logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Humor di Kantor

Sali keluar dari mobil Arken. Banyak mata yang melihatnya, karyawan mulai bisik-bisik sana-sini kenapa mereka bisa satu mobil. Sali menutup wajahnya seraya masuk ke kantor.
"Sali!" Riani yang mengetahui langsung negur Sali.
"Kenapa sampai sama Arken?" tanya Mbak Riani.
"Ceritanya panjang Mbak... saya dapat kerja sif siang, eh nenek yang nyangka saya malas-malasan, ditambah bosnya Mbak Riani datang ke rumah."
Riani tersenyum mendengar cerita Sali. Riani sudah menduga hal ini dari awal, tapi karena gengsi, Arken selalu menyembunyikannya.
"Mbak. gimana ini, mereka akan membicarakan Sali. Duh... gosip mereka bakal kemana-mana." grutu Sali.
"Ya tanggung sendiri." jawab Riani enteng.
"Mbak. aku ingin keluar dari perusahaan ini, tapi si bos itu bikin ulah saja."
"Ya... itu kan masalahmu, jadi cari solusinya sendiri." Riani meninggalkan Sali sendiri di ruang Salin Karyawan.
'Maafkan Aku Sali, tapi aku rasa Arken benar-benar sayang kepadamu, tapi karena dia gengsi, jadi selalu berbuat ulah kepadamu, aku rasa kamu akan bahagia jika hidup bersamanya.' batin Riani sambil menuju keruangannya.
"Tumben kamu telat?" tanya Riani pas mendapati Arken di dalam.
"Mungkin aku jadi artis saja ya?"
"Maksudnya?" Riani balik tanya, heran dengan pernyataan Arken.
"Ternyata aku jago drama, buktinya, dia sekarang kerja lagi di sini." sambil tersenyum.
"Kamu berani juga buat karyawan bergosip." tegas Riani lagi. Arken menatap Riani bingung.
"Karena tungkahmu, dan menurunkan Sali pas di depan perusahaan apa itu tidak memancing hal yang tidak diinginkan."
"Apa kata mereka." tegas Arken.
"Tapi bagaimana Sali, apa hal ini akan membuatnya tidak nyaman, seharusnya kamu jika ingin bawa dia cari cara lain napa sih."
"Aku yang akan urus hal itu."
"Ya itu memang tanggung jawabmu, membuatnya dalam masalah."
"Riani. Panggil dia ke sini."
"Ok, tapi jangan buat aneh-aneh yang akan membuat dirinya tambah tidak nyaman."
"Tidak akan."
"Ok." Riani menekan angka-angka di layar hpnya, tidak selang lima menit orang baru dibicarakan kini-kini benar-benar ada di hadapan mereka.
"Bapak manggil saya?" tanya Sakut.
"Yang kamu dengar saya manggil siapa?" dengan sorot matanya yang tajam. Melihat keraguan dan keluguan Sali, Arken tersenyum, tapi ia langsung tampakkan wajah dinginnya.
"Mulai dari sekarang kamu menjadi asisten saya." mendengar perkataan Arken Sali terkejut. ia tidak habis pikir akan menjadi sekretaris.
"Apa Bapak tidang mengada-ngada?" tanyanya ragu.
"Apa kerja di kantor mengada-ngada?" pertanyaan Arken membuat Sali kesal.
'Alhamdulillah...' lirih dalam hati Sali.
Sali langsung berganti pakaian, yang sudah disiapkan Riani.
"Mbak. Apa Pak Arken tidak salah orang?" tanya Sali tidak percaya.
"Sudah. Kamu sekarang kerja dengan baik, jangan banyak berulah." Saran Riani.
"Pak Arken sudah punya asisten Mbak Riani, kenapa harus ganti saya?"
"Saya mau cuti beberapa bulan." jawab Riani.
"Cuti. memangnya mau kemana Mbak?"
"Nanti kamu akan tahu, sekarang kamu sekarang Asistennya Pak Arken, jadi semangat. Biasanya kalau asisten baru, ia akan menguji banyak hal, jika tidak sabar bisa-bisa kamu dihengkang ke luar."
"Segitukah Pak Arken Mbak?"
"Kalau ke kamu tidak."
"Loh. Kok bisa?"
"Ya bisa ajah. lihat saja nanti, yang penting semangat bekerjanya."
"Mbak Riani mau kemana?"
"Pulang."
"Loh. Kok pulang Mbak."
"Suka-suka aku dong."
'Aneh. Mbak Riani enjoy saja seakan-akan ini perusahaannya juga.' batin Sali.
Sali dapat tugas dari Arken benar-benar membuat Sali lelah, karena setiap ia tidak faham bagaimana dibsuruh tanya ke Arken, sedangkan data-data dihadapannya asing baginya.
"Pak Arken ini ngasih saya tugas apa hukuman." keluhnya.
"Wah. itu tandanya Pak Arken sayang Mbak." kata karyawan yang dengar keluhan Sali.
"Sayang apanya! masak saya harus bolak balik ke dalam hanya karena satu angka atau satu huruf!" Sali cemberut menahan kesal.
"Emang sudah berapa kali keluar masuk ruangan Pak Arken Mbak?"
Sali menoleh dengan lesu "delapan." mendengar angka yang disebutnya, karyawan yang kain tersenyum.
"Jangan ngeledek! kini kakiku benar-benar pegal sana sini." Sali hanya bisa mengeluh sekarang, memang dulu ia sangat menginginkan jadi Asisten, tapi setelah mengetahui pekerjaannya sekarang, ia hanya bisa meminta ampun atas keinginannya sendiri.
"Mana harus atur jadwal segala!" Kekesalan Sali tambah besar saja, kala ada deringan telepon di sampingnya.
"Masuk ke ruanganku."
Di depan ruangan Arken Sali menyandarkan badannya ke tembok. Rasa lelah benar-benar menguasai dirinya, pegal-pegal di kaki benar-benar tidak mau diajak kompromi.
Sali dengan sekuat tenaga masuk sambil tersenyum.
"Dasar... bos tidak tahu bagaimana tersiksanya karyawan." teriak batinnya.
"Bicara apa kamu."
"Tidak Pak."
'Aku tahu kamu pasti mengeluh karena aku kerjain' batin Arken. Sali yang sudah untuk pulang kini dikejutkan dengan panggilan telepon.
Ada apa Pak?
Belikan Saya makan malam
Baik
Sali menggertak mejanya kesal, ia menghembuskan napasnya berat seraya berusaha menahan emosinya. Sambil berjalan menyururi koridor kantor Sali menghubungi Riani dan menanyakan kebiasaan Pak Arken. Mendengar pertanyaan Sali Riani hanya ketawa, tapi kasihan mendengar cerita Riani kalau seharian ia diberi tugas yang tidak semestinya.
"Sabar..." hanya itu yang Riani katakan.
"Mbak. Sabar itu ada batasnya." sahut Sali.
"Siapa bilang sabar ada batasnya, bukannya kesabaran itu ada dalam tiga perincian Sali, sudah yang penting kerjakan dengan baik, Arken itu hanya menguji nyalimu, dia tidak sejahat perkiraanmu."
"Arken kata Mbak."
"Pak Arken."
"Apa Mbak Riani ada hubungannya dengan Pak Arken?"
"Ada."
Sali terdiam, ia tambah penasaran dengan jawaban Riani.
"Hubungan apa Mbak?"
"Hubungan kerja." Sontak Riani langsung ketawa.
"Sudah Li... Arken dan aku teman sejak dulu jadi panggil namanya sudah jadi kebiasaan."
"Terus kenapa Mbak Riani cuti?"
"Alasan pribadi."
"Tidak. pasti ada yang disembunyikan hingga Mbak Riani harus cuti."
"Sudah ah Li. bahas lainnya saja, awas ya, jangan sampai salah beli, Arken tidak akan memaafkan jika sampai salah pilih makanan."
"Terus aku beli apa Mbak."
"Lihat di depan kantor biasanya banyak pedang kecil, bisa di lihat."
"Atau aku online saja ya Mbak."
"Terserah."
Ku letakkan kotak warna merah di atas meja. Arken yang memeriksa data-data menghentikan kesibukannya. Ia membuka kotak itu.
"Apa ini!" Sali yang sudah berbalik hendak buka pinty terpaksa menghadapnya lagi.
"Kenapa Pak?"
"Kamu niat beli makanan tidak?"
"Iya Pak, ini kesukaan Pak Arken Ayam bakar balado." tegas Sali.
"Ini enak tidak, jangan asal beli makanan."
Tatapan Arken tajam, Sali jadi sangat tidak enak sendiri, ia juga tidak habis pikir dengan sifatnya yang tadi pagi ketika bertemu neneknya. seratus delapan puluh derajat sifat Arken berubah.
"Ambil makanan itu dan sampai di buang!" ia meneruskan lagi menatap data juga angka-angka yang membuat Sali heran.
"Beberapa menit di depan layar PC saja aku sudah mengerjap berkali-kali, kok bisa ya Pak Arken serius banget." batinnya.
Sali pamit pulang serta menjinjing kembali kotak merah yang beberapa menit ia berikan. Sali menatap kotak dengan heran.
"Padahal kamu enak, aneh... makanan seenak dirimh di tolak bos arogan." cibil Sali di depan lift.
Sali masuk, kini sudah sangat malam, Sali harus cepat-cepat pulang takut Neneknya kepikiran.
"Eman dari pada kebuang saya bawa pulang, dari pada mubadir."
Dari dalam ruangan Ia tersenyum, Arken hanya memantau dari jauh, dan senyuman di bibirnya menandakan ia sangat senang.
"Setidaknya aku selalu tahu keadanmu." lirihnya. Ia mengambil jas dan beranjak dari kursinya. Kantor kini sudah hening, karena sudah pukul 21:23.
"Aku harap kau tidur nyenyak di sana dan selamat menikmati." Arken melajukan mobilnya meninggalkan gedung yang menjulang tinggi di belakangnya.

Komento sa Aklat (5)

  • avatar
    Momz Brio

    bagus cerita nya

    18/06

      0
  • avatar
    AntiRiyanti

    bagus ceritanya

    28/12

      0
  • avatar
    suesuzaini

    best best best

    20/08/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata