logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Lelaki Tak Berguna itu Suamiku

"Bu Nurma, kalau gak kapok juga setelah ngalami kejadian kayak gini! Ingat, aku gak mau bantu jika sampai lahiran lagi nanti." Bu Bidan menggerutu sambil melindungi tubuh bayiku dengan kain sarung, usai dirawatnya sampai bersih dan memastikan bayiku baik-baik saja.
"Iya, Bu Bidan, aku minta maaf selalu ngrepoti."
Bu Bidan hanya menggelengkan kepalanya sambil membuang napas pendek mendengar jawabanku.
"Budhe, sini, bantu dulu." Wanita yang telah menolongku lima kali bersalin itu memanggil Budhe Risah.
Budhe yang sedang mengalihkan perhatian Ridho agar tak melihat tindakan medis Bu Bidan saat menanganiku, segera menghampiri. Bayi mungil itu pun berpindah dalam dekapan Budhe.
"Bayinya perempuan, aku gak sempat bawa apa-apa. Asal ambil saja sarung-sarung di rumahku untuk gantimu, satu lagi untuk bayinya." Budhe Risah berkata padaku, masih dengan nada kesal.
"Iya, makasih sekali, Budhe," kataku lemah.
"Sekarang sudah mules lagi belum, ayo kita keluarkan ari-arinya sekalian sambil nunggu mobil datang." Bu Bidan memberiku instruksi.
Detik-detik berikutnya rasa mules tak kunjung kurasa. Pandanganku mulai tak jelas, samar kulihat Budhe Risah menunjukkan pada Ridho rupa adek barunya yang elok.
"Adekmu mau dikasih nama siapa ini, Dho? Buat Budhe saja boleh, ya?" Masih kudengar kata-kata budhe sebelum mataku mulai terpejam.
Aku merasa tubuhku melemah, lunglai tak ada sisa tenaga lagi. Rasa mengantuk tak lagi tertahankan, namun napasku sesak.
"Bu Nurma, Bu! Ari-ari belum keluar, tetaplah jaga kesadaran." Suara Bu Bidan memekik.
"Piye iki, Budhe! (Gimana ini, Budhe!) Bu Nurma pendarahan lha wong lama benar ari-arinya gak keluar. Telepon Pakdhe suruh cepat mobilnya."
"Duh, ponselku ketinggalan. Tadi pakdhe sudah kukasih ancer-ancer ke sini seperti kata Ridho." Budhe Risah menjawab dengan gelisah, menunggu suaminya tak kunjung tiba.
Aku merasakan Bu Bidan memberikan suntikan untuk mengatasi keadaanku. Tak ingin tambah merepotkan, kukumpulkan sisa-sisa kesadaranku. Seraya membisikkan doa mohon diberi keselamatan, kutarik napas panjang.
"Mungkin Pakdhe lagi jemput Muis juga, Budhe." Bu Bidan menerka sambil terus memantau kondisiku.
"Ngapain Muis diajak, wong lanang ra kanggo gawe! (lelaki gak berguna!) Kesel aku sama si Muis itu! Weh, jangan dengerin Budhe, ya, Dho." Budhe Risah baru menyadari ada Ridho di dekatnya, pasti ia takut anakku itu paham maksud umpatannya tadi.
Rasa mules baru terasa saat tubuhku semakin lemas. Bu Bidan yang selalu siaga, membantu mengeluarkan ari-ariku dengan sigap.
Masih samar, terdengar olehku deru kendaraan mendekat. Sepertinya mobil suami Budhe Risah sudah tiba. Pakdhe biasanya mangkal di dekat balai desa, menunggu penumpang yang minta diantar pergi ke pasar kecamatan. Rupanya budhe sudah meminta lelaki yang baik itu untuk menyusul ke sini.
"Alhamdulillah sudah melahirkan. Piye, kabeh slamet? (gimana, semua selamat?)." Suara nyaring Pakdhe terdengar begitu khawatir.
"Alhamdulillah sehat semua, tapi kita harus cepat bawa Bu Nurma ke puskesmas." jelas Bu Bidan.
Tak berapa lama, kami semua sudah dalam perjalanan ke puskesmas agar aku bisa dirawat lebih memadai lagi.
Budhe dan pakdhe, mereka lah malaikat penolongku selama ini. Mungkin aku sudah tak akan sanggup bertahan hidup bersama Bang Muis jika tak ada mereka berdua yang menyayangiku dan anak-anak dengan tulus.
Pelepah pohon sawit menaungi jalan yang kami lewati, menambah temaramnya hari yang menjelang senja.
Kami tinggal di sebuah pemukiman transmigrasi yang padatnya sudah serupa sebuah desa karena semakin tahun semakin bertambah penduduknya, kebanyakan warganya berasal dari pulau jawa.
Mobil yang dikendarai Pakdhe berhenti di depan puskesmas pembantu dekat balai desa kala azan magrib berkumandang. Rasa syukur tak henti kulirihkan, meski kepahitan hidup masih menjadi takdirku namun orang-orang baik ada di sekelilingku.
Bang Muis tiba selepas magrib bersama Aisyah dalam gendongannya. Putri kelimaku yang masih berusia dua tahun itu tersenyum riang melihatku. Suamiku menatap dengan rona bahagia melihat bayi dalam gendongan Budhe Risah.
"Kukira kamu belum waktunya melahirkan, Nur. Anak kita laki-laki?" tanya suamiku.
"Perempuan lagi, cantik banget ini kayak mamaknya. Kamu itu lho, Is! Istri disuruh hamil terus tapi gak diperhatikan!" Budhe Risah yang masih menemaniku, menyahut pertanyaan Bang Muis sekaligus menegur kelalaiannya.
Raut bahagia di wajah Bang Muis memudar kala tahu anak yang kulahirkan perempuan. Ia memang menginginkan kehadiran anak lelaki lagi selain Ridho.
"Aku harus mengajar mengaji di TPQ, Budhe. Kalau gak ngajar kurang pendapatanku nanti."
"Makanya jangan kebanyakan anak! Wong buat makan saja sudah susah." Budhe melirik Bang Muis tajam.
"Budhe memang sudah nolong Nurma, tapi gak boleh ikut campur urusan rumah tanggaku begitu," ketus suamiku tak terima.
"Ooo, begitu? Yo wis! ( ya sudah!), ini anak istrimu urus saja sendiri." Budhe Risah menaruh bayi dalam gendongannya di sampingku, ia menatapku sedih lalu membalikkan badannya hendak meninggalkan kami.
"Budhe ...." Kupanggil ia lirih dengan suara parau menahan isak, entah bagaimana keadaanku tanpa Budhe disisiku saat aku masih lemah begini. Bahkan Ridho pun tadi dibawa pulang ke rumah mereka oleh Pakdhe.
Bang Muis mendekat padaku dengan tatapan gusar. "Aku yang akan mengurusmu."
Kupalingkan muka dari Bang Muis, tak lekas percaya dengan ucapannya tadi. Apalagi bayi yang kulahirkan perempuan, suamiku itu pasti akan setengah hati menerimanya.
"Sampai kiamat pun sepertinya susah kupercaya ucapanmu, Is! Tapi, kali ini aku harus tega membiarkan Nurma dalam perawatanmu. Awas kalau kamu sia-siakan baktinya padamu lagi." Budhe mengancam Bang Muis sebelum berlalu dari pandanganku.
Ingin kupanggil Budhe sekencang mungkin, meneriakkan nestapa yang kurasa karena rasa takut akan kehilangan perhatiannya usai berpamitan tadi.

Komento sa Aklat (19)

  • avatar
    Dedi Yanto

    terima kasih

    05/06

      1
  • avatar
    0392Mahesa

    bagus

    09/05

      1
  • avatar
    Heyyud Heyyud

    sangat lah keren

    14/04

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata