hingga suara Yasmin tak terdengar lagi. Tak pakai handuk pun tak apa, pikirku kesal.
Biasanya Yasmin yang mengatur pemanas air untuk mandi, berulang kali kuputar belum juga kudapatkan rasa hangat air yang pas. Sudahlah pakai air dingin saja, aku bertambah kesal merasa betapa bergantungnya aku pada Yasmin selama ini.
Badanku langsung menggigil begitu air dingin menyapu seluruh tubuhku. Bergegas kuselesaikan membasuh diri, ingin cepat mengeringkan badan agar tak lagi kedinginan. Sial! Handuknya?
Terpaksa cepat kubuka pintu untuk mengambil handuk sebelum bertambah menggigil. Tubuh Yasmin yang ternyata masih bersandar di pintu seketika roboh menimpaku begitu pintu kutarik. Aku sigap menangkap, lalu memeluknya erat.
Hangat tubuh Yasmin menumbuhkan hasrat yang tak bisa kutahan. Rasa kesalku entah menguap kemana. Sesaat Yasmin tertegun, namun akhirnya dia memberiku kehangatan dengan kelembutannya.
***
Aku terbangun dengan badan yang lebih segar, tak kudapati lagi Yasmin di pembaringan. Putri kecilku juga sudah tak ada lagi di ranjang boksnya. Kulirik jam dinding, sudah hampir pukul lima pagi. Aku harus cepat bersuci agar tak terlambat menunaikan salat subuh.
Sembari mandi kembali terbayang kemesraanku dengan Yasmin tadi malam. Dia memang istri yang baik. Tak mudah terbawa amarahku atau pun membalas ucapan kasarku. Dia juga tetap melayani dengan baik meski hatinya juga pasti begitu marah padaku.
Aneh memang! Kami saling mencintai tapi juga masih sering berdebat dan mengedepankan keinginan masing-masing. Harusnya aku malu karena tak bisa membendung hasratku saat aku sedang ingin menunjukkan amarahku. Tapi keyakinanku bahwa Yasmin tak mungkin merendahkanku membuat aku percaya dia tak akan menolakku dan mengejek kelemahanku itu.
Seharusnya aku merasa beruntung mempunyai istri seperti Yasmin. Seharusnya!
Sayang masih saja ada ganjalan dalam hubunganku dan istriku, siapa sebenarnya yang salah? Yasmin yang terlalu kolot dengan pemikirannya, ataukah aku yang tak bisa mendidiknya mengikuti keinginanku?
Seusai mandi dan salat subuh, aku baru menyadari jika tas pakaian di samping tempat tidur sudah tak ada. Jantungku berdetak kencang, apakah Yasmin sudah pergi dari rumah? Cepat keluar dari kamar mandi, aku memanggil istriku setengah berteriak.
"Yasmiiin!" Suaraku menggema di keheningan pagi.
Aku terdiam, merasa malu tapi lega saat kudapati istriku sedang duduk menyuapi Nuna. Sepagi ini putriku sudah sarapan? Biasanya setelah aku berangkat kerja nanti Nuna baru makan pagi. Gadis kecil dua tahunan itu biasanya belum mau makan jika belum mandi. Apa Nuna juga sudah mandi? Seakan dia akan pergi ... aku segera menepis dugaanku.
"Maaf, Mas. Kami sarapan duluan. Aku berencana--"
"Tunggu! Kamu mau pergi dari rumah?" Kuedarkan pandangan mencari tas pakaian Yasmin.
Yasmin mengangguk.
"Kemana?"
"Ke rumah ibu."
"Kenapa? Kamu kangen dengan ibumu?" Aku tak berani menuduhnya sedang marah padaku.
"Kurasa Mas sudah tahu penyebabnya." Yasmin berkata singkat.
"Apa karena kejadian di kantor kemarin?" tanyaku tercekat.
Yasmin mengangguk, namun sesaat kemudian dia menggeleng.
"Tidak juga, kejadian kemarin memang membuatku sedih. Tapi lebih dari itu, aku akan pergi demi kebaikan Mas."
"Maksudmu, Mas lebih baik tanpa kamu di sini?"
"Aku ingin memberi Mas waktu untuk merenungkan kembali apakah aku masih tepat menjadi teman hidup untuk terus mendampingi Mas."
"Tapi untuk apa kamu pergi? Kamu tinggal menjelaskan padaku sebuah alasan kenapa tetap mengabaikan keinginanku." Aku membelai lembut kepala Nuna, gadis lucu ini tak boleh dibawanya pergi, aku akan sangat kesepian tanpanya.
Yasmin menggeleng, suapan terakhir Nuna semakin membuatku cemas, mereka akan segera pergi!
"Maaf, Mas. Aku juga butuh ruang untuk mengoreksi diri. Tak akan bisa kulakukan jika aku tetap di sini."
"Baiklah. Pergi saja!" Harga diriku sebagai seorang suami dan lelaki mapan seketika mengemuka. Aku tak peduli lagi jika Yasmin benar-benar ingin pergi.
"Aku harap Mas bisa memahami maksudku, semua pakaian kerja sudah kususun rapi untuk seminggu. Aku pamit, Mas."
Yasmin meraih tanganku lalu mengecupnya takzim. Aku menatapnya sendu, haruskah dengan cara pergi untuk bisa saling memahami? Ah, aku tak mau ambil pusing. Pekerjaan di kantor sudah banyak membebaniku, aku juga harus segera bersiap ke kantor.
Bunyi klakson mobil nyaring menggema dari luar pagar rumah. Yasmin sudah memesan travel? Artinya dia sudah berniat pergi meskipun belum meminta ijin padaku. Istri shalihah macam apa jika seperti itu?
Aku tak peduli! Aku tak peduli! Alasan Yasmin tetap berpakaian ala dirinya tak lagi penting untuk kuketahui. Biarlah dia pergi! Tapi harus berpisah dengan Nuna? Ah ... Aku benar-benar terbawa dalam suasana hati yang kacau menyaksikan Yasmin dan Nuna berjalan pelan menuju pintu rumah.
Dengan senang hati menerima masukan untuk isi cerita, kita bisa belajar bersama tentang menjalani pernikahan. Tinggalkan komentar dan jejak, yuk ....

Komento sa Aklat (128)

  • avatar
    123Mawan

    Bang. toapin. aku. bang

    3d

      0
  • avatar
    NurleliNunik

    keren menghayati banget

    6d

      0
  • avatar
    canwil

    yes

    17/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata