logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 7

Begitu melihat senyuman di wajah gadis itu, aku merasakan sensasi yang bahagia. Rupanya orang yang membeli karyaku adalah seorang gadis manis. Ketika kami mulai membicarakan mengenai karya ini, saat itu juga orang itu merasa senang dan seakan sangat puas dengan karya yang sudah kubuat ini. Aku merasa senang juga begitu melihat ekspresi wajahnya yang memperlihatkan senyuman bahagia. Tidak sampai satu jam lamanya, aku sudah memutuskan untuk kembali ke rumah. Gadis itu mengantarku sampai ke depan pintu gerbangnya dan tidak lama setelah itu melambaikan tangan kepadaku. Aku langsung pergi. Dalam perjalanan untuk kembali, saat ini aku masih tidak percaya dengan apa yang sudah kulakukan barusan. Ini pertama kalinya aku menjual karyaku kepada orang lain dan ternyata orang itu menyukai karyaku. Itu sungguh tidak disangka. Aku sudah mulai bertekad untuk kembali berkarya lagi. Sesampainya di rumah, aku melihat salah satu lukisan yang kemarin kubuat. Saat ini aku memperhatikan lebih dalam lagi dan ternyata kalau dilihat secara jelas, ini sudah menunjukan semuanya. Makna yang terkandung didalamnya juga sampai kepada penikmat lukisan. Kali ini aku berniat untuk membuat karya yang lainnya. Aku juga sudah berpikir sejauh ini untuk mengembangkan potensiku lebih banyak lagi. Disaat yang sama juga, aku sempat membaca beberapa catatan yang dibagikan oleh orang lain dalam forum khusus. Mereka sengaja melakukannya hanya untuk memberi informasi kepada para seniman lainnya termasuk diriku. Begitu aku membacanya, dalam hatiku aku merasa senang sekaligus lega karena memang ini adalah hal yang sempurna sekali. Sudah banyak referensi yang kugunakan untuk membuat karya miliku dan hanya ada beberapa kekurangan yang harus segera kusempurnakan. Mungkin orang awam tidak akan pernah melihat hal itu, namun beberapa orang yang sangat mengerti akan seni tidak akan pernah mengabaikan satu titik saja kesalahan yang dibuat oleh seniman. Mereka akan langsung tidak suka dan mungkin saja tidak akan pernah lagi melihat karya seniman itu. Aku sudah banyak mendapatkan informasi tentang itu dan sekarang aku hanya perlu melakukannya dengan baik. Tanganku bergerak seperti biasanya dengan lihai memainkan kuas. Aku sudah berpikir akan membuat karya seperti apa lagi dan sekarang aku ingin membuat sesuatu yang tidak biasa. Sejauh ini, aku akan melakukannya walau pada kenyataannya semua ini mungkin saja bisa berhasil atau tidak. Nenek sudah berharap padaku dan aku tidak boleh mengabaikan hal itu. Pada akhirnya karyaku tidak jauh berbeda dari imajinasiku. Aku melukiskannya sesuai apa yang kuinginkan dan sekarang sudah hampir selesai. Ketika aku sedang asik melukis, tidak lama setelah itu bibi mengetuk pintu ruangan ini dan kemudian masuk.
“Wow. Kau sudah mulai lagi? Ini mengagumkan.”
“Ayolah. Bahkan ini belum jadi.”
“Belum jadi saja kau sudah melakukannya dengan baik. Warnanya menawan persis seperti gayamu.”
“Oh iya, apa bibi tidak pernah melukis dengan aliran realism?”
“Tidak. Untukku itu tidak cocok. Aku hanya menggunakan aliran naturalism saja.”
“Kenapa? Apa hanya karena tidak cocok?”
“Bukan itu saja. Sebenarnya ketika di sekolah aku mencoba menggunakan aliran yang lain dan pada akhirnya semuanya gagal. Kurasa aku memang tidak cocok untuk aliran itu.”
“Begitu rupanya. Apa ada teman bibi yang merasa tersaingi?”
“Hah? Ah, aku tidak ingat. Tapi seingatku hanya ada satu orang saja dan itu juga ketika di tempat kuliah.”
“Jadi tidak menutup kemungkinan ya.”
“Apa ada orang yang membernci karyamu?”
“Entahlah. Aku juga tidak tahu.”
“Kalau orang yang membernci dirimu?”
“Itu juga tidak tahu.”
“Lalu kenapa kau menanyakan hal itu padaku? Kupikir kau juga berada dalam posisi itu.”
“Itu karena aku harus waspada. Bukankah tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini termasuk sikap manusia?”
“Kau benar. ya, baguslah kalau kau akan waspada terhadap orang lain. hanya saja, jangan terlalu memperlihatkannya dengan jelas.”
“Kenapa?”
“Kau akan gagal.”
“Aku mengerti.”
“Kalau sudah selesai, apa kau akan menjual yang ini juga?”
“Kalau ada yang akan membeli, kurasa iya.”
Meskipun aku sedikit merasa penasaran tentang manusia diluar sana, aku juga tidak bisa menyangkal dengan pasti. Aku hanya ingin tahu saja dan itu bisa kujadikan acuan untuk menghindari masalah. Dari apa yang sudah dikatakan oleh bibi, rasanya aku sudah tahu kalau ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Meski banyak orang yang mungkin mengagumiku, rasanya konyol sekali kalau ada yang sama. Aku merasa itu seperti imajinasi. Hal yang tidak nyata. Namun, semakin lama aku juga sempat merasakan sedikit tekanan yang membuatku tidak bersemangat. Bahkan itu sama parahnya dengan apa yang kualami sebelumnya dimasa lalu dahulu. Saat aku kembali menatap karyaku yang sekarang, aku hampir merasa puas juga. Tapi anehnya rasa hampa itu malah datang. Disaat seperti ini aku hanya bisa menghela nafas saja sebelum akhirnya melanjutkan melukisnya. Bibiku masih memperhatikanku melukis dan sepertinya ada sesuatu yang membuat bibi merasa tertarik ketika aku mengoleskan warna merah. Saat itu juga aku melihat dengan jelas kalau bibi seakan baru pertama kali melihat hal ini. Aku semakin heran dengan orang ini. Padahal ini tidak ada apa-apanya dibandingkan karya miliknya yang selalu tampil di galeri milik nenek. Terkadang aku juga merasa iri dengan pencapaian yang sudah diraih bibi selama ini.
“Warnanya bagus. Kau mencampurnya dengan baik jadi orang lain yang melihat lukisan ini sudah pasti akan terkesima.”
“Sudahlah, jangan terlalu berlebihan. Aku rasa ini hanya warna biasa.”
“Kau masih menyangkal ya. padahal sudah kukatakan kau harus percaya diri dan jelaskan semuanya. Dengan begitu orang lain juga akan tertarik untuk melihat semua karyamu. Kalau kau merendah seperti itu, mereka hanya akan meremehkanmu.”
“Apa? itu terlalu kejam.”
“Kenyataan memang kejam.”
“Ya. Aku mengerti. Lain kali aku tidak akan merendah lagi dan akan percaya diri.”
“Ya. Itu memang seharusnya kau lakukan. Bagaimana dengan karya sebelumnya? Apa orang itu menyukai karya itu?”
“Ya. Orang itu sangat menyukai karya itu.”
Saat itu aku hanya berharap kalau orang itu tidak akan menghancurkanku. Aku selalu saja berpikiran sempit dan ternyata semua itu salah. Ketika aku mengingat kembali hal itu, aku selalu senang dan sekarang itulah alasan kenapa aku harus terus membuat lukisan. Aku merasa hidup dan saat ini aku sudah membuktikannya lagi. Akhirnya selesai juga. Bibi yang melihat lukisan ini tidak berhenti berkomentar kalau ini bagus sekali. Aku pun merasa lega. Ketika kuperhatikan juga, rasanya sangat dalam. Makna yang kubuat untuk lukisan ini tidak akan dengan mudah dipahami orang lain. Hanya orang-orang tertentu saja yang akan memahaminya.
“Sudah selesai,” gumam diriku.
Keesokan harinya. Hari ini aku kembali ke sekolah seperti biasanya. Saat aku melihat orang-orang sudah berada didalam kelas, aku melihat Yuko yang juga sudah sembuh dari sakit. Dengan cepat aku langsung menghampiri orang itu. Ketika Yuko melihat diriku, saat itu pula langsung menceritakan semuanya. Beberapa minggu yang lalu Yuko jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Orang tua Yuko memberitahu pihak sekolah akan hal itu. Setelah beberapa minggu lamanya, akhirnya aku bertemu dengan Yuko lagi dan sejujurnya aku sangat senang sekali melihat Yuko sudah sehat seperti biasanya. Tidak lama kemudian kelas pun dimulai. Semua murid mengikuti kelas dengan baik. Sampai akhirnya waktu istirahat pun tiba. Seketika aku merasakan sensasi yang berbeda dibandingkan biasanya. Orang-orang yang terlihat tenang dan itu malah membuatku merasa heran. Biasanya mereka selalu saja berisik di setiap waktu dan sekarang rasanya tidak seperti itu. Aku langsung beranjak dari tempat dudukku dan kemudian berjalan keluar kelas. Disaat yang sama, aku juga melihat beberapa orang sedang sibuk latihan olahraga. Selain itu, aku ingin berbincang lagi dengan Yuko namun beberapa teman yang lain masih terus mengerumuni Yuko. Aku harus menunggu mereka pergi dan ternyata tidak lama setelah itu Yuko datang menghampiriku dan menanyakan beberapa hal.
“Anne.”
“Yuko.”
“Kudengar kau berhasil menjual karya senimu? Apa itu benar?”
“Ah, itu benar. tapi bagaimana kau tahu?”
“Aku mendengarnya dari teman-teman yang lain. mereka juga membicarakan karyamu yang luar biasa itu.”
“Ah, jadi seperti itu. sejujurnya aku juga tidak menyangka itu bisa terjual.”
“Sungguh?”
“Ya. Kupikir hasilnya tidak sebagus yang orang lain pikirkan.”
“Kau terlalu merasa rendah diri. Jangan seperti itu. kau harus percaya dengan kemampuanmu itu. kau mengerti!”
“Ya. Aku mengerti.”
“Baguslah kau sudah banyak berkembang Anne.”
“Tapi, apa kau sudah merasa jauh lebih baik? Kau istirahat dengan cukup kan?”
“Ya. Aku sudah sembuh. Tentu saja aku beristirahat dengan cukup.”
Aku bisa melihat dari ekspresi wajahnya yang memperlihatkan faktanya. Saat ini aku juga sempat merasa tidak enak badan. Namun aku berusaha untuk tetap bertahan. Walau seperti itu, aku rasa tidak akan ada pilihan lain kalau hanya terus kalah, itu akan menjadi masalah yang jauh lebih besar lagi. Yuko sudah pasti menyadarinya. Saat ini kami masih berbincang sekaligus bercanda sebelum akhirnya pergi ke kantin untuk makan siang. Sesampainya disana, sudah banyak orang mengantri dan dengan sabar akhirnya kami juga sudah mulai makan siang. Setelah itu, sebenarnya aku juga ingin menanyakan tentang penyakitnya. Hanya saja waktunya tidak tepat.
‘Tidak. Kurasa aku harus menyimpan dulu pertanyaan itu,’ batin diriku.

Komento sa Aklat (99)

  • avatar
    YunitaElvira

    ceritanya bagus dan sangat menarik aku sangat suka dengan cerita ini jadi saya beri bintang lima

    28d

      0
  • avatar
    Riskiyana RArum

    baguss sekalii

    13/08

      0
  • avatar
    AlanaNaila

    😁😁

    13/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata