logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Kesal

"Iya, Anisa. Uang segitu, tidak ada apa-apanya buat kamu, bukan? Lagian juga, buat penampilan calon suami kamu, biar lebih pede ketemu sama Papamu." Ratna memberi alasan, kalau uang yang ia minta untuk memperbaiki penampilannya Bagas.
"Iya Ratna, tapi untuk apa saja uang dua puluh juta itu?" Aku bertanya kembali kepada Ratna, tentang fungsi uang dua puluh juta tersebut.
"Gini ya, Anisa. Bagas itu, tidak punya pakaian dan sepatu yang bagus untuk menunjang penampilannya. Dia juga harus pergi ke salon, supaya kelihatan lebih tampan dan terawat. Jangan sampai, Papa kamu melihat Bagas hanya dengan sebelah mata. Walaupun Bagas orang sederhana, kalau penampilannya berkelas, bukannya akan kelihatan berkelas juga nantinya? Kamu juga tidak akan malu, saat membawa Bagas ke acara besar keluargamu." Ratna membeberkan pengeluaran yang harus dikeluarkan.
"Sebenarnya, uang segitu belum lah cukup, Nis. Bagas itu, handphonenya saja masih jadul, apa kamu tidak malu, jika nanti jalan bareng sama Bagas yang memakai handphone jadul?" Ratna berkata lagi, jika uang yang tadi ia minta tidak cukup untuk membeli handphone buat Bagas.
"Terus, kamu butuhnya berapa untuk mencukupi semuanya?" tanyaku.
"Kamu tambahin aja sepuluh juta, kalau ada lebih, nanti aku juga kembaliin sama kamu." Ratna meminta uang, dengan entengnya.
Seperti biasanya, jika dia membutuhkan sesuatu yang dia sendiri tidak mampu. Pasti Ratna akan datang kepadaku dan Papa, ia meminta aku atau Papa untuk membantunya. Aku dan Papa pun, pasti akan memberikannya selagi kami mampu.
"Baiklah, Ratna, aku akan memberikan uangnya sama kamu. Kamu harus bikin penampilan Bagas, supaya lebih baik." Aku menyetujui, usulan dari Ratna untuk memberikan modal kepada Bagas, supaya berpenampilan lebih menarik.
"Nah gitu dong, Nis. Kamu jangan tanggung-tanggung, kalau demi calon suamimu." Ratna berkata sambil memelukku, erat.
"Rat, kok kamu seneng banget sih, saat aku bilang mau ngasih uangnya? Ini kan uang buat Bagas, bukan buat kamu!" Aku bertanya kepada Ratna, kenapa ia bisa sesenang itu.
"Iya dong Nis, aku seneng. Soalnya kamu sudah tidak jomblo lagi, selamat ya sahabatku," ujar Ratna.
"Oh ... begitu, terima kasih ya, Rat. Kamu emang teman terbaikku," timpalku. Aku pun membalas pelukan Ratna.
"Nis, mana uangnya? Aku mau segera pulang, dan mengabari Bagas. Pasti dia seneng banget, saat mendengar kamu menerima cintanya." Ratna meminta uang untuk merubah penampilan Bagas. Ia pun melerai pelukan kami.
"Oh iya, Ratna, sebentar ya." Aku berdiri mengambil dompet, dari tas yang tadi siang aku pakai.
"Ini Rat, pakai aja kartu debit. Aku gak ada uang kes, sebanyak itu di rumah. Saldonya kalau gak salah, masih lima puluh jutaan. Masih ada lebih, dari yang kamu minta." Aku menyerahkan, kartu seburuk kepada Ratna.
"Kenapa kamu gak pakai, kartu kredit aja Nis? Kalau pakai debut, nanti uang tabunganmu habis." Ratna bertanya, kenapa aku tidak memberinya kartu kredit, malah kartu debit.
"Kalau kartu kredit, aku kasih buat memake over Bagas. Papa pasti tahu karena dia yang ngebayarinnya, nanti aku yang kena omelannya. Tetapi kalau debit, itu kan tabungan pribadiku. Papa tidak akan tahu," ungkapku.
"Oh begitu, ya sudah gak apa debit juga. Nomer PIN nya berapa, Nis?" tanya Ratna, sambil mengambil kartu ATM dari tanganku.
"PIN, adalah tanggal kelahiranku, Ratna. Kamu ingat kan, Rat? Apa gak sebaiknya, kamu makan dulu aja disini. Temenin aku, mau ya, Rat?" pintaku, sambil menyerahkan kartu ATM tersebut.
"Lain kali aja, ya Nis. Aku hari ini udah janji sama keluargaku, mau makan bersama. Nanti kalau aku makan dulu di sini, pulang-pulang tidak makan karena udah kenyang duluan." Ratna memberikan alasan, buat penolakannya saat di ajak aku makan.
"Ok, deh, Rat. Kamu hari-hati di jalan ya," ucapku.
"Aku ngiri sama kamu, Ratna. Kamu punya keluarga yang lengkap, semuanya selalu kompak." Aku berkata, sambil berjalan keluar, mengantarkan Ratna untuk pulang.
"Iya Nis, keluargaku memang masih komplit dan selalu kompak. Tetapi keluargaku, tidak sekaya Papamu. Justru aku yang ngiri, sama kamu, Nis. Kamu bergelimang harta, apapun yang kamu mau bisa tercapai, dengan uangmu." ungkap Ratna, ternyata Ratna malah ngiri sama kehidupanku karena menurutnya akan bahagia, jika memiliki harta benda.
"Hidup hanya bisa saling sangka aja, Rat. Orang kira kita bahagia, padahal belum tentu kita bahagia, begitu pun sebaliknya."
"Iya, betul, Nis. Ya sudah, aku pulang dulu ya, assalamualaikum." Ratna pamit kepadaku, tidak lupa mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam," jawabku, sambil melambaikan tangan.
Setelah Ratna hilang dari pandangan, aku pun kembali ke dalam rumah. Aku mau makan karena perut sudah berbunyi, minta diisi dari tadi.
Semoga saja Ratna amanah, dia tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan.
*****
Setelah salat Isya, aku tidak keluar kamar lagi Aku menonton televisi di kamar, sambil menunggu mata ngantuk. Saat sedang menonton film Andin, suara handphone berbunyi.
Aku segera mengambil, benda pipih yang berlogo apel digigit tersebut. Benda pipih itu tergeletak, di meja depan sofa yang sedang aku duduki.
Akupun segera membuka kunci layar, untuk melihat siapa yang menghubungiku. Rupanya notifikasi tadi, chat satin nomer yang tidak aku kenal. Aku penasaran siapa orang ini, lalu segera aku baca chat tersebut.
[Assalamualaikum, Anisa. Mungkin kamu heran, ada nomer baru ngirim chat sama kamu. Ini nomerku, Nis, Mas Bagas. Aku, mau bilang terima kasih, sama kamu. Ternyata, kamu mau menerima cinta Mas. Walaupun kamu tahu, kalau Mas bukan orang berada. Mas hanya karyawan biasa, di perusahaan Papa kamu. Kamu juga malah memberi modal, supaya penampilan Mas lebih baik. Terima kasih, ya Nis, Mas udah beda nih sekarang. Mas pede jika harus ketemu sama Papamu, kapanpun. I love you, Anisa.] chat dari Mas Bagas membuat hatiku berbunga, seperti ada kupu-kupu yang sedang menari di hati ini.
[Iya, Mas, I love you to. Emangnya Ratna, telah mengajak Mas untuk merubah penampilan, ya?" Aku segera memberi, balasan chat kepada Mas Bagas.
[Iya Anisa, tadi sore setelah makan bersama keluarganya, Ratna memaksa Mas untuk ikut dengannya. Mas diajak kesana-kemari, ia bilang ini hadiah dari kamu. Terima kasih sayang, kamu telah begitu peduli sama Mas, padahal kita baru berkenalan.] chat dari Mas Bagas pun, segera aku baca.
[Iya, Mas, sama-sama. Selama Anisa mampu, Anisa akan melakukannya.]
[Iya, sayang. Udah dulu ya, sayang. Mas mau makan malam dulu, laper nih! Kamu tidur yang nyenyak, jangan lupa mimpiin Mas, ya! I love you, Anisa.] Mas Bagas mengakhiri ngirim pesannya, padahal aku masih begitu mengharapkan kata-kata yang membuat hati ini berbunga.
[Iya Mas, makan malamnya jangan lupa berdoa. Ajak aku serta, di dalam doamu.] Aku kembali mengirimkan pesan, tetapi cuma centang dua berwarna abu. Mas Bagas belum membaca pesanku, padahal dia masih terlihat online.
Aku pun terus menanti balasan pesan, atau mengharapkan pesanku di baca Mas Bagas. Aku, merasa gemes sendiri karena pesanku belum di baca, serta belum mendapatkan balasan darinya.
"Kenapa, Mas Andre tidak membaca dan membalas pesanku, ya? Padahal ia masih online," tanyaku, pada diri sendiri.
"Apa jangan-jangan ... ah," monologku lagi. Aku mulai berpikir, kalau Mas Bagas sedang berbalas pesan, dengan wanita lain.
Lama menanti balasan, yang tidak kunjung ada, sampai kantuk pun datang. Aku pun mematikan televisi dan naik ke atas spring bed king size, yang aku miliki. Lampu terang di ganti temaram, serta tidak lupa memakai selimut super tebal, namun bahannya tidak panas.
Bersambung

Komento sa Aklat (5)

  • avatar
    SDiyah

    wow🥰🥰

    07/02/2023

      0
  • avatar
    Adi Kuncung

    adi

    25/07/2022

      0
  • avatar
    AssulthoniHafsin

    bagus banget

    19/06/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata