logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Mendekap Luka

Mendekap Luka

NonaCat


Shea

Waktu terus bergulir cepat. Namun, kenangan tidak bisa begitu hilang cepat dengan sekali kedipan mata. Kesedihan pun masih terasa bagi seorang pemuda yang bernama Arsen. Merenung atas penyesalan yang tidak terselesaikan.
"Kamu mau pesan apa? Biar aku yang pesan kan," tawar Anna dengan suara lembutnya seraya menyodorkan buku menu di hadapan Arsen.
Hanya sebuah lirikan yang tidak minat dan gelengan kepala dari Arsen sebagai jawaban dari pemuda itu.
"Kamu selalu begitu. Memangnya kamu ini kenapa, sih?! Lama - lama aku bisa menyerah sama sikap kamu, Sen," keluh Anna kesal yang menyandarkan punggungnya di kursi yang didudukinya.
Arsen mendongakkan kepalanya menatap sendu wajah Anna yang muram sedih. "Sorry, aku masih enggak bisa lepas dari bayangan - bayangannya," tutur Arsen jujur seraya menggenggam tangan Anna lembut.
"Jujur, aku sudah merasa hampa menjalankan hubungan kita berdua ini," ungkap Arsen dengan sejujurnya pada Anna.
Jantung Anna berdetak kencang merasa takut melihat raut wajah putus asa dari Arsen. "Sen, kamu enggak mungkin 'kan ninggalin aku," ucap Anna was - was memandang wajah Arsen.
Helaan napas gusar keluar dari mulut Arsen. Genggaman tangannya pun semakin menguat pada tangan Anna.
"Tenang, An. Kamu jangan takut, aku janji akan tepatin janji yang sudah aku ucapkan sama kamu." Arsen menjeda ucapannya sebenar untuk menghela napasnya.
"Tapi, kamu mau 'kan bantu aku terlepas dari bayang - bayang itu?" tanya Arsen menatap Anna penuh pengharapan.
Tangan Anna seketika melepas genggaman dari tangan Arsen. Kepalanya menggeleng tidak mempercayai apa yang baru saja dilontarkan oleh Arsen.
"Pertanyaan itu terus yang kamu ucapkan, Arsen. Tapi nyatanya kamu sendiri yang nggak pernah tepati sesuai ucapan kamu," balas Anna menggelengkan kepalanya dan juga menatap sendu wajah Arsen.
Buru-buru Arsen menggenggam kembali tangan Anna. "Please, Anna. Beri aku kesempatan lagi. Aku yakin pasti aku bisa melupakannya. Kamu mau 'kan bantu aku lagi?" tanya Arsen memohon penuh pengharapan pada Anna.
"Aku kasih kamu kesempatan lagi. Asalkan kamu bisa tepatin semuanya, karena aku enggak butuh omong kosong dari kamu," ucap Anna dengan mimik wajah yang serius dan juga terkesan dingin.
Arsen pun mengangguk cepat sekaligus senang. "Aku akan buktikan sama kamu, Anna," ucap Arsen sungguh - sungguh pada Anna.
Anna tidak bisa menahan bibirnya yang tertarik ke samping untuk memberikan senyuman pendukung untuk Arsen.
"Ya sudah kita pesan makanannya, ya," ucap Anna yang kembali membuka daftar menu, yang kemudian diberikan kepada Arsen.
***
Tuk ... Tuk ... Tuk ...
Suara tongkat dan perpaduan aspal yang saling bergesekan mengisi keheningan di indra pendengar seorang gadis cantik nan jelita.
Tongkat milik gadis itu pun terhenti mengenai sebuah sepatu kulit milik seorang pemuda yang berdiri menjulang tinggi menghalangi jalan gadis tunanetra itu.
Sebuah senyum kesenangan tercetak jelas di wajah cantik gadis tunanetra itu. Hanya melalui mencium aroma parfum, ia langsung sangat mengenal seseorang pemuda tapi ada di hadapannya.
"Bang Natha?" gumam gadis tunanetra itu dengan tangan yang meraba wajah pemuda di hadapannya.
Tangan dingin milik Natha memegang tangan milik gadis tunanetra itu. "Halo, cantik. Bagaimana kabar kamu selama ini?" tanya balik Natha yang segera menuntun gadis tunanetra itu untuk duduk di bangku besi di sisi jalan taman.
"Alhamdulillah, kabar aku baik - baik saja. Bang Natha bagaimana kabarnya juga?"
"Sangat baik sekali setelah ketemu kamu lagi," jawab Natha yang sekaligus menggoda gadis tunanetra itu.
"Tapi, kok Bang Natha datangnya dadakan. Kan, sekarang buka jadwal jenguk aku," ucap gadis itu terheran - heran.
"Shea, harusnya kamu tahu. Dilan saja enggak kuat tahan rindu, masa Bang Natha yang manusia biasa bisa tahan rindu. Mustahil sekali," balas Natha yang langsung merangkul bahu Shea dengan lembut.
Ya, gadis tunanetra itu bernama Shea. Adik angkat dari seorang Natha. Tinggal di sebuah panti asuhan dengan keadaan fisik yang kekurangan.
Shea tertawa kecil mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Natha sangat menggelitik perutnya. "Abang sudah termakan kebucinan dari film yang melegenda itu." Shea terkekeh sambil menggelengkan kepalanya takjub.
Usapan lembut di rambut hitam milik Shea sangat membuat Natha kecanduan dan menenangkan.
"Oh, iya. Sekolah kamu bagaimana?" tanya Natha yang ingin mengorek keseharian Shea di sekolahan.
Raut wajah Shea langsung berubah menjadi muram. "Sekolah aku 'sih masih baik - baik saja, enggak ada perubahan sama sekali," jawab Shea dengan lesu.
"Terus kenapa wajah kamu muram? Kamu ada masalah di sekolah?" tanya Natha khawatir pada Shea.
Kepala Shea semakin menunduk menyembunyikan wajah sedihnya di balik rambutnya yang tergerai. "Sudah lama aku menunggu seorang teman yang datang kepadaku, tapi sampai sekarang sama sekali belum ada. Aku ingin punya teman, Bang," lirih Shea yang takut - takut memberitahukan pada Natha.
"Kamu dibully di sekolahan?' tebak Natha yang semakin menghawatirkan keadaan Shea.
Shea menggelengkan kepalanya gugup. Buru - buru Shea membuang wajahnya ke arah lain supaya tidak bertatapan langsung pada manik hitam milik Natha.
"Bukan karena bully, Bang. Tapi, karena fisik aku yang begini bikin banyak orang yang enggak terima aku. Kata mereka, kalau berteman sama aku itu nyusahin, enggak ada untungnya berteman sama orang buta."
Dengan kasar Natha mencengkram kedua bahu Shea untuk tidak meluapkan semua emosinya.
"Sejak kapan kamu pedulikan omongan sampah mereka? Shea yang Bang Natha kenal itu selalu percaya diri, bukan yang merendahkan dirinya sendiri," desis Natha menggeram marah atas ucapan yang dilontarkan oleh Shea.
Tetes demi tetes pun akhirnya air mata Shea jatuh meluruh menjadi isakan pilu. Kedua tangannya mencengkram erat tongkat bantu jalannya itu.
"Aku capek, Bang Natha. Sampai kapan aku dikurung dalam kegelapan ini? Sedangkan aku sendiri selalu menantikan warna selain hitam di kehidupan aku," keluh Shea yang menangisi nasib malangnya.
"Aku ingin bisa melihat indahnya dunia, Bang," lirih Shea selanjutnya di sela - sela tangisnya.
Emosi Natha yang sudah naik ke ubun - ubun sudah lenyap sekejap melihat Shea menangis. Tangan besar Natha pun langsung meraup tubuh kecil milik Shea ke dalam pelukannya.
"Sabar, Shea. Semua nanti akan terwujud. Proses itu butuh waktu bukan hanya kedipan mata saja," ucap Natha dengan lembut sambil mengusap punggung ringkih milik Shea.
Shea mendongakkan kepalanya, lalu menatap sendu penuh haru pada Natha. "Maaf, Bang Natha. Padahal masih banyak orang yang lebih kekurangan dari aku, tapi aku malah enggak bersyukur kayak gini."
"Nah, itu kamu tahu. Jadi ...," Natha menjeda ucapannya sebentar. "Jangan pernah insecure tanpa bersyukur, nanti kehidupan kamu menjadi salah satu orang yang kufur," lanjut Natha yang diakhiri usapan lembut di rambut hitam panjang milik Shea.
***
Halo para pembaca please, look at me. Jangan lupa berikan review, subscribe, dan star vote.
Menurut kalian Shea itu siapanya Natha ya?
Apa Shea ada hubungannya dengan kepergian Andrhea? atau Shea adalah jelmaan dari seorang Andrhea?
Yuk dijawab di kolom review dengan sebanyak-banyaknya.
See you next bab guys ...

Komento sa Aklat (298)

  • avatar
    KhotimahNurul

    aku sangat suka dengan cerita ini

    3d

      0
  • avatar
    Pred

    kata kata ini menarik

    8d

      0
  • avatar
    bagos123toif

    bagus

    19d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata