logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

The Dinner

Dengan langkah tergesa Amy segera memasuki apartementnya. Dia sampai hampir menubruk pintu lift saking tergesa-gesa. Bahkan dia juga tidak memperdulikan sapaan penjaga pos parkiran.
Janji dengan Dex untuk makan malam di luar malam ini hampir saja terlupakan. Waktunya yang dijanjikan hanya tinggal sekitar sepuluh menit lagi.
Semua ini karena tadi ketika dia akan melangkah pulang, tiba-tiba saja dia dipanggil suster Anna, seorang suster jaga di Emergency Room.
Ada seorang pasien anak berusia empat tahunan yang sangat membutuhkan penanganannya, keadaan anak itu kritis dan dia tidak akan bisa membiarkannya begitu saja.
Jika sudah asyik berbincang akrab dengan pasien kecil dan ibunya, maka segalanya pasti akan Amy lupakan. Termasuk juga janjiakan malamnya dengan Dex, kekasihnya itu
Beruntunglah tidak begitu lama dia bercengkrama, Claire sahabatnya terbaiknya itu menghubunginya. Dia menanyakan di mana Amy akan makan malam bersama Dex.
"Terima kasih, Claire. Kau menyelamatkanku lagi, kau memang sahabat terbaikku," ujarnya pelan sambil melangkah dengan langkah tergesa.
Amy mematut dirinya sebentar di depan cermin. Dengan dress biru tua dan riasan seadanya, dia merasa sudah cukup. Tas warna hitam dan sepatu senada cukup melengkapi penampilannya.
Dia bergegas menuju ke rumah makan yang telah dijanjikan dengan setengah berlari. Dia khawatir Dex akan marah jika dia terlambat datang. Wajah cantik itu tampak cemas.
"Untung tidak terlalu jauh," ucapnya pelan sambil menghela napas.
"Aduh, sedikit terlambat," gerutunya kesal sambil berdecak.
Dia menatap jam tangannya sekilas, lalu bergegas membawa langkahnya, menuju ke tempat yang sudah dipesan Dex.
Sesampai di sana, dihadapan Dex. Dia menemukan lelaki itu sudah datang. Duduk dengan jas hitamnya yang begitu pas dengan tubuhnya. Wajah lelaki itu tampak tidak bersahabat.
"Hei, kau sedikit terlambat."
Sambut Dex dengan nada sarkas dan senyum hambar. Wajahnya terlihat sedikit kesal. Amy tersenyum simpul menanggapinya, matanya lembut menatap kekasihnya itu.
"Maaf, Dex. Aku tadi ketika akan pulang, ada pasien yang membutuhkan penangananku," jawabnya dengan nada menyesal.
Amy mengusap tangan Dex pelan. Dia terus saja mengulas senyum sambil menatap lekat wajah kekasihnya yang terlihat kesal dan Dex akhirnya mengulas senyum.
"Sudahlah, ayo kita makan. Aku sudah sangat lapar," ujar Dex sambil mulai menyuap sajiannya. Amy mengangguk.
"Sudah lama kita tidak makan malam, ya?"
Dex membuka percakapan di sela-sela suapannya. Amy tersenyum sambil mengangguk. Amy tahu, itu hanya ucapan basa-basi saja.
"Kau selalu sibuk, terlalu sibuk," ucap Amy terus terang. Dia menatap Dex yang terlihat tersentak, lelaki itu menghentikan suapannya.
"Amy, kau tahu siapa aku dan kau juga amat sangat tahu. Perusahaan itulah yang menjadi prioritas hidupku saat ini. Kau sudah tahu itu sejak awal, bukan?"
Amy menatap Dex yang terlihat kesal, lalu dia cepat mengangguk sambil mengulas senyum tipis.
"Ya, aku tahu. Sangat tahu, Dex. Untuk itu aku juga selalu mencari kesibukan," ujarnya ringan.
"Ya, itu baguskan. Aku tahu kau akan menjadi seorang dokter anak yang hebat dan terkenal," ucap Dex tegas.
Amy menatap Dex datar. Dia tersenyum miring. Sebenarnya hatinya kesal mendengar ucapan lelaki itu. Bukan itu yang dia ingin dengar dari Dex.
"Bagaimana, kau jadi pulang?" Dex bertanya untuk mengalihkan permasalahan. Amy berdecak pelan.
"Ya, tentu. Aku harus pulang. Amanda sahabatku dari kecil. Dia pasti akan sangat membutuhkan aku di sana," jawab Amy dengan nada senang. Dex hanya menatapnya dengan seksama.
"Ya, pulanglah. Tolong sampaikan salamku untuk kedua mempelai dan juga untuk Paman dan juga Bibimu di sana," ucap Dex tenang.
Amy menatapnya, meneliti beberapa saat raut wajah tampan di hadapannya yang terlihat biasa saja. Amy menggeleng pelan, seolah tak percaya.
"Kau tidak akan menemaniku?" tanyanya kemudian.
"No. Sorry," Dex menggeleng tegas, "Aku tidak mungkin ikut bersamamu."
Amy menarik napas kesal. Dia menunduk, berusaha menyembunyikan amarah yang seakan menghampirinya, yang dia pikirkan tadi adalah Dex akan menemaninya.
"Tapi aku ...eh, mereka akan senang jika kau ikut. Aku juga ingin sekali memperkenalkanmu kepada mereka," ucap Amy sambil menatap Dex, matanya memohon. Dex menggeleng cepat.
"Amy, aku tidak bisa. Banyak meeting klien dan juga penanganan kontrak di perusahan minggu depan dan kau tahu, itu sangat penting untuk karirku," ungkapnya dengan nada kesal.
"Tapi, Dex. Ini kali pertama aku pulang setelah beberapa tahun ini dan aku ingin kau menemaniku," Amy masih berusaha merayu kekasihnya itu, senyum manis terus diulasnya.
Dex terlihat bosan. Lelaki itu berdecak kesal. Amy masih menatapnya lekat, penuh permohonan.
"Tapi aku pikir, kau masih bisa menundanya. Maksudku menunda pertemuan tahunan itu dan di sana tempatnya bagus sekali. Udaranya segar. Amanda menyewa Villa yang sangat bagus dan mahal. Kita bisa sedikit melupakan kepenatan kita."
Amy masih terus membujuk kekasihnya itu yang terlihat mulai tidak nyaman mendengar ucapannya. Senyum manis masih terus mengiringi ucapannya.
"Tidak, Amy. Tidak. Aku tidak bisa ikut. Pergilah. Aku pasti akan menghubungimu nanti."
Dex menggeleng tegas, ucapannya mulai terdengar kasar. Amy tahu, kekasihnya itu keras kepala. Dia akhirnya harus menyerah.
"Baiklah, aku akan pergi sendiri," ucap Amy dengan nada kecewa.
"Bersenang-senanglah nanti di sana," ucap Dex dengan senyum basa-basi.
Amy diam menatapnya. Dex mengelus pipi gadis itu sekilas. Amy menghindarinya kesal dengan memalingkan wajahnya.
"Aku berharap bersamamu," ucap Amy pelan.
"Amy..." geram Dex. Amy berdecak.
Dex menatap tajam gadis dihadapannya. Amy balas menatapnya sengit sambil menggedikkan bahunya.
"Sudahlah. Kalau begitu aku pulang. Besok aku harus ke rumah sakit pagi-pagi sekali. Ada seorang pasienku yang akan pergi berlibur tapi sebelumnya minta aku cek dulu kesehatannya. Dia akan pergi dengan penerbangan pagi."
Amy menyudahi makannya. Dia menatap Dex lalu berdiri dari duduknya. Pria itu tersenyum kemudian ikut berdiri.
"Okay, nanti aku hubungi, aku harus langsung bertemu Mr. Brown dan Mrs. Beck. Mereka sepertinya sudah menungguku."
Dex memeluk sekilas dan mencium singkat pipi Amy. Lelaki itu kemudian menunjukkan orang yang akan ditemuinya tadi dengan dagunya.
Amy mengikuti arah tatapan kekasihnya itu, dia lalu mengulas tersenyum samar. Sebenarnya gadis itu tidak peduli. Hatinya kesal.
"Baiklah aku pulang, Dex. Thanks for dinner."
Tanpa menunggu jawaban, Amy melangkah pelan menjauhi Dex. Keluar dari restauran itu dengan hati yang tidak karuan. Kesal, marah, kecewa, sedih dan entahlah apalagi.
Dua tahun menjalin hubungan dengan Dex tidak sedikit pun ada perubahan atau kemajuan. Lelaki itu selalu saja sibuk dengan dirinya sendiri.
Sebenarnya, sangat benar yang dikatakan Claire dan Fred padanya. Dia seperti seseorang yang tidak mempunyai kekasih. Amy menghembuskan napasnya kasar.

Komento sa Aklat (163)

  • avatar
    Aninar Naya

    novel nya sangat bagus

    11/02

      0
  • avatar
    RfqhRatu

    bagussss bangettt

    09/02

      0
  • avatar
    Mutiara SidikFiska

    best novel

    04/02

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata