logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Dikhianati Cinta

Mas," ucapku lirih.
Mas Rendra hanya diam seribu bahasa. Padahal menurutku ini surprise. Kata mamanya sendiri ini adalah kejutan. Namun kenapa muka Mas Rendra hanya datar-datar saja. Apa ada kesalahan dariku? Ataukah ia kesal karena tidak mengabari? Aku jadi bingung dibuatnya.
Tetapi jauh di lubuk hatiku paling dalam aku merasakan getaran kegagalan. Entah hanya feeling sesaat atau malah kebenaran yang terungkap. Aku mulai gemetar, dadaku sesak.
Kali ini Mas Rendra hanya diam. Entah kenapa ia sangat berbeda. Padahal Mas Rendra pernah menceritakan tentangku pada ibunya. Dan katanya ibunya santai-santai saja. Tidak bermuka masam justru tersenyum.
Seharusnya ia senang aku disini. Berjuang dan berkorban naik bus seorang diri. Dari Surabaya hingga Jogja hanya demi dirinya. Terus kenapa ia malah diam tanpa kata. Dimana letak kesalahanku?
Bahkan Via tidak bisa berkomentar apapun. Ia gigit jari. Via saja bisa merasakan atmosfir ketidakbahagiaan ini. Apalagi diriku.
"Duduklah!" pintanya padaku. Anyep tanpa senyuman. Aku merasa ada sesuatu yang telah disembunyikan.
Terdengar suara langkah kaki. Mamanya Mas Rendra datang. Ia memicingkan mata melihatku. Apakah ini jebakan batman? Sama sekali tidak mencerminkan keramahan seperti dalam telepon. Aku gerah.
"Oh jadi ini yang namanya Arina si Rina Rina itu! Apa yang pantas dipuja," ucapnya membuat kepalaku terbakar. Seandainya ia bukan orang tua dan adik kelas. Pasti sudah aku jambak rambutnya itu.
Baru bertemu seperti mau perang saja. Apa maksudnya? Aku datang jauh-jauh bahkan hampir ketabrak, bawa oleh-oleh pula, kini nasibnya di maki-maki. Hatiku geram. Sontak tidak ada senyum di wajah Via. Ia mengepalkan tangan. Padahal aku yang dilukai.
Aku duduk seperti melayang mendengar perkataan mamanya Mas Rendra. Paling parahnya Mas Rendra diam saja tidak membelaku atau menjelaskan apa-apa.
"Permisi sebelumnya bukankah saya yang di suruh kesini tanpa sepengetahuan Mas Rendra. Benarkan Ma?" tanyaku penasaran. Aku bahkan berhak membela harga diriku.
"Ma ..kamu bilang, Mamamu apa? Siapa yang suruh, itu kemarin yang nelpon pembantu saya. Jadi jangan percaya diri bangetlah. Lagian gara-gara kamu pertunangan Rendra dan Lova ditunda. Makanya saya suruh pembantu saya pura-pura jadi saya, paham!!" ucapnya.
Puncak amarahku sekarang ada di ubun-ubun. Aku merasakan sakit yang begitu luar biasa. Apalagi mendengar kata tunangan. Hatiku hancur.
Kenapa Mas Rendra tidak cerita saja soal Lova dan ingin putus dariku. Mungkin kejadianya akan lebih baik dari rasa sakitku hari ini. Sungguh keterlaluan antara anak dan ibu.
Mas Rendra hanya tertunduk. Setakut itu ia kepada mamanya. Tidak bisa diandalkan. Untung hari ini semuanya terbuka lebar. Apa yang tidak baik untukku telah di tunjukkan semuanya.
"Jelaskan Mas, aku ini siapa? Apakah aku pernah mengganggu pertunanganmu yang aku saja tidak tahu? Aku datang jauh-jauh dari Surabaya hanya untuk di jebak. Aku datang untuk silaturahmi bukan untuk bersilat lidah. Apa salah aku sehingga tega diperlakukan begini. Aku ini tamu Mas. Dan soal Lova hari ini tidak ada hubunganya denganku. Kalau kamu minta putus sampaikan saja di telpon. Jangan mengkambing hitamkan aku," ucapku berapi-api. Via memegangi tanganku. Ia sudah ingin meneteskan air mata padahal aku yang terluka.
"Ya pokoknya kamu itu penghalang buat Rendra. Saat Rendra bersama Lova kamu itu berbalas pesan dengan Rendra. Lova cemburu dan ia memutuskan untuk tidak dulu bertunangan dengan anak saya. Saya tegaskan sekali lagi. Jangan ganggu anak saya. Lova itu anak pejabat dan pebisnis ulung. Tentu saya memilih Lova dari pada kamu yang terlihat kumuh seperti ini. Jangan jadi benalu di kehidupan Rendra. Anak saya ini mapan, cakep dan berpendidikan. Pilihlah laki-laki yang sederajat tapi bukan Rendra. Dan satu kali lagi. Kamu pahamkan sayangku Rendra. Mama sengaja lakukan ini agar kamu benar-benar putus. Mama geram kamu tidak memutuskan wanita ini dua bulan lalu. Mamakan sudah suruh. Kalau tidak ya begini jadinya. Mama yang melangkah," ucapnya padaku dan juga Rendra. Kalimat kejam keluar dari Mamanya. Aku sudah tidak tahan aku ingin pulang.
"Baru kali ini aku melihat akhlak manusia seperti sampah. Akhirnya aku bisa bercermin. Aku tulus mengantarkan temanku Rina. Dan kalian tidak pantas mendapatkan Rina. Kalian akan menyesal dengan kata-kata kalian. Mulutmu harimaumu. Semoga kalian juga dibalas dengan makian pula. Pilih saja Lova atau yang lebih tinggi derajatnya menurut versi kalian. Selamat menjadi keset. Suatu hari kalian akan berada di posisi paling rendah. Dan pada saat itulah harga diri kalian jauh lebih terinjak-injak. Selamat menikmati karma," ujar Via panjang lebar. Ia kemudian menarik tanganku. Kami berdiri dan Via mengatakan.
"Permisi...kami tidak punya waktu berlama-lama di tempat kotor ini," ucapnya sambil menahan amarah.
"Enak saja kalau bilang ya. Pergi kalian! Pergi!!" teriak mamanya tidak terima.
"Ma sudah Ma. Rendrakan udah putus. Apalagi?" tanya Rendra pada mamanya. Aku mendengarkannya saat keluar dari daun pintu. Miris sekali. Putus ya putus saja denganku namun yang ia lakukan ia tidak membela harga diriku. Aku tidak bisa membuka pintu maaf untuknya.
Via bahkan sangat kesal. Ia mengendarai motor dengan muram. Aku mengajaknya untuk makan sejenak. Kami berhenti di kedai mie jogja. Disana sudah ada level pedas. Via dan aku memesan level tiga. Kami juga memesan es campur. Aku biasanya jika meredakan emosi harus makan dulu.
Apalagi perasaan bahagia bisa diperoleh saat makan makanan pedas. Kami tidak bicara satu sama lain. Kami menikmati makanan dengan puas. Sambil.kepedasan lantas sama-sama tersenyum. Semangkuk es campurpun semakin lama semakin ludes. Akhirnya habis juga seporsi mie Jogja. Hatiku puas. Wajah Via juga mulai sumringah.
"Sudah bisa lanjut pulang?" tanyaku sambil tersenyum padanya.
"Bisa, aku sudah mulai baikan," ucap Via.
Padahal yang kena mental adalah aku. Namun Via ikutan sakit hati. Kami tidak ingin membahasnya. Kami pulang sambil bernyanyi. Tidak hujan ataupun petir. Tidak ada kubangan ataupun halangan yang lain. Tidak seperti ketika berangkat. Mungkin alam sudah memberikan tanda bahwa Rendra dan keluarganya tidak pantas untukku.
Aku masih diarahkan untuk mendapat yang terbaik. Meskipun aku menyadarinya. Tetap saja hatiku sakit. Aku patah hati. Orang yang selama ini aku cintai ia malah menusukku dari belakang. Aku kalah sebelum berperang. Dan ia menodai jerih payahku.
Aku tidak akan pernah dengan hari ini. Ini sebagai catatan sejarah bagiku. Hari yang paling suram. Di khianati orang terkasih dan di maki mamanya. Sangat komplit. Padahal aku susah payah sampai naik bus segala. Namun semuanya telah menjadi bubur dan sia-sia.
Selamat tinggal mantan terburuk yang pernah ada. Rendra Sanjaya.

Komento sa Aklat (470)

  • avatar
    KilauKaysan

    baik

    5d

      0
  • avatar
    PramadhaniAlya

    10000 sama aku

    14d

      0
  • avatar
    Anisa Syafana Kalimantana

    ☺️keren

    22d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata