logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

CHAPTER 4 : BAYU DAN ALUNA

Aluna membuka matanya. Sebelum menyadari bahwa tidurnya semalam adalah ketidaksengajaan!
‘Ah! Aku kok bisa ketiduran, sih!’
Aluna menendang kasar selimut yang menutup tubuhnya. Perasaannya sedang tidak karuan. Tangannya segera mencari ponsel miliknya, yang rupanya tertindih bantal.
Oh God! Sampai lupa dicharge! Aluna gemas, menatap ponselnya yang mati, kehabisan baterai. Buru-buru dia mencari pengisi daya ponsel.
“Duh! Kenapa tiap buru-buru, barang yang dibutuhkan selalu susah ditemukan!” Aluna mengomel.
Begitu tersambung pengisi daya, Aluna tak sabaran, segera memencet tombol 'On'. Tak sampai beberapa detik, ponselnya menyala. Setelah menunggu ponselnya tersambung dengan sinyal wifi, jemarinya gesit, membuka layanan aplikasi pesan.
Aluna memejamkan mata. Mengatur nafas perlahan. Wajahnya semakin muram. Belasan pesan miliknya ternyata masih belum juga dibaca oleh Bayu.
Ada apa gerangan? Aluna mengernyit bingung. Berbagai macam skenario berkelebat dalam benaknya.
Bayu sesibuk apa, sih? Sampai-sampai untuk membalas pesan darinya saja tidak sempat. Aluna mengetuk pelan layar ponselnya, sembari berpikir.
‘Telpon jangan, ya? Kesannya aku posesif nggak, ya? Duh, bingung gini!’
Setelah berdebat dengan dirinya sendiri. Aluna memilih menunggu Bayu menjawab pesannya.
‘Sabar, Luna. Sabar!’
Kita tunggu sampai siang ini. Kalau masih nggak ada kabar, baru kita telpon. Aluna menasihati dirinya sendiri. Sekarang mari kita fokus menghadapi kenyataan. Bisa kesiangan berangkat kerja, kalo gini caranya.
‘Gawat kalau sampai Pak Danu ngomel.’
Setengah enggan, Aluna bangkit dari atas ranjangnya, lalu berjalan dengan terpaksa ke arah kamar mandi.
***

Tuk tuk tuk tuk
Aluna mengetukkan ujung pulpennya ke atas meja, pikirannya tidak fokus bekerja. Berulang kali tangannya meraih ponsel, sekadar memastikan, apakah Bayu sudah membaca pesan darinya. Bola matanya melirik arloji di pergelangan. Pukul setengah dua belas, sebentar lagi istirahat jam makan siang.
Baiklah, sepertinya sudah diputuskan, aku akan menelpon Bayu.
"Akhirnyaaa, istirahat kitaaa. Luna, mau pesen apa? Ke tempat mie ayam yang baru, yuk?" Marisa terdengar bersemangat.
"Mar, aku titip ya," sahut Mbak Niken, dari meja seberang. Mbak Niken juga rekan kerja Aluna, tapi Aluna kurang begitu dekat. Mungkin karena usianya tidak sepantaran, Mbak Niken berumur 29 tahun. Beda dengan Marisa yang sebaya dengannya.
"Siap, Mbak." Marisa menerima lembaran lima puluh ribuan dari tangan Mbak Niken, "kalo ada kembaliannya jus alpukat aja."
"Luna, diem aja sih? Kamu nggak laper apa?" Marisa mendekati meja Aluna. Yang ditanya diam, malah bengong menatap ponsel di atas meja, "hei! Ngelamun apa, sih?"
"Ah, iya, iya, hayu ...." Aluna tergagap, untuk beberapa jenak Aluna terdiam. Enggan beranjak dari balik meja kerjanya, sebelum akhirnya berjalan mengekori Marisa menuju warung mie ayam.
***
"Ya udah, sih. Telpon aja. Tenang deh, gitu doang bukan posesif, Luna." Marisa yang baru saja selesai mendengar cerita Aluna tersenyum.
"Bener, nih, bukan posesif?"
"Nggak! Bukan! Udah sana telpon, cepetan." Marisa melotot.
Aluna mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya. Masih sedikit ragu.
Diusapnya layar ponsel yang terkunci. "Nggak diangkat, Mar...."
"Tungguin, sabar."
Setelah empat kali mencoba menelpon dan tidak ada jawaban, Aluna menyerah.
"Udah ah, Mar. Aku takut, dibilang posesif."
Marisa menautkan kedua alisnya, bingung.
"Itu bukan posesif, Luna. Khawatir dan posesif beda, dear. Kalau kamu posesif, udah dari kapan hari kamu mengatur, membatasi, sampe melarang ini itu ke Bayu, tapi kamu nggak pernah begitu, kan?"
Aluna mengaduk mie ayam miliknya, entah kenapa, selera makannya tidak ada sama sekali. Padahal mie ayam termasuk salah satu makanan kesukaannya.
"Seumur-umur kami jadian, Bayu belum pernah kayak begini, Mar. Terhitung udah sehari, dia nggak kasih kabar. Bahkan untuk sekadar membaca pesan WA dariku. Makanya, aku bingung banget, Mar," Aluna menarik nafas pelan.
"Ya, semoga saja, ada alasan kuat kenapa dia berbuat demikian. Sekarang, kamu lebih baik fokus ke dirimu sendiri." Marisa menatap Aluna gemas, "makan tuh mie ayam, mubazir tahu nggak, bukannya dimakan, diaduuuuk mulu!"
Aluna hanya nyengir mendengar omelan Marisa. Pelan-pelan dia mulai menyuap mie ayam ke dalam mulutnya.
Marisa benar, mie ayam ini nggak punya salah.
***
"Alun-alun, ayok makan! Turun, cepetan!" suara cempreng abangnya terdengar dari balik pintu kamar.
Aluna yang baru saja selesai mandi, rutinitas wajib setelah pulang kantor, sebenarnya berencana ingin langsung tidur. Seharian ini dia malas untuk makan.
"Alun-aluuuuun!" suara cempreng itu terdengar lagi.
Sepertinya rencana langsung tidur terpaksa ditunda, kalau tidak, suara cempreng itu akan terus memanggilnya dengan semangat 45.
Aluna akhirnya keluar dari dalam kamar, di depan pintu kamar, abangnya berdiri tanpa merasa bersalah. Aluna melengos saat melihat abangnya nyengir penuh kemenangan. Langkahnya tak bersemangat menuruni anak tangga, berjalan menuju ruang makan.
"Aluna, kamu sakit?" Mama menatapnya cemas. Buru-buru Aluna menggeleng.
"Kok tumben, makannya sedikit? Ini menu favorit kamu, lho. Sambel goreng kentang pedes—”
"Aduh Mah, ini juga sukaan Surya, loh." Surya terkekeh, sementara Mama melotot.
Aluna diam, mengunyah nasi secepat mungkin, biar bisa cepat selesai. Dirinya sedang tak berselera menanggapi keusilan abangnya.
"Mah, kayaknya iya, deh." Surya mengamati Aluna yang sedang fokus makan.
"Iya apa? Ngomong yang jelas, Yak."
"Alun sakit. Buktinya dia nggak marah-marah kayak biasanya, kan." Surya mengisi kembali piringnya yang sudah kosong.
"Eh, iya ya. Aluna kenapa, sih?" lagi-lagi Mama menatap bingung.
Beruntung mobil Papa yang baru saja masuk garasi menginterupsi pembicaraan mereka. Mama bangkit dari duduknya, berjalan keluar ruangan untuk menyambut kedatangan Papa.
Aluna tidak menyia-nyiakan kesempatan, buru-buru dia menghabiskan nasi di atas piringnya. Malas benar kalau sampai nanti papanya ikut bertanya.
"Heh, makan apa lagi lomba balap karung. Buru-buru banget, sih!" Surya heran melihat tingkah adiknya.
Aluna tak menjawab.
"Pasti lagi berantem nih sama si yuyu kangkang!" suara kakaknya usil. Aluna yang sedang meminum air hampir saja tersedak.
"Nah, kan bener!" Surya tertawa.
"Bawel amat sih, Bang!" Aluna menjitak kepala Surya kemudian secepat kilat berlari menaiki tangga.Dari balik pintu kamarnya, samar-samar Aluna bisa mendengar abangnya itu mengomel tidak jelas.
‘Bodo, ah!’ Aluna tertawa kecil sambil mengunci pintu kamar, berjaga-jaga kalau Bayu menyusulnya ke kamar untuk balas dendam.
Bersembunyi dibalik selimut membuatnya menguap, mengantuk. Sepertinya saat ini, tidur memang pilihan terbaik.
Tangannya bergerak mencari tombol off
lampu tidur di atas nakas, lalu mematikan lampu berharap segera masuk ke alam mimpi.
***
‘Hem, pake baju ini bagus nggak sih?’ Aluna memutar tubuhnya, menatap bayangannya di cermin. Rutinitas memilih baju selalu membuat Aluna Bersiap-siap berangkat kerja lebih awal.
Tiba-tiba ponselnya yang sedang diisi daya bergetar.Nama Bayu tertera di layar ponsel yang berpendar-pendar.
Buru-buru Aluna meletakkan lip tint yang sedang dipegang.
"Halo?"
[Beb, maaf, maafin ya, baru ketemu hapenya. Kamu pasti khawatir banget, ya.]
"Baru ketemu? Hape kamu hilang?"
[Nggak hilang, ketinggalan di kamar hotel. Aku seharian kemarin sibuk di lapangan, mantau kegiatan. Sampai nggak sadar hapeku nggak ada.]
"Ooh..." Aluna ber-oh pelan. Sebenarnya alasan Bayu terdengar tidak masuk akal, tapi Aluna sedang malas berdebat.
[Kamu lagi siap-siap berangkat kerja ya, Beb?]
"Iya, ini lagi dandan. Terus gimana, kamu jadi pulang hari ini?"
[Ehm ... kayaknya besok, Beb. Nanti aku kasih kabar lagi, ya. Kamu hati-hati ya bawa mobilnya, lup yu. Muaah!] suara Bayu terdengar seperti sedang mengirimkan ciuman.
"Iya kamu juga, hati-hati ya di sana. Jangan lupa kabarin, awas aja kalo hapenya sampe ketinggalan lagi!"
Sambungan telepon berakhir.
Untuk beberapa saat Aluna terdiam. Entah apa, tapi seperti ada yang aneh dengan Bayu. ‘Aah, cuma perasaanku aja, kayaknya!’ Batin Aluna membantah.
Aluna mengambil lip tintnya, melanjutkan kembali acara dandannya yang tertunda.
***

Komento sa Aklat (57)

  • avatar
    Agnes Diah Lestari Baene

    bagus 💖🥰

    18d

      0
  • avatar
    Haqim Azmi

    best untuk di baca

    07/07

      0
  • avatar
    LizaArna

    ini sangat bagus

    03/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata