logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Gagal Dinas

"Coba lihat pada hari Rabu, apakah ada rapat yang harus dihadiri." Sali menekan tabloid yang dipegangnya dan menekan layar-layar yang terus berpindah-pindah.
"Tidak ada Pak."
"Ok. kita dinas ke luar kota, hari rabu pukul 07:10 harus sudah di Bandara." penekanan dari Arken tidak menandakan akan benar-benar dinas, tapi ada yang sengaja ia rencanakan. Sali menoleh sekali ke arah Arken, matanya memicing melihat ekspresi Arken.
"Tidak. Dia pasti merencanakan sesuatu." batin Sali lagi.
"Tidak boleh berpikir negatif." kata Sali sejenak. Ia pergi dan menyandarkan punggungnya disandaran kursi, ia menarik napasnya dalam dan menghembuskannya pelan-pelan untuk menenangkan dirinya yang tidak tenang
"Baik Pak."
Sali mengangguk saja, ia tidak banyak pertanyaan, meski pun pekerjaan tidak seberat beberapa minggu yang lalu.
"Besok kita berangkat dinas." Arken mengucapkannya sambil menatap Sali.
"Apa dinas." Sali agak terkejut mendengarnya.
"Tapi Pak."
"Tidak ada tapi-tapian, besok kamu siapkan semuanya."
"Baik Pak."
Lagi-lagi Sali menghubungi Riani, seperti biasa jika Sali bercerita dan tanya ini itu, jawabannya pasti diketawain dulu.
"Jika itu sudah kata Pak Arken, ya sudah berangkat."
"Masalahnya saya tidak tahu apa-apa Mbak."
"Menningan tanya sama Arken saja."
"Tapi Mb--" telepon terputus. "Kenapa Mbak Riani mematikan sambungannya sih." keluh Sali.
"Mau tak mau Sali tanya panjang lebar kepada Arken, Arken hanya menatapnya sambil tersenyum.
"Sudah selesai tanyanya?" Sali hanya melongo mendengar pertanyaan Arken. ia mengerutkan keningnya kesal. Sali terdiam sambil menatap Arken kesal. saking kesalnya ia hanya mendiamkan diri.
"Kenapa diam?" tanya Arken.
Sali tidak mengubris apa yang ditanyakan Arken, karena ia sudah banyak bertanya ternyata ujung-ujungnya hanya mengatakan sudah bertanyanya. Sali tidak mengindahkan panggilan Arken, ia melangkah terlebih dahulu sebelum Arken, Arken yang menyadari sikap Sali langsung mengejarnya, tapi sayang Sali sudah naik taksi.
Arken mengacak-acak rambutnya. Ia menyayangkan sikapnya kepada Sali.
"Apa aku salah, di mana salahku, kenapa dia ngambek lagi." Arken menendang ruang kosong dan berlalu mengejar taksi yang ditumpangi Sali.
"Itu dia." batin Arken.
Tidak ingin kehilangan kesempatan, Arken berusaha untuk menghadangnya, tapi sayang taksi yang ditumpangi Sali terlampau cepat.
"Bushet!" umpat Arken.
ia terus mengejar dengan mobilnya, tapi sampai di depan rumah Sali tidak ada tanda-tanda kalau Sali baru sampek.
"Kemana dia menghindar." niatan Arken mau turun untuk menyapa Nek Ita, tapi langkahnya terhenti setelah melihat lampu-lampu di rumah Sali mati satu persatu, itu tandanya pemilik rumah sudah mau istirahat.
Tidak enak mengganggu malam-malam, Arken memutuskan kembali ke apartemennya, sampai di sana ia dikejutkan seseorang.
"Arken..." Suara yang tidak asing itu membuat Arken menoleh.
"Aku kangen Arken, kamu tidak pernah menghubungiku, padahal hubungan kita baik-baik saja." Arken diam tidak menanggapi, tapi ada raut amarah di wajahnya. ia berusaha untuk kontrol emosi melihat kemanjaan perempuan yang ada di hadapannya.
"Pergi dari hadapanku." suara dingin Arken keluar membuat perempuan itu heran.
"Kamu kenapa Arken. Kamu mengusirku?" tanyanya tidak percaya.
"Pergi dari sini, atau aku akan menyeretmu." tatapan tajam Arken membuat perempuan itu mencibir.
"Sudah lupa dengan hubungan kita, atau sudah ada jalang yang menunggumu." sambil menyilangkan tangannya di dada.
"Jaga bicaramu, aku tidak ada urusan denganmu, persetan dengan masa lalu, bagiku itu sudah hilang." perempuan itu kesal, ia marah hendak memukul dada Arken, sontak Arken menepisnya.
"Singkirkan tanganmu dariku, bukannya kamu dulu tidak sudi bersamaku." Arken menatap netra perempuan itu dengan sangat tajam.
Arken membuka pintu dan langsung menutupnya, ia menjadi sangat marah dan pergi ke kamar mandi. di sana ia berdiam diri di dalam air hangat. Pikirannya kini bertumpu pada Sali. sudah tiga kali Arken menghubungi, tapi tidak ada jawaban.
"Kemana dia, apa dia akan terus marah padaku?" tanya Arken dalam hatinya. Setengah jam di dalam air hangat Arken mengambil handuk dan berganti pakaian. Ia tidak lupa menghubungi Sali, tapi setiap kali ada pemberitahuan.
Nomor ini tidak dapat dihubungi silahkan tunggu beberapa saat lagi.
Pemberitahuan itu sudah sepuluh kali ia dengar, Arken kecewa.
"Apa karena sikapku Sali marah?" tanyanya lagi.
Arken sudah siap untuk dinas, tapi kali ini Sali tidak kelihatan batang hidungnya, hal ini membuat Arken tambah khawatir.
Dengan ketidak hadiran Sali, Arken langsung mengutus karyawan seniornya yang mumpuni untuk dinas. Ia mendatangi rumah Sali, tapi sayang Sali juga tidak ada di sana. Selepas pamit kepada Nek Ita Arken melihat taksi berhenti di jalan depan rumah Sali.
Seorang perempuan sebaya Sali mencoba membantu seseorang keluar dari taksi. Arken sontak kaget siapa yang dibantu.
"Sali!" Arken menghampirinya.
"Kenapa dia?"
"Kamu siapa?" tanyanya balek.
"Saya bis tempatnya bekerja."
"Oh. Maaf, tapi teman saya Sali sakit setelah pulang dari kantor kemarin malam, badannya sangat panas, jadi saya antar ke sini, karena dia takut Nek Ita khawatir."
"Sali... Kenapa Sali Mil?" Tanya Nek Ita khawatir.
"Demam Nek."
"Apa sudah di bawa ke rumah sakit?" tanya Nenek lagi.
"Sudah Nek. Nenek jangan khawatir, saya sudah memberinya obat."
"Apa dia bisa berjalan?" tanya Nenek hendak mau memapahnya, tapi Arken menahannya.
"Biar saya yang bawa."
"Tapi--" ucapan Meli tergantung, karena Arken sudah membopong Sali dan meletakkan di ranjang kamar Sali.
"Badannya panas." gumam Arken. Arken langsung menghubungi dokter pribadinya. Ia meminta untuj segera datang.
"Nak Arken tidak usah repot-repot."
"Tidak apa-apa Nek."
Dari raut wajahnya Arken sangat khawatir melihat keadaan Sali.
"Nek. Dia itu bosnya Sali, kenapa dia yang repot." tanya Meli pelan. Nek Ita hanya menunjukkan jaribtelunjukkan ke arah bibirnya menandakan kalau Meli diam sementara.
Setelah dokter yang dipanggil Arken selesai memeriksa Sali, ia memberikan resep obat juga vitamin.
"Dia kelelahan, saya harap obat ini di minum dan saya yakin besok pasti akan pulih."
"Terima kasih dokter." Ungkap Meli.
Dokter pribadi Arken hanya tersenyum melihat ke Sali lalu ke Arken, Arken tidak memperdulikannya, ia hanya menatap Sali.

Komento sa Aklat (5)

  • avatar
    Momz Brio

    bagus cerita nya

    18/06

      0
  • avatar
    AntiRiyanti

    bagus ceritanya

    28/12

      0
  • avatar
    suesuzaini

    best best best

    20/08/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata