logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bagian 5

Setelah selesai memandikan Hafizh ,dan juga membersihkan tubuh mereka masing-masing pasangan suami istri itu kini duduk di di samping ranjang. Jaira memakai pakaian muslimahnya, sedangkan Zidan, memakai kaos lengan pendek dan celana panjang.
Suara Adzan Maghrib menggema, kedua insan itu mendengarkan dengan seksama.

" Alhamdulillah, Mas mau wudhu dulu ? "
" Kamu gimana ? "
" Aku sudah wudhu kok, makanya agak jaga jarak biar nggak kena tangan Mas ! "
" Oke, Mas wudhu dulu kalau begitu ! "
Zidan bangkit kembali, dan, segera mengambil air wudhu. Ketika adzan telah selesai, Jaira menyiapkan perlengkapan shalat, dan menghamparkan sajadah untuk keduanya beribadah.
Bagi Jaira , ini adalah kali pertamanya menjalankan ibadah berjamaah bersama dengan Zidan. Sedangkan, bagi Zidan ini adalah kedua kalinya dia menjadi imam. Dimana yang paling sering menjadi makmumnya adalah Elena. Walaupun Elena tidak mengenakan hijab, dia masih mau di ajak untuk beribadah. Tapi, Elena, lebih sering meninggalkan shalat, jika tidak berjamaah dengannya. Dua istrinya itu, memiliki banyak perbedaan dimana Jaira pandai memasak, selalu bangun pagi sebelum adzan subuh, dan, juga rajin membersihkan kamar tidurnya. Dia tahu, karena sering melihat Jaira membereskan dan membersihkan kamarnya sendiri. Berbeda dengan kamarnya, dan, Elena, harus ada maid yang membereskan kamar mereka.Itulah, yang membuat dia terkadang, ingin berada di kamar istri pertamanya tersebut. Akan tetapi, dia sangat takut kehilangan Elena untuk ke dua kalinya.
" Mas ! "
Zidan terkejut mendengar suara lembut istrinya, dia kemudian menolehkan wajahnya menatap Jaira. Pria itu tersenyum melengkungkan bibirnya, tersenyum menatap sang istri.
" Maaf ! "
Jaira mengangguk,
" Aku mau salaman, tapi, dari tadi Mas ngelamun aja, nggak dzikir tapi melamun. Pasti lagi mikirin Mbak Elena ya ? "
Sebenarnya, Jaira tidak suka menyebut nama wanita itu. Akan tetapi, dia sadar Zidan sangat mencintai kekasihnya tersebut. Yang bisa dia lakukan hanyalah menutupi kecemburuannya, dengan cara tersenyum manis, seolah tidak terjadi sesuatu.
" Nggak kok, rasanya seperti mimpi, Mas bisa menjadi imamnya kamu, sayang ! "
Pandangan mata Jaira menyelami tatapan mata Zidan, adakah kebohongan didalamnya? Tetapi, hasilnya nihil, suaminya itu berkata dengan sungguh-sungguh.
" Em, Jaira juga nggak menyangka. Bisa ya Jaira jadi makmumnya Mas Zidan . Biasanya, mas Zidan hanya shalat berjamaah sama Mbak Elena. Saat ini, Mas jadi imamnya Jaira. Terimakasih Mas, tapi sayangnya hati ini sudah terlanjur mati untuk Mas, Jaira nggak merasakan kebahagiaan sama sekali, yang ada hanyalah rasa bersalah. Karena sudah membuat Mas, berada di sini. Seolah-olah, Jaira itu perebut lelaki orang lain. Maaf Mas ! "
Setelah mencium tangan suaminya, Jaira bergegas membereskan alat shalatnya. Dan setelahnya, dia segera mendorong stroller baby, membawa Hafizh pergi meninggalkan Zidan seorang diri.
" Sepertinya, akan sangat sulit untuk menggapai cintanya ! " batin Zidan.
Dia menatap sendu kepergian sang istri, tidak henti-hentinya hatinya beristighfar. Sungguh penyesalan selalu datang terlambat, yang jelas dia akan terus berusaha meskipun melelahkan. Zidan yakin, dan, percaya, suatu saat nanti istrinya itu akan luluh.
~ Di ruang makan ~
Hafizh terbangun tepat saat Jaira akan menata makanan di meja makan, Jaira dengan sigap menggendong bayi itu dan menimangnya.
" Kamu kenapa Nak ? Apa Bobonya kurang eum ? "
" Oaaa.... ! " anak itu terus menangis.
Suara tangisan Hafizh begitu kencang, Jaira jadi bingung dibuatnya. Dia ingin meminta bantuan dari suaminya, tapi gengsi menyelimutinya. Bukannya apa-apa, tetapi baru saja dia mengungkapkan kekecewaannya terhadap sang suami.
" Aih, Nak. Mama bingung kamu kenapa ? Cup cup, Hafizh anak baik, anak pinter, shaleh jangan nangis lagi ya, ini udah malem loh "
Seolah-olah bayi itu mengerti ketika Jaira menamai dirinya sendiri dengan sebutan Mama, dan, menasehati dia supaya berhenti, membuat si kecil sedikit lebih tenang.
" Oa.....! "
" Astaghfirullah, nangis lagi. Kenapa dia Ya Allah ? " batin Jaira.
Terlihat sekali guratan di wajahnya menggambarkan kegelisahan, Jaira takut bayi ini kenapa-kenapa. Karena, tadi sore ibu kandungnya meletakkan tubuh Hafizh di samping tempat sampah. Ketika Jaira sibuk menenangkan Hafizh terdengar suara lift berbunyi, tidak lain adalah Zidan, suaminya itu datang menemuinya.
" Eh sayang, Hafizh kenapa ? "
" Nggak tahu, dia tiba-tiba kebangun terus nangis deh ! " kata Jaira frustasi.
" Coba Mas gendong, sini ! " ujar Zidan.
Pria tampan itu menghampiri istrinya, lalu dia menggendong Hafizh. Ajaibnya bayi itu terdiam, ketika Zidan menggendongnya. Jaira hanya menatapnya penuh arti, dia kemudian berlalu dan menghidangkan makanan di atas meja makan.
" Ya Allah, apakah salah kalau aku meminta cerai padanya. Kenapa jadi seperti ini, kenapa ? lagi, dan lagi dia selalu mencuri hatiku. Apa yang harus aku lakukan? " batin Jaira.
" Sayang, Hafizh udah tidur lagi nih ! " ujar Zidan.
Pria itu tersenyum sumringah, dia bahagia bisa menenangkan seorang bayi. Wajar saja Zidan bersikap seperti itu, dia sudah menginjak usia kepala tiga. Karen, dia sangat menginginkan kehadiran anak diantara mereka, entah itu dari Jaira atau dari Elena. Tetapi, untuk Elena tidak mungkin bisa memberinya seorang anak.
Namun, berbeda dengan Jaira. Istri pertamanya tersebut, masih bisa memberinya seorang anak. Tetapi, sayangnya sang istri kini sudah tidak mencintai dia lagi. Dia jadi teringat, ucapan Mama dan Papanya dulu. Saat pertama kali, mereka memberikan sebuah foto seorang gadis berhijab untuk dijadikan sebagai istrinya. Dia melihat foto itu hanya sekali, dan dia langsung menyetujuinya. Sebelum pada akhirnya, Elena datang, dia berjanji akan menjadi suami yang baik. Tetapi, setelah wanita yang selama ini dia cari datang kembali. Dia memutuskan untuk menikahi Elena secara siri, tepat di malam pengantin dia, dan, Jaira.
Karena saking cintanya dia kepada Elena, sampai-sampai selalu tidur di kamar yang sama dengan Elena. Dan, melupakan sosok istri pertamanya, hingga 3 tahun kemudian Zidan menyesali kebucinannya tersebut. Disaat dia sudah memiliki sedikit perasaan kepada Jaira, istrinya itu tidak mau lagi bersama dengannya, justru ingin bercerai.
" Em, kalau begitu tidurkan di stroller baby aja. Sekarang, kita makan malam dulu ya Mas ! " ujar Jaira.
" Terimakasih sayang ! "
Jaira berdehem, kemudian menganggukkan kepalanya.
" Kita jarang sekali makan bersama seperti ini ya !"
" Em, benar. Bukan jarang lagi sih, lebih tepatnya kita memang tidak pernah makan berdua seperti ini ! "
" Kamu selalu nggak ada saat aku dan Elena sarapan pagi, ataupun makan malam ! "
" Ciri-ciri lelaki egois adalah selalu menyangkal, dan justru menyalahkan istrinya ! "
" Nggak gitu Ra ! "
" Alah, selalu beralasan saja. Kalian bangun kurang pagi, saya nggak sarapan pagi sesiang itu. Pukul 08.00 pagi sudah membuka toko pakaian muslimah saya. Lalu makan malam, juga tidak selarut itu untuk mengisi perut, jam makan malam saya seperti hari ini. Pukul 18.00 . Bukannya apa-apa, kalian kan habis shalat Subuh tidur lagi, terus bangun pukul 09.00 . Karena, posisi mas emang pemilik perusahaan properti, jadi, bebas sih jam berapa aja juga bisa atau tidak masuk kerja pun tak jadi masalah ya kan ? " kata Jaira sembari tersenyum miring.
Jaira menelan makanannya, setelah selesai dia pun melanjutkan sindirannya kepada Zidan.
" Ah iya, makanya jangan terlalu sering melakukan hubungan intim. Dokter aja bilang lebih baik itu dilakukan seminggu dua atau tiga kali saja, kalian melakukan itu tiap hari. Apa nggak cape ? "
Zidan meneguk salivanya, makanan yang dia makan sudah habis tetapi, dia tidak bisa mengeluarkan suaranya. Saking, pedasnya ucapan Jaira. Tetapi, setelah meminum air putih, Zidan mencoba untuk mengutarakan pendapatnya.
" Bukan begitu , Mas dan Elena sudah sering melakukan hubungan itu. Elena bahkan memberikan kesuciannya saat kami masih duduk di bangku kuliah, kami sudah biasa melakukannya sebelum menikah Jaira. Dan, kami sering melakukan itu, semata-mata kami begitu merindukan satu sama lain. Setelah lulus kuliah Elena pergi meninggalkan aku, karena dia menjadi super model Asia. Dan kami, baru bertemu 3 tahunan ini , jadi wajar dong kalau aku dan dia sering melakukan hubungan intim! "
Jaira tertawa kecil, dia menggelengkan kepalanya.
" Subhanallah, Mas tidak perlu kau jelaskan tentang itu. Allah Ta'ala itu baik banget loh sama kita, Dia tutup aib kita dari manusia. Tetapi, kamu justru membongkar aib kamu sendiri. Astaghfirullah'aladzim, aku punya suami CEO, tapi otaknya tidak jalan ya, lucu sekali ! "
Saking lelahnya Jaira, sampai menyindir sang suami sehingga Zidan tidak dapat berkata-kata lagi. Karena, memang kenyataannya seperti itu. Disaat Elena sering Zidan bawa kemana-mana, dia hanya tinggal di mansion bersama para asisten rumah tangga. Saat ulang tahun, Jaira hanya diberikan satu set gamis. Sedangkan, madunya itu mendapat satu set perhiasan berlian termahal.
" Mampus lu, Zidan- Zidan kenapa kamu begitu bodoh? Saking cintanya kamu sama Elena, sampai otak kamu nggak di pake sama sekali ! " umpat Zidan dalam hati.
" Sudah selesai kan, sekarang aku beresin ini dulu. Mas, tolong bawa Hafizh ke kamar ya, terimakasih ! "
" I... Iya Sayang ! "
" Alhamdulillah, untung saja Hafizh nggak nangis saat aku dan Mas Zidan sedang beradu argument ! " batin Jaira.
Wanita itu dengan telaten membersihkan peralatan yang digunakan untuk makan barusan, dan, juga membersihkan mejanya. Setelah selesai, Jaira tidak langsung naik ke atas. Dia duduk di kursi makan, dia menopang dagunya sembari pikirannya berkelana ke mana-mana. Dia, teringat saat dimana dia memergoki Zidan makan malam bersama dengan Elena, begitu romantis di sebuah restoran bintang lima. Ternyata, mereka sedang merayakan ulang tahun Elena, padahal keduanya pamit untuk acara pernikahan keluarga Elena. Saat itu hatinya, begitu hancur berkeping-keping. Dia, berlari menuju jalanan, dengan tergopoh-gopoh sembari menutup mulutnya.
Brug...
" Maafkan saya ! " ujar Jaira.
Pria tampan yang tanpa sengaja ditabraknya tersebut, menggeleng sembari tersenyum manis sebagai jawaban.
" Saya pergi dulu, terimakasih. Assalamualaikum ! " ujar Jaira.
" Siapa nama kamu, kalau boleh saya tahu ? "
" Jaira ! " jawabannya polos.
" Aku Ar-Rasyid, panggil saja Rasyid. Waalaikummussalam, aku lupa menjawab salam kamu. Hati-hati ya! "
Jaira mengangguk, kemudian pergi meninggalkan pria itu. Ketika dia mengingat nama pria itu, dia tersadar, kemudian mengerjapkan matanya beberapa kali.
" Aih, sayang sekali pria sebaik itu, kenapa sifatnya kayak penjahat saja. Habis menghamili kemudian, dia tidak bertanggung jawab. Ya ampun, mana itu lelaki ganteng banget lagi ! "
Tanpa sepengetahuan Jaira, Zidan sedang berdiri tepat di belakangnya. Saking terhanyutnya dia, mengenang saat pertemuannya dengan pria lain, yang menurutnya tampan, dan, baik, tidak seperti suaminya tersebut. Yang dari tampangnya, dan penampilannya saja sudah seperti lelaki bajingan.
" Seandainya, aku berjodoh dengannya, bukan Mas Zidan. Aku, rela kok jadi istri keduanya. Astaghfirullah'aladzim, Jaira apa yang kamu pikirkan? " gumamnya.
Zidan, mengepalkan tangannya semakin kuat. Dia menggertakan giginya, merasa cemburu mendengar istrinya memuji lelaki lain. Bahkan dia sendiri tidak pernah dipuji tampan olehnya.
" Papanya Hafizh. Aduh, pantesan Hafizh ganteng banget. Lah Papanya juga ganteng, aduh ini aku seperti remaja jatuh cinta saja. Astaghfirullah, Jaira nggak boleh gitu. Kalau udah cerai dari Mas Zidan sih boleh-boleh aja suka sama pria lain ! " gerutu Jaira.
Zidan mendengar semua ocehan Jaira, dadanya kembang kempis menahan amarahnya. Dia, jadi berpikir negatif, mungkin Jaira sudah mempunyai calon suami baru. Sehingga, istrinya yang shalihah itu ingin menuntut cerai darinya.
" Kamu pikir, kamu bisa lari dariku. Jangan mimpi, aku tak akan melepaskanmu ! " batin Zidan.
~ Bersambung ~

with❤️ A-yen94

Komento sa Aklat (105)

  • avatar
    BskDion

    sangat bagus

    15h

      0
  • avatar
    KuminDonnycia

    bagus bangat novalnya

    8d

      0
  • avatar
    MatnorNorfazira

    bagus

    10d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata