logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Chapter 6

Revan menatap Kinara lekat. Pertanyaan gadis itu membuatnya mengernyit. "Apa maksudmu?"
Kinara lalu memalingkan wajahnya dari tatapan Revan. "Ah, jangan pedulikan pertanyaan bodohku itu. Aku ingin pulang saja."
"Jangan keras kepala!" seru Nathan yang tiba-tiba datang seraya menghampirinya. "Apa kamu bisa mengurus Putri dengan keadaanmu seperti itu?"
Kinara menunduk. Kedua lelaki itu kini menatapnya.
"Tapi, aku ...."
"Tenang saja, biar aku yang menemanimu di sini. Jangan khawatir, aku juga punya keperluan di rumah sakit ini," ucap Revan.
"Tidak perlu! Aku bisa sendiri," tolak Kinara.
Revan hanya tersenyum mendengar penolakan Kinara.
"Besok pagi, aku dan Kania akan datang menjengukmu. Untuk malam ini, kamu akan ditemani oleh Revan. Tenang saja, dia tidak akan macam-macam padamu."
Setelah memastikan keadaan Kinara, Nathan lalu pergi. Sementara Revan tampak duduk menemani Kinara.
"Apa luka itu terasa sakit?" tanya Revan saat melihat Kinara meringis.
"Menurutmu?"
Revan terdiam. Dia tampak bingung dengan sikap Kinara terhadapnya. Dia juga merasa bingung dengan sikapnya yang mulai melunak di depan gadis itu.
Awalnya, dia enggan untuk menanggapi apa pun tentang Kinara. Namun, ada sesuatu yang membuatnya ingin dekat dengan gadis itu. Sesuatu yang tidak mampu dijelaskan olehnya.
"Kenapa kamu masih di sini? Ini sudah malam. Apa kamu tidak mengantuk?" tanya Kinara saat melihat Revan yang masih duduk sambil membaca sebuah buku.
"Aku tidak bisa tidur. Kalau mengantuk, kamu tidur saja terlebih dulu," jawab Revan tanpa menoleh ke arah Kinara.
Sudah pukul 01.00 malam, tetapi Revan masih terjaga. Kinara juga tidak bisa tidur. Melihat Revan yang berada tidak jauh darinya, dia merasa tidak nyaman.
"Maaf, apa aku boleh bertanya sesuatu padamu?" tanya Kinara.
"Tanya apa?" Revan masih membaca. Dia tidak menoleh ke arah Kinara.
"Kenapa kamu mau menemaniku di sini? Bukankah, kita tidak sedekat itu untuk bisa saling peduli?"
Revan meletakkan bukunya di atas meja. Dia lalu menatap Kinara. "Apa hubunganmu dengan anak yang kamu selamatkan tadi? Apa perlu alasan untuk membantu seseorang?"
"Tapi ...."
"Jangan salah sangka. Aku di sini bukan hanya untuk menemanimu, tapi aku juga ada keperluan. Sekarang, tidurlah."
Revan lalu bangkit dan keluar dari kamar itu. Melihatnya pergi, Kinara merasa lega.
"Akhirnya dia pergi juga. Ah, sekarang aku bisa tidur dengan tenang," ucap Kinara sambil menyelimuti diri.
Sementara itu, Revan menuju ke ruang di mana seorang dokter sedang menunggunya. Dokter muda itu tampak dekat dengannya.
"Apa kita bisa mulai sekarang?" tanya dokter itu.
Revan mengangguk. Dia lalu berbaring di sebuah tempat tidur yang sudah disediakan.
"Sekarang, cobalah untuk tidur. Jangan memikirkan apa pun. Cobalah untuk santai dan relaksasikan pikiranmu," ucap dokter itu sambil memasang beberapa alat di tubuh Revan.
Revan tampak terpejam. Dia mencoba untuk tidak memikirkan apa pun agar bisa tertidur.
Selang beberapa menit kemudian, Revan tertidur. Namun, tak lama. Dia tiba-tiba terbangun dengan napas yang memburu dan keringat dingin yang membasahi wajahnya.
"Apa kamu mimpi buruk lagi?" tanya dokter itu.
Revan mengangguk sambil mengusap wajahnya. "Aku tidak bisa melanjutkannya. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku lelah dengan penderitaan ini," ucapnya sembari mengepal.
"Revan, jangan putus asa. Aku yakin, kamu bisa mengatasinya. Semua penyakit bisa diobati asalkan kamu yakin dan terus berusaha. Sebagai kawanmu, aku juga ingin melihatmu sembuh, tapi jika kamu cepat menyerah, aku tidak bisa berbuat apa-apa."
Revan lalu turun dari tempat tidur. Dia menepuk pundak sahabatnya itu. "Terima kasih atas bantuanmu selama ini. Mungkin aku sudah ditakdirkan untuk menderita seperti ini. Aku akan menjalaninya walau itu terlalu sulit. Terima kasih."
"Tapi, Revan ...."
Revan lalu meninggalkan ruangan tanpa peduli pada dokter itu. Dia kemudian duduk di koridor dengan wajah menunduk.
"Apa ini memang sudah takdirku? Ah, mimpi itu selalu saja menghantuiku. Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Dia mengepal. Dia terlihat putus asa. Walau mencoba untuk tidur, dia selalu terbangun dengan mimpi buruk yang seolah menghantuinya. Mimpi buruk yang mulai mengganggu beberapa bulan belakangan.
Sebelumnya, Revan tidak pernah mengalami gangguan tidur sama sekali. Dia sosok yang begitu memperhatikan kesehatan. Namun, beberapa bulan yang lalu saat dia sedang berenang, dia tiba-tiba tenggelam. Padahal, dia tidak pernah tenggelam sebelumnya. Dia adalah perenang yang cukup baik.
Sejak mengalami hal buruk itu, dia selalu bermimpi buruk. Mimpi yang membuatnya tidak bisa bernapas seakan berada di dalam lautan dalam yang sangat gelap.
Tak hanya itu, dia juga merasakan sakit di bagian dadanya. Bagaikan tertusuk oleh hantaman kayu yang membuatnya meringis kesakitan.
Sambil memegang dadanya, Revan masuk ke kamar di mana Kinara dirawat. Dia melihat Kinara yang sudah tertidur lelap. Sesaat, dia termangu.
"Kenapa aku begitu peduli padanya? Ah, ada apa denganku? Apa yang aku lakukan di sini?"
Revan bermaksud pergi, tetapi langkahnya tertahan saat melihat Kinara berbalik. Wajahnya yang teduh seketika mengalihkan perhatian Revan. Dia menatap wajah yang polos itu tanpa kedip.
"Ada apa denganku? Kenapa aku ingin terus melihatnya?"
Revan kembali duduk. Dia menatap wajah Kinara yang masih terlelap. Gurat kecantikan yang terlihat alami begitu terpancar dari wajahnya. Sesaat, Revan terkesima.
"Apa yang aku lakukan?" Revan mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Dia lalu mengambil buku dan kembali membacanya. Namun, dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Kinara. Kembali, dia menatap wajah gadis itu.
Sambil menatapnya, Revan berbaring di kursi sofa yang ditempatinya itu. Dia masih menatap, hingga akhirnya dia terpejam. Revan kini telah tertidur.
Dua jam berlalu. Kinara terbangun dan melihat Revan yang tertidur di sofa. Karena tidak ingin lelaki itu terbangun, Kinara turun dari tempat tidur dengan diam-diam.
"Kenapa dia malah tidur di sini?" batin Kinara kesal.
Kinara lalu menuju ke kamar mandi. Saat kembali, dia terkejut saat melihat Revan seolah sedang menggapai sesuatu. Padahal dia masih tertidur. Lelaki itu bersikap seperti seseorang yang tenggelam.
Karena panik, Kinara lalu menghampirinya. Wajah Revan tampak pucat dengan keringat dingin yang membasahi wajahnya. Kinara tidak tahu harus berbuat apa.
"Apa yang harus aku lakukan? Dia sepertinya mengalami mimpi buruk. Apa aku bangunkan dia saja?" batin Kinara.
"Revan, ada apa?" Kinara menggoyang bahu lelaki itu beberapa kali. Namun, dia terhenti saat Revan tiba-tiba membuka mata dan menatapnya.
"Tolong aku!" seru Revan sembari meraih Kinara dalam pelukannya.
Kinara terkejut. Dia mencoba melepaskan diri, tetapi Revan tidak membiarkannya. Dia memeluk Kinara dengan erat.
"Biarkan aku memelukmu sebentar saja. Aku mohon!" pinta Revan yang tampak gemetar. Namun, Kinara melepaskannya.
"Lepaskan aku!"
Kinara berhasil melepaskan diri dari pelukan Revan. Lelaki itu menunduk sembari menahan rasa sakit di dadanya.
"Apa kamu pikir aku akan tertipu dengan cara licikmu itu? Aku bukan wanita seperti itu!" Kinara tampak marah. "Kalau sikapmu seperti itu, saat ini juga aku akan pergi dari sini!" ancam Kinara.
Revan lalu berdiri. "Maafkan aku," ucapnya tanpa menoleh ke arah Kinara. Dia kemudian meninggalkan kamar itu.
Revan kini duduk di koridor sembari menahan sakit di dadanya. Dia menyesal karena sudah membuat Kinara salah paham padanya.
"Ada apa dengannya? Apa dia ingin mencari kesempatan untuk menggodaku? Apa dia pikir aku serendah itu?" batin Kinara yang masih belum terima dengan perlakuan Revan padanya.
Hingga pagi, Revan masih duduk di koridor. Begitu pun dengan Kinara yang tidak bisa melanjutkan tidurnya.
Pukul 08.00, Revan kembali masuk ke kamar dan menemui Kinara.
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk melakukan hal itu padamu. Jangan salah paham dan sekali lagi, tolong maafkan aku," ucap Revan dengan sungguh-sungguh.
Kinara hanya diam. Revan lalu pergi meninggalkan ruangan itu.
"Revan, kamu mau ke mana?" tanya Nathan yang baru datang bersama Kania.
"Aku mau pulang."
"Kenapa buru-buru? Ayo, kita sarapan dulu," ajak Kania. Namun, Revan menolak. Dia lalu pergi.
"Anak itu kenapa? Apa jangan-jangan penyakitnya muncul lagi?"
"Maksud kamu apa?" tanya Kinara yang penasaran.
"Apa semalam dia mimpi buruk lagi? Ah, sudah aku bilang padanya untuk banyak beristirahat, tapi dia selalu saja mengatakan kalau dia baik-baik saja. Kinara, apa semalam kamu melihat dia bersikap aneh?" tanya Kania.
"Maksudmu?"
"Apa semalam dia tidur di sini?"
Kinara mengangguk.
"Apa kamu melihat dia bermimpi buruk? Maksudku, dia bersikap seperti orang tenggelam saat tidur. Apa dia seperti itu?"
Kinara hanya diam.
"Ah, kasihan dia. Karena mimpi buruknya itu, dia tidak bisa tidur setiap malam. Kalaupun tertidur, itu hanya sebentar saja," lanjut Kania.
Revan lalu kembali ke rumahnya. Di dalam kamar, dia membaringkan tubuhnya yang tampak lelah.
"Aku tidak bisa seperti ini terus. Ah, aku bisa mati kalau terus seperti ini," keluhnya seraya mengusap wajahnya. Namun, bayangan wajah Kinara kembali menghampirinya.
"Kenapa aku tenang saat melihatnya? Aku bisa tertidur saat melihat wajahnya. Ah, apa yang terjadi padaku? Kenapa Kinara mampu membuatku tenang?"
Pertanyaan-pertanyaan itu membuat Revan semakin memikirkan Kinara. Dia merasa nyaman saat melihat gadis itu. Kecemasan karena mimpi buruk seakan tidak dirasakan olehnya.
Sementara Kinara merasa bersalah karena berprasangka buruk pada Revan. Dia hanya terkejut saat lelaki itu memeluknya.
"Apa penyakitnya memang seburuk itu?" batin Kinara.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Kania.
"Ah, tidak ada. Apa hari ini aku sudah boleh keluar?"
"Lukamu itu belum sembuh. Lagi pula, Nathan tidak ingin kamu menjaga Putri untuk sementara waktu. Kamu fokus saja menyembuhkan lukamu itu. Masalah Putri, biar aku yang menjaganya," ucap Kania.
Kinara memahami keputusan Nathan. Saat ini, dirinya sedang terluka dan tidak memungkinkan untuk menjaga Putri. Karena itu, Kinara memutuskan untuk istirahat dari pekerjaannya.
Hari itu juga, Kinara memutuskan untuk keluar dari rumah sakit. Nathan dan Kania mengantarnya ke tempat kost-nya.
"Sebaiknya kamu istirahat saja. Untuk sementara, Kania yang akan menjaga Putri. Berikan dia kesempatan untuk dekat dengan Putri. Bagaimanapun, sebagai calon istriku, dia harus dekat dengan Putri. Aku harap kamu bisa mengerti," ucap Nathan.
"Baiklah, aku mengerti, kok. Kalau memang Putri sudah siap, aku akan berhenti bekerja."
"Kinara, maafkan aku. Jangan khawatir, aku akan mencarikan pekerjaan yang lain untukmu. Aku pastikan kalau kamu bisa mendapatkan pekerjaan lagi," ucap Nathan.
Setelah mereka pergi, Kinara termenung seorang diri. Kini, dia harus mencari pekerjaan yang lain. Tugas untuk menjaga Putri sudah selesai. Tidak mungkin baginya untuk mengasuh anak itu selamanya karena Nathan telah menemukan seseorang yang pantas untuk menjaga dan mengasuhnya.
Selama seminggu, Kinara hanya di kamar saja. Luka yang dideritanya sudah mulai sembuh. Dan hari ini, dia harus ke rumah Nathan untuk mengambil beberapa pakaian dan juga untuk berpamitan pada Putri dan juga Bu Tri.
Di depan rumah itu, Kinara berdiri. Sudah seminggu dia tidak menginjakkan kaki di rumah tersebut dan ini adalah kunjungan terakhirnya.
"Tante Kinara!" seru Putri saat melihatnya. Gadis kecil itu berlari dan menghampirinya.
"Apa Tante sakit? Kenapa Tante tidak datang menjaga Putri?" celoteh Putri yang kini dalam gendongan Kinara.
"Maaf, Putri. Tante ...."
"Putri, ayo, turun! Jangan seperti itu!" Kania tiba-tiba datang dan mengambil Putri dari gendongan Kinara. Putri tidak mengelak.
Kinara tersenyum saat melihat Putri yang dekat dengan Kania. Sesaat, dia tersadar kalau dia sudah tidak dibutuhkan.
"Kinara, ayo, masuk!" ajak Kania.
Kinara mengangguk seraya mengikutinya. Di ruang tengah, Nathan tampak duduk bersama Bu Tri.
"Kinara, duduklah!" perintah Nathan. Kinara lalu duduk di depan mereka.
"Sepertinya kamu sudah sembuh. Apa kamu baik-baik saja?"
Kinara mengangguk. Sesaat, suasana hening.
"Kinara, aku ingin minta maaf. Aku sudah tidak bisa memperkerjakanmu lagi di rumah ini karena aku dan Kania akan segera bertunangan dan dia yang akan menjaga dan mengasuh Putri. Aku harap kamu bisa memahami keputusan kami," ucap Nathan hati-hati.
Kinara tersenyum. Mendengar hal itu, dia ikut bahagia.
"Untuk apa meminta maaf? Aku ikut bahagia atas pertunangan kalian. Bukankah aku di sini hanya bekerja? Jadi, jangan pikirkan hal itu lagi. Masih banyak pekerjaan di luar sana yang bisa aku jalani. Terima kasih karena selama ini sudah memercayakanku untuk menjaga dan mengasuh Putri. Aku sangat beruntung karena bisa mengenal kalian," ucap Kinara seraya menahan air mata.
Bagi mereka, Kinara tak hanya sebagai pengasuh, tetapi mereka sudah menganggapnya seperti keluarga. Kinara juga merasakan hal yang sama.
Setelah mengambil pakaiannya, Kinara meminta undur diri. Tak lupa, dia mengucapkan selamat pada Kania atas rencana pertunangannya dengan Nathan. Dia turut bahagia.
Melihat Putri, Kinara lalu memeluknya. "Putri jangan nakal, ya. Tante Kania akan menjaga dan menyayangi Putri. Kakak harus pergi."
Putri lalu memeluknya. Gadis kecil itu seakan paham. Kinara lalu pergi.
"Kinara, sebentar!" Kania mengejarnya. "Datanglah ke hotel. Kamu bisa kerja kembali di sana. Aku dan Nathan sudah meminta pada Revan untuk menerimamu kembali dan dia setuju," ucap Kania.
Kinara mengangguk. "Terima kasih," ucap Kinara sambil berlalu pergi.
Saat perjalanan pulang, Kinara memikirkan tawaran Rania untuk bekerja di hotel milik Revan. Dia sadar, kalau saat ini tidak mudah untuk mencari pekerjaan. Dia pasti akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang baru.
"Apa aku harus menemuinya?" batin Kinara.
Keesokan harinya, Kinara bermaksud menemui Revan. Namun, saat tiba di depan hotel, dia menghentikan langkahnya. Dia lalu berbalik untuk kembali. Saat bermaksud pergi, Kinara dikejutkan dengan suara klakson mobil yang berada di belakangnya. Kinara lalu menoleh dan melihat mobil itu berhenti. Dia terkejut saat melihat Revan keluar dari mobil itu.
"Mau ke mana? Ayo, ikut aku!"
Kinara menatapnya. Dia tampak ragu. Namun, dia tidak berkutik saat Revan tiba-tiba keluar dari mobil dan meraih tangannya. Revan lalu mengajaknya masuk ke mobil.
To Be Continued ...

Komento sa Aklat (190)

  • avatar
    Jemris

    novel ini adalah salah satu novel terbaik selama saya membaca di NOVELAH. Alur ceritanya rapih tidak tumpang tindih, setiap alur cerita mampu menggugah pembaca. Terimakasih "Mak Halu" buat karya yang satu ini๐Ÿ‘

    06/03/2022

    ย ย 5
  • avatar
    adhityakeefa

    makasih jj

    1d

    ย ย 0
  • avatar
    SantosoAgung

    keren

    8d

    ย ย 0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata