logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Menikahi Musuh

Menikahi Musuh

Taurus Di


Pernikahan

"Tersenyumlah, Rose." Bisikan pria di sampingnya membuat Rose seketika merasa mual.
Rose melirik penuh kebencian dari balik kerudung pengantin, ke arah pria gagah yang menjulang tinggi dengan setelan jas berwarna putih. Wajah tampan Robert yang memiliki rahang kokoh dan mata sebiru lautan, tak membuat wanita itu tertarik.
"Robert Miller!"
Raut wajah gadis itu sangat tegang dengan kedua tangannya yang dihiasi sarung putih berenda, saling meremas kuat. Ingin sekali dia berlari dari atas pelaminan ini, meninggalkan dokter bejat tersebut dan membuatnya malu di depan puluhan kamera wartawan yang menyorot. Pasti rasanya akan menyenangkan jika bisa menjatuhkan nama baik seorang Robert Miller.
Namun, kaki Rose tetap terpaku berdiri tegak di samping dokter ternama, yang sebentar lagi akan menjadi suami sahnya. Hal yang tak pernah sedikitpun terlintas dalam angannya, terikat seumur hidup dengan lelaki yang sudah menelantarkan adiknya.
"Jangan berani berbuat macam-macam, Rose!" Bisikan penuh ancaman itu kembali terdengar.
Rose menjadi lemas, masih jelas apa akibat yang akan ditanggungnya jika lari dari pernikahan ini. Kehilangan Kenzie, anak yang dilahirkan adiknya dan ayahnya yang akan di deportasi. Tubuh wanita itu menggigil tak sanggup membayangkan jika hal tersebut terjadi.
Jika saja dia tidak membalas dendam dengan memisahkan Robert dan Rosa, calon pengantin asli. Maka, tak mungkin saat ini Rose harus menanggung akibat dengan menjadi pengantin pengganti. Nasi sudah menjadi bubur, wanita itu tak bisa membayangkan bagaimana hidup dengan menyandang nama keluarga pria yang dibencinya.
"Sekarang aku umumkan kalian adalah suami dan istri yang sah. Robert Miller kau boleh mencium istrimu Rose Gonzalez Miller."
Tubuh Rose gemetaran mendengar kalimat yang diucapkan oleh Pastor tersebut. Rahang di wajah Rose mengeras ketika Robert membuka kerudungnya dan tersenyum lembut bagaikan malaikat.
Rose merasakan sakit di bibirnya akibat gigitan Robert. Bukan ciuman mesra yang dia dapatkan melainkan perih di bibirnya yang terluka. Gadis itu menatap Robert tajam dengan mata berkabut, seakan hendak menerkam habis pria tersebut.
"Tersenyumlah Rose, kau sekarang seorang Miller."
Rose mengerjapkan matanya dan tanpa sadar butiran kristal yang mengenang sejak tadi, menetes di pipi mulusnya. Gadis itu tak kuasa menahan emosi dan kebencian yang sudah pecah dalam dirinya.
"Wah, lihatlah! Pengganti wanita terharu." Ucapan penuh rasa haru dan kagum dari para undangan, membuat Rose semakin terisak karena kesal.
'Aku tidak terharu! Tapi aku benci dengan semua ini. Tidakkah kalian tahu ini adalah tangisan amarahku!' teriak Rose dalam batinnya.
"Rose …." Robert menyentuh wajah oval Rose dengan lembut, dia mengusap perlahan tetesan air mata yang membasahi wajah cantik itu.
Tatapan dingin wanita dengan manik mata berwarna coklat itu seakan hendak menusuk dirinya, tetapi Robert membalasnya dengan sorot mata penuh cinta. Bukan hal yang susah bagi Robert untuk sekedar berakting romans, karena sejatinya itu adalah bakat alami yang dimiliki dokter selebriti itu.
Robert menundukkan wajahnya dan tanpa peringatan melumat bibir Rose penuh kelembutan. Pria itu sengaja memberikan tontonan mengesankan yang akan membuat setiap tamu terpukau. Bisa dia rasakan tangan Rose mencengkram bahunya dengan keras, tetapi Robert tidak bergeming untuk tetap melumat bibir manis Rose lebih lama.
"Tidak kusangka bibirmu ternyata sangat nikmat," bisik Robert saat melepaskan pagutan diantara mereka.
"Kau serigala berbulu domba!" desis Rose penuh kebencian.

Rose ingin berlalu saat upacara pemberkatan telah selesai. Air mata yang membanjiri wajahnya, membuat pandangan gadis itu kabur. Dia ingin berlari menjauhi keramaian dan puluhan sinar kamera wartawan, tetapi tangan Robert mengapit lengannya semakin kencang.
"Ah, Sayang, kau terlihat begitu bahagia." Robert menarik Rose ke dalam pelukannya.
Dia mengambil selembar sapu tangan dari saku jasanya dan mengusap air mata di wajah Rose perlahan. Sikap lembut pria itu membuat Rose gemetaran, sementara bagi orang lain terlihat begitu romantis.
Kemesraan yang ditunjukkan oleh Robert dan bagaimana cara pria itu memandang Rose, menjadi tajuk utama percakapan malam itu. Semua yakin, jika Robert ternyata lebih mencintai Rose daripada Rosa.
"Cium pengantin Anda, Dokter Robert!" Teriakan dari salah satu rekan kerja Robert membuat pria itu tersenyum lebar.
"Jangan, hentikan," bisik Rose bergetar.
Dia tidak ingin bibir lelaki itu kembali menempel di bibirnya. Rose takut rasa hangat yang disalurkan akan menepis kebencian yang dia pupuk selama ini. Rose terus menerus menggumamkan dalam hatinya, jika Robert adalah sosok antagonis, musuh yang harus dia hukum seumur hidup.
"Kenapa, Rose, apa kau takut aku akan membuat dirimu jatuh cinta?" Bisikan lembut Robert di telinganya membuat bulu kuduk Rose berdiri.
Pria itu kembali tanpa permisi menempelkan bibirnya lembut di bibir Rose. Dia mengusap dengan penuh kelembutan, seraya menahan punggung Rose. Robert mengabaikan rasa sakit akibat cengkraman tangan Rose di bahunya.
"Wah, Kalian sungguh saling mencintai." Ucapan itu membuat telinga Rose memerah.
"Pengantin wanita sungguh beruntung dicintai oleh Dokter seperti Robert," ucap undangan lainnya.
"Tidak ada cinta di pernikahan ini. Dia menikahiku hanya karena ingin menghukum diriku. Kenapa Robert tak juga berhenti melakukan akting ini?" batin Rose berteriak penuh kesedihan menyangkal semua praduga yang dikatakan oleh para undangan.
"Kau menikmatinya, Sayang," liring suara Robert saat memutuskan tautan bibir mereka, membuat Rose muak.
"Hentikan! Jangan pernah melakukannya lagi." Rose berbisik dengan nada geram.
Robert tertawa kecil sambil mengusap mulut Rose. Dia kemudian berbalik menyuguhkan wajah rupawannya agar kamera wartawan bisa mengabadikan dengan lebih jelas.
"Tersenyumlah, Rose, jika tidak mungkin aku akan bertindak lebih dari sekedar ciuman." Robert berbisik sambil membelai wajah Rose. "Maafkan pengantinku, dia hanya terlalu malu di keramaian seperti ini."
Ucapan Robert membuat semua wartawan dan undangan tertawa lepas. Riuh rendah orang menggoda Rose yang mereka pikir masih bersikap malu-malu.
Sedetik kemudian Rose menampilkan wajah cantiknya. Senyum di wajah wanita itu bahkan sanggup membuat Robert terperangah. Dia menatap Rose dengan pandangan penuh kekaguman. Cinta yang ditampilkan Robert menjadi momen indah yang diabadikan.
Beberapa saat kemudian Rose berhasil melepaskan diri dari acara tersebut. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan berusaha mencari keberadaan Romeo dan juga Ryan adiknya. Rose ingin membawa mereka dan Kenzie untuk segera kabur.
"Di mana Daddy dan Ryan." Masih dengan memeluk Kenzie, Rose terus berjalan gelisah.
"Mau ke mana kau?" Robert yang sebelumnya sibuk dengan beberapa sahabatnya yang mengucapkan selamat, tiba-tiba sudah berdiri di hadapan Rose.
"Aku sudah menuruti ancamanmu, sekarang biarkan aku pergi dari sini." Sungguh, Rose merasa tidak nyaman di pesta yang sesungguhnya bukan ditujukan untuk dirinya.
"Kenzie, seperti dengan perjanjian kita, malam ini Kenzie akan tinggal bersama dengan Aunt Jasmine, ya?" Robert mengambil alih Kenzie dari gendongan Rose.
"Jangan ... jangan bawa pergi dia," pinta Rose memelas.
Robert mengacuhkan ucapan wanita itu. dia menggandeng tangan Rose dengan tangan kirinya. Setelah memberikan Kenzie pada Jasmine, Robert menarik Rose menjauhi keramaian menuju ke lantai atas, di mana kamar pengantin telah disiapkan.
"Mau apa kau?" Rose menahan diri untuk tidak memasuki kamar itu.
"Dia tidak mungkin akan melakukan hal itu padaku, bukan?" pikir Rose. Gadis itu merasa ngeri jika harus melewati malam pengantin bersama Robert.
"Apakah kau menginginkannya?" Robert menatap Rose dengan pandangan lembut yang begitu menusuk.
"Kau menjijikan!"
"Rose … Rose …." Robert tertawa.
Dia memaksa wanita itu untuk masuk ke dalam kamar. Robert kemudian meninggalkan Rose sendiri dan mengunci kamar pengantin tersebut, meninggalkan Rose sendiri di dalam kamar yang dipenuhi dengan kelopak bunga mawar itu.
"Robert, buka pintu!" Rose menggedor pintu dan menyadari lelaki itu tidak akan menuruti kemauannya.
Wanita itu duduk dengan lemah di atas tempat tidur. Dia sudah memeriksa seluruh ruangan kamar tersebut dan menyadari tidak ada jalan keluar lain, selain pintu yang telah di kunci oleh Robert.
Gadis itu tersedu pilu, meratapi nasibnya yang harus menikahi pria yang telah menelantarkan adik dan keponakannya. Rose tidak dapat menerima kenyataan jika sebelum meninggal, Ruby masih berharap agar lelaki itu kembali padanya.
"Andaikan saja aku tidak memprovokasi Robert dan pergi meninggalkan kota ini bersama Kenzie dan Daddy, maka semua ini tidak mungkin akan terjadi," ratap Rose mengenang kejadian beberapa bulan lalu sebelum pernikahan terjadi.

Komento sa Aklat (64)

  • avatar
    Tiyan supriyadiTiyansupriyadi

    saya suka membaca buku ini

    2d

      0
  • avatar
    Ulil Azmi

    cerita bagus

    9d

      0
  • avatar
    Ningrumpuspita

    bagus ceritanya

    28d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata