logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Evander Arashi

Ken bersungut-sungut karena ia tidak bisa melihat wanita pujaannya pagi ini, padahal ia sudah susah payah bangun pagi.
Namun lawan bicaranya mengatakan bahwa Ken harus menurut pada Orang tua, lagipula mereka masih bisa bertemu nanti sore di Yayasan.
Dia bahkan menasehati Ken agar tidak merusak mood dengan persungutan, karena cara kita menjalani hari, ditentukan dengan suasana hati kita saat kita memulai hari. Jadi jika Ken memulai harinya dengan kejengkelan, maka Ken pasti akan terus jengkel sepanjang hari.
Setelah berjanji bahwa ia akan menjemput sepulang kerja, atau kalau ia cepat selesai dengan urusannya, maka ia akan mengajak makan siang bersama, Ken pun langsung mengakhiri pembicaraan.
Karena moodnya sudah terlanjur rusak, maka ia memutuskan untuk tidak membawa mobil, ia akan naik taxi saja ke Fifth Avenue.
Sepuluh menit kemudian, Ken sudah berdiri di depan salah satu gedung pencakar langit yang terletak di seberang Central Park, kawasan paling bergengsi di New York, tepatnya di 834 Fifth Avenue.
Tempat itulah yang Mami maksudkan untuk Ken datangi, saat Mami meneleponnya barusan.
Karena hari masih pagi, maka udara masih sangat segar, belum terlalu tercemar oleh polusi kendaraan. Ken menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya lagi, begitu berulang-ulang selama beberapa kali. Ia berusaha untuk menjernihkan pikirannya, karena ia sudah membayangkan betapa nanti sarafnya akan menjadi kusut beberapa menit ke depan, tepatnya saat ia menginjakkan kakinya masuk ke dalam gedung itu.
Ken yakin, semua orang pasti akan jatuh hati dengan keindahan hari ini. Hari dimana dedaunan sudah berubah warna, dari hijau menjadi agak kuning, kemudian berubah coklat bercampur merah. Sungguh sebuah pemandangan yang memanjakan mata, sekaligus menyejukkan hati.
Ya semua orang, kecuali satu orang. Orang yang lebih memilih untuk tetap tinggal di musim dingin, ketika yang lain merindukan musim panas. Orang yang memilih membekukan hati dan jiwanya, orang yang tidak akan pernah sadar bahwa hidup harus terus berjalan, meskipun dipaksa untuk berhenti. Dan orang itu, tidak lain dan tidak bukan adalah Evander Arashi alias Evan- Kakaknya.
Evan akan lebih memilih untuk menyibukkan dirinya daripada menyadari apapun yang terjadi di sekelilingnya akhir-akhir ini, tepatnya di dua tahun terakhir ini.
Dia baru saja menyelesaikan proyek film terbarunya yang sukses besar di Amerika dan Eropa, bahkan Asia. Film yang kepopulerannya mungkin hampir menyamai kepopuleran Beauty and the Beast, sebab jumlah penontonnya yang hampir sama. Sebuah Film yang bisa dikatakan fenomenal karena Evan sendiri yang bertindak sebagai penulis skenario, sutradara, bahkan penulis soundtracknya.
Untung saja Tuhan selalu menyelipkan kekurangan di balik setiap kelebihan, agar manusia tidak menjadi sombong dan lupa diri. Di balik semua kelebihan yang dimiliki Evan, ada satu kekurangannya: Evan tidak bisa menyanyi. Suara Evan dan musik yang mengiringinya tidak bisa diajak bekerja sama, selalu kejar- mengejar, berusaha untuk saling mendahului satu sama lain. Andai saja Evan bisa menyanyi, pasti dia juga yang akan menyanyikan soundtrack filmnya. Hahaha.
Seolah masih belum cukup menenggelamkan dirinya dalam kesibukan, saat ini Evan juga sementara menggarap sebuah Film yang direncanakan akan melakukan syuting di Asia, khususnya di Indonesia Timur dan Korea Selatan.
Evan memang multi talent, di usianya yang baru 30-an, dia sudah mengukuhkan dirinya sebagai seseorang yang tidak bisa dipandang sebelah mata, khususnya dalam dunia perfilman. Film- filmnya selalu masuk nominasi di beberapa Movie Award, dan dua diantaranya mendapatkan penghargaan sebagai Best Movie Of The Year dan Favorite Movie By Vote. Evan juga meraih meraih penghargaan sebagai Best Scripter dan Favorite Director
***
Selain memang berbakat, kemampuan Evan juga tidak lepas dari latar belakang pendidikannya. Evan adalah lulusan USC- University of Southern California. Ia mendapatkan gelar Bachelor-nya di bidang film pada jurusan School of Cinematic Arts- SCA di Universitas yang untuk bisa menjadi mahasiswanya, harus membayar sekitar 75.000 USD sampai 90.000 USD. Jumlah yang fantastis memang! Namun fasilitas penunjang yang disediakan juga sepadan, seperti: IMAX Theatre dan Immersive Lab - Screening room dan Laboratorium yang mampu streaming hiburan kegiatan di seluruh dunia.
USC juga menempati peringkat teratas dunia dalam bidang perfilman, karena memiliki lulusan yang mampu berkibar di jagat film, sebut saja: George Lucas (Kreator Star Wars dan pendiri Lucas Film), Kevin Feige (Presiden dan produser Marvel Studios), Judd Apatow (Produser Girls), serta Ron Howard (Sutradara A beautiful Mind dan Trilogi The Da vinci Code), dan masih banyak lagi selusin nama lainnya yang sangat berpengaruh dalam dunia perfilman.
Apalagi para Alumni USC juga memiliki komunitas yang secara teratur mengadakan pertemuan, khusus untuk mementori para junior mereka yang baru akan melakukan debut pertamanya atau pun yang akan membuat film baru. Makanya tidak heran jika film Evan selalu bagus dan laku, karena mentornya adalah mereka yang bisa dibilang “Master” dalam dunia perfilman, mentor sekaligus juga para seniornya di kampus.
Selain handal di bidang perfilman, Evan juga piawai di bidang musik klasik. Ia lulus dengan predikat terbaik di Royal College Music di Inggris, yang merupakan satu diantara sepuluh sekolah musik terbaik di dunia. Itu sebabnya tidak heran jika Evan bisa memainkan alat musik klasik, khususnya piano dengan sangat bagus, dan juga menjadi pencipta lagu untuk semua Original Sound Track (OST) filmnya.
Setiap Premiere atau Tour semua film Evan, pasti selalu dibuka dengan permainan pianonya. Ia memainkan semua OST filmnya tersebut. Dan ketika ia perform, bisa dipastikan semua yang hadir disitu- khususnya para wanita, akan tersihir dengan skill permainan pianonya, maupun wajah tampannya. Hal itu jugalah yang mungkin menjadi salah satu penyebab mengapa film-film Evan selalu mencapai puluhan juta penonton, dan Evan diidolakan oleh banyak sekali wanita, dari remaja sampai orang dewasa.
Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, begitulah kenyataannya. Evan sangat popular, Evan sangat dipuja dan dicintai. Evander Arashi is one of the most popular and wonderful man in this generation, itulah yang selalu dikatakan media tentang Evan.
Dan seperti biasa, jika Evan menenggelamkan diri dalam kesibukannya, maka akan lebih mudah menghubungi para petinggi negara daripada menghubunginya.
Jika sudah berurusan dengan pekerjaan, maka Evan lebih dari tega untuk tidak menjawab telepon atau sekedar membalas pesan, walaupun itu dari keluarganya.
Sifat Evan inilah yang membuat Ken jengkel setengah mati pada kakaknya itu, makanya ia malas menuruti perintah Mami untuk menjenguk kakaknya. Ken bahkan lebih memilih untuk menjadi sukarelawan atau pekerja sosial yang tidak perlu dibayar ketimbang dia harus berurusan dengan kakaknya yang menurutnya sangat menyebalkan itu.

Komento sa Aklat (3)

  • avatar
    DeeZidane

    apa ini

    08/06/2022

      0
  • avatar
    HaeraniIntan

    Hai saya memenangkan uang Rp 800

    21/02/2022

      0
  • avatar
    Keyzzamalik

    bagus

    21/02/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata