logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

3. Dijual Pada Seorang Lelaki

Melihat Zahrana yang kini terbius, lelaki itu kemudian berjalan menuju lemari dan mengambil sertifikat rumah yang tersimpan di bawah lipatan pakaian. Tak hanya itu, toples berisikan amplop yang belum dibuka tak luput dari jarahannya. Setelah mengambil beberapa barang yang dianggap berharga, lelaki itu kemudian keluar dan memanggil temannya untuk masuk.
"Bawa dia!" perintahnya sambil menunjuk ke arah Zahrana yang sudah tak berdaya.
Lelaki itu kemudian masuk dan mengangkat tubuh Zahrana ke atas punggungnya. Setelah memastikan situasi, mereka kemudian meninggalkan tempat itu dan berjalan menuju mobil yang masih menunggu. Tanpa kendala, mereka berhasil membawa Zahrana pergi dari rumahnya dan menghilang di kegelapan malam.
Saat menjelang pagi, Bu Rina datang dan mengetuk pintu rumah Zahrana yang belum juga terbuka. Padahal, biasanya sepagi itu Zahrana sudah bangun dan membuka jendela rumahnya serta menyapu halaman.
"Zahra, apa kamu sudah bangun, Nak?" Suara Bu Rina terdengar di balik pintu. Sambil mengetuk, dia terus memanggil nama gadis itu.
"Sudah jam sembilan kenapa Zahra belum juga bangun?" batin wanita itu yang mulai terlihat khawatir.
"Bu Rina, ada apa?" tanya salah satu tetangga yang berjalan mendekatinya.
"Ini, Zahrana kenapa belum bangun juga? Padahal, biasanya dia sudah bangun dari subuh, tetapi hari ini kok aneh."
"Iya, Bu. Biasanya 'kan dia sudah bangun. Coba kita ketuk lagi pintunya. Siapa tahu dia masih tertidur karena kelelahan."
Mereka kembali mengetuk pintu, tetapi lagi-lagi tidak ada jawaban. Karena khawatir, mereka akhirnya mendobrak pintu dan berlari masuk ke kamar. Mereka terkejut saat melihat rumah itu telah kosong. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana, hingga Bu Rina menemukan sebuah surat yang diletakkan di atas meja.
Wanita itu kemudian membuka lembaran kertas tak terlalu besar itu dan membacanya. Betapa dia terkejut setelah membaca isi surat itu.
"Bu, apa yang tertulis di kertas itu?" tanya salah satu tetangga yang penasaran.
Wanita itu terdiam karena tidak yakin dengan apa yang baru saja dibacanya. Semalam, Zahrana bilang padanya kalau dia akan tetap tinggal di rumah ini walau harus hidup sendiri. Namun, isi surat itu mengatakan hal yang berbeda. Zahrana telah pergi dan akan menjual rumah itu.
"Bu, apa ini tidak aneh? Apa mungkin Zahrana tega meninggalkan rumah peninggalan ibunya? Kalaupun pergi, dia akan pergi ke mana? Dia tidak pernah meninggalkan desa, tetapi kenapa dia pergi dan hanya meninggalkan surat ini?"
Kepergian Zahrana yang tiba-tiba menimbulkan kecurigaan bagi tetangganya. Pasalnya, gadis itu pergi tanpa membawa satu pun pakaian. Lemarinya masih penuh dengan pakaian yang terlipat rapi.
Walau ada kejanggalan dalam kepergian Zahrana, tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Gadis itu hilang bagaikan ditelan bumi, hingga satu per satu para tetangga meninggalkan rumahnya dan menutup kembali pintu rumah yang kini tak berpenghuni.
Sementara itu, Zahrana tengah terbaring tak berdaya di salah satu ruangan yang gelap. Ruangan yang tidak memiliki penerangan itu hanya diterangi cahaya matahari yang memaksa masuk dari balik ventilasi kayu.
Perlahan, Zahrana membuka matanya dan ingin mengucek matanya yang nanar, tetapi dia terkejut ketika tangannya tidak bisa digerakkan.
"Aku di mana? Kenapa tempat ini sangat gelap? Kenapa juga tanganku diikat?" batin gadis itu sambil menggerakkan tubuhnya, tetapi lagi-lagi dia tidak berdaya karena kedua kaki dan tangannya diikat dengan cukup kuat.
Menyadari dirinya yang kini terikat, Zahrana berusaha berontak dan berteriak, tetapi suaranya tidak terdengar karena mulutnya telah disumpal dengan kain. Di saat dia berusaha melepaskan diri, pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka.
"Sebaiknya simpan tenagamu itu. Sekuat apa pun, kamu tidak akan bisa melepaskan diri. Jangan berpikir untuk lari dari sini karena kamu sudah dijual pada kami. Tenanglah, sebentar lagi kamu akan menjalani kehidupan yang lebih enak."
Dua orang lelaki yang baru masuk itu tampak tertawa hingga membuat Zahrana ketakutan.
Ruangan yang gelap semakin membuatnya takut dan menangis dalam diam. Ditambah dengan kenyataan yang baru saja didengarnya, kalau dirinya telah dijual entah oleh siapa. Yang dia tahu, semalam dia masih tidur di dalam kamarnya, tetapi kini dia terbangun di dalam sebuah ruangan yang gelap dan pengap.
Zahrana menangis dalam ketakutan ketika dirinya dibawa ke dalam sebuah mobil van berwarna hitam. Kedua matanya ditutup dengan tangan dan kaki yang diikat saat keluar dari ruangan itu.
Tak sampai di situ saja, mulutnya pun dibekap hingga tidak bisa berteriak. Yang bisa dilakukannya hanya menangis saat mobil itu melaju dan membawa dirinya entah ke mana.
Di dalam mobil, Zahrana mencoba untuk tetap tenang walau sebenarnya hatinya gelisah memikirkan nasib diri.
Suara deru mobil masih terdengar menyusuri lalu lalang jalan yang terdengar ramai. Namun, tak lama kemudian mobil itu berhenti.
Zahrana semakin ketakutan saat dirinya dipaksa keluar dari dalam mobil itu. Walau dia menolak dan mempertahankan diri untuk tidak keluar, tetapi apalah dayanya yang kembali tidak berkutik saat tubuhnya dibawa dengan paksa.
Zahrana tidak bisa mengelak saat tubuhnya diangkat dengan paksa. Walau terus berontak, tetapi semua sia-sia. Dia pasrah saat mendengar derap kaki yang menaiki anak tangga dan pintu yang terbuka. Di dalam sebuah ruangan, tubuhnya diletakkan.
"Pergilah, tugas kalian sudah selesai!" ucap seorang lelaki yang terlihat duduk di dalam ruangan itu sambil melemparkan sebuah amplop besar yang berisikan lembaran uang pada tiga orang lelaki yang membawa Zahrana.
Melihat lembaran uang di dalam amplop, ketiga lelaki itu tersenyum puas. "Terima kasih, Bos. Jika ada barang baru, kami akan membawanya pada Bos."
Ketiga lelaki itu kemudian pergi meninggalkan Zahrana yang kini duduk ketakutan di sudut ruangan. Ikatan di kedua kaki dan tangannya dan juga penutup mata dan mulutnya belum juga dilepas, hingga membuatnya semakin ketakutan saat dia mendengar langkah kaki yang menuju ke arahnya.
Zahrana berusaha menghindar saat dia merasakan sentuhan tangan yang menyentuh wajahnya. Embusan napas seseorang bisa dirasakan begitu dekat di telinganya, hingga membuatnya mundur ke belakang.
"Kenapa kamu menghindar dariku? Aku tidak akan melakukan apa pun padamu. Tenanglah."
Zahrana merasakan ikatan penutup matanya sedang dibuka. Untuk sesaat, dia terdiam, hingga penutup mata itu terlepas. Matanya terasa silau saat dirinya membuka mata perlahan. Samar-samar pandangannya tertuju pada seorang lelaki yang kini duduk di depannya.
"Kenapa? Apa sekarang kamu masih takut padaku?" Lelaki itu tersenyum sambil membelai rambut Zahrana yang menutupi setengah wajahnya.
"Rupanya, ayahmu tidak ingin memilikimu, hingga dia tega menjualmu pada mereka. Dan sekarang, mereka sudah menjualmu padaku. Jadi, sekarang kamu adalah milikku. Paham!"
Zahrana terkejut saat mendengar ucapan lelaki itu. Dia tidak percaya kalau ayahnya tega melakukan ini padanya. Dia telah dijual oleh ayahnya sendiri.
Zahrana menundukkan wajahnya yang kini menangis. Sekasar apa pun sang ayah, dia tidak pernah berpikir kalau ayahnya bisa berbuat setega itu kepadanya.
"Sudahlah, tidak usah berpura-pura menangis. Air matamu itu hanyalah air mata palsu. Wanita seperti kalian tidak pantas untuk dikasihani!"
Lelaki itu kemudian berdiri dan mengambil sebatang rokok dari dalam bungkusan yang tergeletak di atas meja. Asap rokok mengepul saat dia mengisap rokok yang sudah menempel di sudut bibirnya.
Zahrana menatap lelaki yang kini membelakanginya. Penampilannya terlihat maskulin. Lelaki dengan postur tubuh yang sempurna itu terlihat mengenakan setelan jas berwarna hitam.
Zahrana kembali memperhatikan sekitar ruangan dan dia terkejut saat melihat tempat tidur di dalam ruangan itu. Tak hanya itu saja, sebuah botol minuman beralkohol tampak teronggok di atas meja.
Perlahan, lelaki itu membalikkan tubuhnya dan berjalan mendekati Zahrana yang tampak mulai ketakutan. Air matanya sudah membasahi pipinya dengan tatapan mengiba.
Zahrana menggelengkan kepalanya saat tangan lelaki itu mulai menyentuh pipinya yang basah. Wajah lelaki itu kini berada tepat di depannya. Seketika, Zahrana memejamkan matanya sambil memundurkan tubuhnya kebelakang, tetapi aksinya itu terhenti karena tubuhnya terhalang tembok ruangan itu.
Zahrana tidak menyerah begitu saja. Dia masih berusaha menghindar dari sentuhan lelaki itu yang kini mengarah ke bagian lehernya. Melihat perlawanan Zahrana, lelaki itu hanya tersenyum sambil mengikuti Zahrana yang terus menghindar darinya.
"Baiklah, sudah cukup main-mainnya. Aku sudah tidak ingin lagi bermain-main denganmu. Sekarang, kamu harus melakukan tugasmu!"
Tiba-tiba saja, lelaki itu meraih tubuh Zahrana dan membawanya ke atas tempat tidur. Tubuhnya diempas begitu saja di atas ranjang empuk itu.
Tanpa basa-basi, lelaki itu kemudian membuka jasnya, hingga yang tertinggal hanyalah kemeja putih yang masih melekat di tubuhnya.
Zahrana terkejut saat lelaki itu kini berbaring di sampingnya dan membuka kain yang sedari tadi membekap mulutnya.
"Aku mohon, jangan lakukan ini padaku!" ucap Zahrana mengiba dengan air mata yang membasahi wajahnya saat lelaki itu mulai membuka kancing kemejanya satu per satu.

Komento sa Aklat (328)

  • avatar
    ranissafiyaa

    arhhhhh zafrannnnn finally habes jugak aku baca novel ni arhhh sumpah blushing ☺️🫶🏻

    28/07

      0
  • avatar
    Zalikha Zamri

    best and writting skills

    02/07

      0
  • avatar
    rabiatulnur

    bagus sekali ceritanya, sangat menarik

    30/06

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata