logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Mimpi Buruk

“Ibumu bilang semuanya dikembalikan ke kamu. Bagaimana, Hee? Kamu mau kan menjadi menantu Omma?”
“Saya ....” Tiba-tiba saja lidahnya menjadi kaku.
Bagaimana mungkin ia bisa menikah dengan Eun Sun? Laki-laki yang terkenal sangat angkuh, dingin dan tak pernah bersikap baik padanya. Laki-laki yang sudah mempunyai kekasih. Laki-laki yang sangat jauh dari harapannya. Laki-laki yang ikut tertawa dalam penderitaannya. Namun, Liana menatapnya penuh harapan.
“Omma, tidak bisakah, saya bicarakan ini dengan ibu dan ayah dulu?”
“Ibumu juga menyerahkannya padamu.”
Heera terdiam. Ia bertanya-tanya, kenapa Liana seperti tak memberinya kesempatan? Sejauh ini, ia tak bermasalah dengan Liana, hanya saja masalah kalau pernikahan tidak bisa patuh begitu saja. Lalu kenapa pula, Liana yang menyampaikan hal ini, bukan ibunya sendiri?
Ia berpikir keras supaya tidak melukai hati Liana dengan penolakannya.
“Omma, bukannya saya tak mau menjadi menantu Omma, bahkan senang sekali mendapat kedudukan yang spesial di hati Omma. Hanya saja, kuliahku masih jauh. Saya takut … tak bisa konsentrasi lagi setelah menikah.”
“Tidak apa. Kuliahmu tidak sampai tiga tahun lagi? Sedangkan Eun Sun sudah di akhir tahun. Walaupun menikah, kalian masih bisa konsentrasi kuliah. Setelah menikah kalian tinggal di sini saja. Masalah pekerjaan rumah, di sini ada Bibi Chan yang membantu. Omma dan Bibi Chan siap menjaga anak kalian jika sekiranya kalian punya anak.”
“Masalahnya … saya masih belum siapa menikah.”
“Kenapa? Usia dan caramu berpikir sudah cukup dewasa dan sudah siap menikah.”
“Omma, saya masih shock akan hal ini. Tak pernah terpikirkan menikah secepat ini.”
Liana meraih kedua tangan Heera lalu menatapnya. “Hee, Kamu tau keadaan omma. Omma tidak tahu sampai kapan bisa bertahan dengan penyakit ini. Omma ingin merasakan kebahagiaan itu. Melihat kamu mendampingi putra Omma.”
“Omma, saya …”
“Hee, Omma tau. Yang membebani pikiranmu bukan sekadar masalah siap atau tidaknya menikah secepat ini, melainkan kamu memang tidak menyukai Eun Sun.”
Heera membuka mulutnya, kenyataannya hanya dengungan tidak jelas yang keluar dari mulutnya.
“Omma sadar, putra Omma bukanlah tipe laki-laki yang diharapkan oleh gadis sebaik kamu. Namun, kamu adalah harapan seorang ibu yang mempunyai anaknya seperti Eun Sun.”
Heera hanya bisa menatap mata Liana, berusaha menyelami perasaan wanita dewasa itu.
“Omma berharap, bersamamu Eun Sun bisa berubah.”
Liana mendesahkan napas, lalu menyandarkan punggung ke sandaran sofa. Wajahnya mulai berselimut muram.
Tiba-tiba perasaan Heera semakin tidak menentu. Ia tidak tahan melihat wajah wanita yang disayanginya bersedih.
“Omma, bukannya saya tak mau mendampingi Oppa Eun Sun, melainkan banyak hal lain yang masih menggangu pikiran saya. Lagipula, apa Eun Sun mau dinikahkan dengan saya? Apa Omma sudah membicarakan hal ini pada Eun Sun?”
Liana membetulkan duduknya, menghadap Heera. “Belum. Omma pasti bisa meyakinkannya. Eun Sun tidak akan menyesal menikah dengan gadis secantik dan sebaik kamu.”
Heera terdiam. Ia tidak tau harus bicara apalagi. Mungkinkah Liana tidak tahu kalau Eun Sun sudah mempunyai seorang kekasih? Rasanya mustahil jika Liana tidak tahu kekasih Eun Sun. Apakah Liana tidak menyetujui hubungan Eun Sun? Lalu apa alasannya? Dan masih banyak pertanyaan lain yang berputar di benaknya sehingga membuat kepalanya terasa makin kusut.
Heera mengembuskan napasnya. “Begini saja. Omma bicarakan saja dengan Eun Sun.”
“Jika dia setuju?” sela Liana.
“Saya akan berbakti pada Omma.”
Seketika senyum Liana mengambang sempurna. Ia pasti bisa meyakinkan putranya. Heera tersenyum kecut. Ia yakin, Eun Sun tidak akan mau menikah dengan gadis seperti dirinya. Namun, kenapa ia merasa waswas?
***
Heera mondar mandir dalam kamarnya. Ia menunggu ibunya mengangkat panggilan. Ini yang sudah ke tiga, perasaannya semakin gusar.
“Assalamualaikum,” suara ibunya di seberang sana.
“Wa alaikum salam. Bu, mengenai lamaran Omma Liana,” cecar Heera tanpa basa basi terdahulu, walau sekadar bertanya bagaimana kabar ibunya.
Terdengar desahan ibunya di seberang sana. “Jadi, Liana sudah menyampaikannya padamu?! Tadinya, ibu juga mau menelponmu supaya kamu tidak terkejut. Tapi, kamu sudah tahu Omma Liana itu, kan? Jadi maklumi saja.”
“Iya. Tetapi, masalah pernikahan tak seharusnya main paksa. Saya akan berbuat apa saja untuk Omma, asal jangan menikah dengan Eun Sun. Saya mohon, ibu bicaralah pada Omma Liana!”
“Ibu harus bicara apa, Hee? Siapa yang berani menyakiti Liana pada saat kondisinya seperti itu? Kamu saja tidak mampu, bagaimana dengan ibu yang juga mempunyai anak?! Ibu tahu betul bagaimana perasaannya.”
Heera mendesah keras. Kenapa ia terjebak dalam situasi seperti ini? Kenapa harus dengan Eun Sun? Andai dengan laki-laki lain, mungkin ia masih bisa mempertimbangkan.
“Lalu apa yang harus saya lakukan?” gumamnya. Seakan-akan bertanya pada dirinya sendiri.
“Kamu pernah cerita, Eun Sun tidak pernah bersikap tidak baik padamu, lalu kenapa kamu sangat merisaukan hal ini? Ibu rasa dia pun tidak menyukai perjodohan ini. ”
“Entahlah, Bu. Saya cuma merasa kawatir saja.”
“Itu artinya, perasaanmu mengatakan kamu berjodoh dengannya?!”
“Entahlah. Saya juga tidak mengerti. Tiba-tiba saja saya begitu mengkawatirkannya.”
“Hee, kalau ia memang jodohmu, sejauh manapun kamu menghindarinya, kamu tidak akan bisa lepas darinya.”
“Ibu, jangan membuat Heera takut!”
Heera bisa mendengar tawa ibunya. “Hee, Eun Sun itu laki-laki, seberapa pun membencimu, ia tidak akan bisa menghindar dari makhluk yang memakai gaun. Apalagi jika kalian harus melewati hari-hari bersama. Ibu yakin, ia akan bisa mencintaimu.”
Entah kenapa Heera semakin sebal dengan jawaban ibunya. “Bu, saya tidak bisa membayangkan, bagaimana bisa menghabiskan hidup bersamanya. Laki-laki yang tak pernah satu detikpun saya harapkan.”
“Memang kamu menginginkan seperti apa?”
“Saya …,” sahut Heera sambil menerawang. “Menginginkan suami yang bisa membimbing saya untuk urusan akhirat. Bu, sampai sekarang, berjilbab saja saya tak bisa melakukannya. Belum lagi perintah Allah yang lainnya. Bagaimana nantinya jika saya menikah Eun Sun? Yang terlihat hanyalah masa depan yang suram.”
“Nak, jangan mendahului takdir. Ibu memahami bagaimana perasaanmu. Sejujurnya, ibu pun mengharapkan kamu memiliki jodoh bukan hanya menyayangi dan melindungimu, melainkan juga bisa membimbingmu. Satu hal yang harus kita sadari, jodoh itu kadang cerminan buat kita. Allah memasangkan insan dengan yang sekufu. Baik dengan baik. Buruk dengan buruk.”
“Apa saya terlalu jelek, sehingga harus berjodoh dengannya?!” cecar Heera.
“Bukan begitu. Ibu hanya memberi pesan, berhentilah berharap terlalu jauh. Hadapilah kenyataan sekarang ini. Kalaupun Eun Sun memang jodohmu, terima kenyataan ini, lalu berusaha melakukan yang terbaik.”
Heera mengerang keras. “Terbaik seperti apa maksud Ibu? Heera semakin pusing memikirkannya. Sudah, Bu. Nanti kita bicarakan lagi, saya lelah.”
Heera menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban ibu. Ia memejamkan mata. Ia tak ingin memikirkan itu lagi. Setidaknya untuk malam ini. Semoga Eun Sun tidak datang dalam mimpinya malam ini.
**
****
Tetap setia ya. Terima kasih ❤️

Komento sa Aklat (85)

  • avatar
    Ameliaa Storee

    menarik

    16/07

      0
  • avatar
    N.aHusni

    semangat

    07/07

      0
  • avatar
    Dody Maulana

    seru

    22/06

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata