logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 6

Meski sebenarnya aku merasakan ada beberapa rasa percaya diriku yang mulai menghilang, sejujurnya aku merasa kalau mungkin saja aku sebenarnya tidak seperti apa yang saat ini mereka katakan padaku. Rasanya aku seakan kembali kedalam jurang yang sangat gelap dan sulit sekali untuk bernafas. Disaat yang sama juga aku sampai tidak tahu apa yang memang harus kulakukan. Ketika aku memejamkan mata dan berusaha menangkap mimpi, rasanya tidak bisa kupercaya. Aku seperti berada diantara jurang yang memang tidak akan pernah bisa kuraih. Saat itu juga aku kembali tersadar kalau pada kenyataannya semua itu hanyalah imajinasiku semata dan biasanya aku menuangkannya kedalam lukisan. Pikiran yang sebelumnya memenuhi kepalaku, saat ini itu mulai tidak ada dan aku juga sempat merasa senang kalau pada akhirnya bisa lenyap juga. Kali ini aku berada didalam ruangan dimana aku harus menuangkan imajnasiku seperti biasanya dan sayangnya tidak ada hal yang bisa kutuangkan untuk saat ini. Aku merasa seperti pecundang yang hina dan tidak lama setelah itu, terdengar seseorang mengetuk pintu. Orang itu kemudian memasuki ruangan ini dan ternyata itu adalah nenek. Pandangannya seakan memperlihatkan kalau ingin sekali melihat hasil karyaku selanjutnya. Begitu nenek mendekat, raut wajahnya langsung berubah dalam sekejap seperti merasa kecewa begitu melihat kanvas kosong yang ada didepan mataku. Aku sedang berusaha untuk menuangkan semuanya dan ternyata ini lebih sulit dibandingkan dengan sebelumnya. Aku merasa kalau sekarang seperti sedang tertimpa batu besar dan tidak bisa mengangkat batu itu. Perasaanku semakin berat. Tangan kananku mulai kugerakan dan sekarang aku mulai melukiskan sesuatu di kanvas kosong ini. Setelah beberapa jam aku memikirkan hal yang harus kulukiskan dan setelah itu tanganku bergerak begitu saja. Aku sudah menemukan apa yang memang harus kubuat dan sekarang aku sudah mulai bersungguh-sungguh. Aku merasa kalau ternyata kali ini memang tidak seperti diriku sebelumnya yang langsung melakukannya dengan sungguh-sungguh. Aku juga sempat merasa seperti melayang begitu saja. Karya sebelumnya yang sudah lama sekali, aku kembali melihat itu dan aku yakin kalau memberikannya kepada orang itu aku sudah bisa menerimanya. Saat ini aku kembali melanjutkan membuat lukisan yang sulit sekali kupikirkan idenya. Ketika di sekolah, mereka selalu mengatakan kalau aku berbakat atau semacamnya yang mana saat itu membuatku tidak percaya. Meski merasa mengatakannya dengan tulus rasanya aku tidak bisa menerima itu dengan mudah. Tidak seperti kebanyakan orang yang langsung senang begitu mendapatkan pujian dari orang lain, rasanya aku seperti tertusuk besi dan itulah yang membuat diriku merasa tidak percaya dengan semua itu. Aku tidak pernah merasa lega.
“Hey, Anne. Aku sudah melihat karyamu yang dipamerkan kerika festival. Kau jenius sekali. Bagaimana kau bisa membuat lukisan seindah itu? kalau dijual ke kolektor, kurasa kau akan mendapatkan harga tinggi. Kenapa kau tidak mencobanya?”
“Ah, sebenarnya itu sudah ada orang yang menginginkannya. Dan aku akan mengantarkan lukisannya di hari minggu.”
“Wah, selamat ya. kau memang harus melakukannya. Ngomong-ngomong, apa sebelumnya kau mengikuti les melukis?”
“Tidak. Aku tidak pernah datang ke tempat seperti itu.”
“Eh? Sungguh? Jadi ini murni bakatmu? Luar biasa.”
“Sudahlah. Kau tidak harus sampai memujiku seperti itu. aku masih banyak kekurangan.”
“Tidak. Kau itu sempurna sangat sempurna.”
‘Apanya yang sempurna?’ gumam diriku dalam hati.
Mendengar ucapan orang ini, rasanya memberatkan hatiku. Aku selalu saja seperti ini. Disaat semua orang terseyum cerah ke arahku dan mereka bertepuk tangan untuk diriku, aku masih tidak bisa menerima semua ini. Sepertinya aku memang tidak pantas menerimanya. Namun, ketika melihat ketulusan mereka mengatakan hal semacam itu padaku, rasanya mulai menggerakan hatiku. Mereka mengatakannya bahkan lebih dari satu kali. Aku merasa kalau itu sepertinya bukan omong kosong. Memang benar. Itu adalah kenyataan yang seharusnya kuterima dengan baik. Aku melihat diriku sangat berbeda dari mereka. Tapi, dari semua orang yang bertepuk tangan untukku, yang tersenyum padaku, hanya ada satu orang yang kelihatan tidak senang padaku. Orang itu selalu berada dibalik bayangan orang-orang dan pandangan wajahnya seperti memperlihatkan kebenciannya padaku. Saat itu juga aku mulai sadar kalau dunia ini memang mengerikan. Aku melukisakan pandangan diriku terhadap dunia ini sekarang dan dengan cepat tanganku melakukannya. Nenek yang sebelumnya terlihat kecewa padaku, sekarang nenek memperlihatkan ekspresi yang berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Begitu lukisan ini selesai, nenek langsung terkejut dan seketika aku juga merasa terkejut begitu melihat pandangan nenek yang berbeda dari biasanya. Mungkin aku melukiskan hal tidak disangka tapi itulah yang kulihat beberapa hari terakhir ini.
“Kau, melakukannya dengan baik,” ucap nenek sambil terus memandangi lukisanku.
“Ah, terimakasih nenek.”
“Sudah kuduga kalau kau diluar prediksiku. Bagaimana kalau kita mengadakan pameran?”
“Apa? tapi itu…”
“Ini sudah bagus. Kau hanya tinggal melukis lebih banyak lagi. Sisanya akan nenek urus. Mereka semua pasti melihat bakatmu dan mengangumimu. Itu adalah langkah yang bagus. Kau mengerti apa maksudku?”
“Baiklah. Aku mengerti.”
“Ya. Ini sungguh menakjubkan. Tidak ada orang yang melakukan ini sebaik dirimu. Aku melihatnya. Penglihatanku tidak pernah salah mengenai karya seni. Kau sudah mulai berkembang Anne. Kurasa sudah saatnya kau harus menunjukan semua kemampuanmu. Jangan terus disembunyikan atau kau hanya akan berada dibalik bayangan orang lain.”
“Ya. Nenek.”
Ucapan nenek membuatku semakin yakin kepada diriku saat ini. Aku memang harus menunjukannya. Jangan sampai nenek tidak mengakuiku lagi. Pikiran itu mirip dengan pikiranku dimasa kecil. Ketika semua orang mendapatkan pujian yang luar biasa, hanya diriku saja yang terlihat tidak berdaya. Dengan perlahan aku menggambar sesuatu di kertas dan begitu aku memperlihatkannya kepada nenek, rupanya nenek lebih menyukai karya orang lain dibandingkan denganku. Aku merasa kesal sekaligus sedih kalau ternyata diriku hanya pecundang. Sampai akhirnya aku tumbuh dan tidak lagi melakukan hal yang sama. Aku melihat lukisan yang indah karya pelukis terkenal di galeri seni, rasanya aku mulai tertarik dan berusaha untuk bangkit dari luka masa lalu secara perlahan. Sekarang aku sudah melakukannya. Aku mendapatkan pujian nenek. Namun, aku juga merasa sedikit tertekan ketika nenek mengatakan kalau aku harus berhasil. Aku merasa kepikiran lagi bagaimana kalau aku tidak memenuhi ekspektasi nenek? Apa aku akan dibuang atau secamnya. Pikiran itu selalu saja muncul disaat aku merasa tidak tenang. Diriku yang malang. Hanya itulah yang terlintas dalam kepalaku. Tidak lama setelah itu, aku keluar dari ruangan ini dan kemudian ke ruang tengah. Disana aku melihat bibiku sedang duduk sambil bersantai seperti biasanya. Aku mendekat.
“Anne, kudengar kau menjual lukisanmu. Bagaimana hasilnya? Berapa yang kau dapatkan?”
“Aku belum mengirimkannya kepada orang itu.”
“Begitu rupanya. Jadi masih belum ada pendapatan ya.”
“Benar.”
“Kalau begitu, biar kuberitahu satu hal yang sangat penting.”
“Apa itu?”
“Pastikan kau menjadikan orang itu sebagai pelanggan setiamu. Jangan sampai kau kehilangan pelanggan. Kolektor yang memiliki selera bagus pasti akan datang padamu dan bahkan mungkin memesan karyamu. Jadi kau harus mempertahankan itu.”
“Ah, baiklah. Akan kuusahakan.”
“Bagus. Kau tidak bisa hanya mengandalkan dirimu dan tidak ada yang bisa kau lakukan. Ngomong-ngomong, kau sudah ada rencana akan masuk ke perguruan tinggi mana?”
“Aku masih harus memikirkannya.”
“Pikirkanlah dengan baik.”
“Iya.”
Meski begitu, bibi adalah orang yang ada dipihakku untuk beberapa waktu yang lama. Aku merasa kalau sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Aku sudah bisa melakukan beberapa hal yang memang bisa kulakukan. Sejauh ini aku sampai tidak bisa berkata-kata kalau pada kenyataannya ternyata aku memang lebih dari apa yang kupikirkan sebelumnya. Disaat semua hal sudah terjadi, rasanya aku baru menemukan apa yang memang seharusnya kulakukan. Keesokan hariya. Dan sekarang adalah hari minggu. Sebelumnya aku sudah mengirimkan pesan kepada Grace dan sekarang aku akan pergi menemui orang itu. Ternyata orang itu menghubungiku lebih dulu dengan mengirimkan pesan teks. Setelah bersiap, aku langsung menuju ke tempat itu. dalam perjalanan, aku merasa senang. Ini pertama kalinya aku pergi untuk mengantarkan karyaku kepada orang itu karena ternyata orang itu ingin sekali bertemu denganku. Grace yang ternyata tidak pernah bertemu dengan orang itu juga, ketika aku bertanya kepada Grace sebelumnya, Grace memang hanya tahu dari sosial media saja dan tidak pernah bertemu. Sejujurnya aku merasa penasaran. Dari tadi jantungku terus berdebar dan mungkin aku sudah mulai gugup. Sesampainya di dekat lokasi, saat itu juga aku melihat sebuah rumah dengan gerbang yang tinggi seperti kastil. Tidak lama setelah itu, aku dipersilahkan masuk dan saat itu juga aku masuk ke dalam rumah itu. Begitu aku diantarkan ke sebuah ruangan, saat itu juga aku semakin merasa gugup. Tidak lama kemudian, aku memasuki ruangan itu dan saat itu juga aku melihat seorang gadis sedang duduk sambil meminum tea.
“Kau sudah datang. aku sudah menunggumu,” ucap gadis itu kepadaku.
“Maaf aku datang terlambat.”
“Tidak. Kau tidak terlambat. Apa itu lukisannya?”
“Ya. Ini lukisan yang ingin kau beli.”
“Bagus. Aku senang sekali. Boleh aku melihatnya?”
“Tentu saja.”
“Wow. Ini sangat mengagumkan. Jauh lebih bagus dilihat seperti ini dibandingkan di foto. Terimakasih.”
“Ah, sama-sama.”
“Duduklah. Kau pasti lelah,” ucap gadis itu sambil tersenyum manis.

Komento sa Aklat (99)

  • avatar
    YunitaElvira

    ceritanya bagus dan sangat menarik aku sangat suka dengan cerita ini jadi saya beri bintang lima

    28d

      0
  • avatar
    Riskiyana RArum

    baguss sekalii

    13/08

      0
  • avatar
    AlanaNaila

    😁😁

    13/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata