logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 2: Tester

"Ya, Tuhan. Lo tidur sama cowok nakal tau gak!?"
Kuberanikan diri menatap Mina, dan ya ... tidak ada penilaian di matanya. Namun, kelihatannya dia bahagia dan lega.
Aku heran dong. "Lo gak benci atau apa gitu karena gue cuek? Kamu gak marah sama si Handoko itu?"
Dia menyeringai dan beringsut di sebelah, lalu menepuk pipiku. "Lah ... emangnya kenapa? Ya gue kesel sih, kesel karena lo baru ngasih tau sekarang, tapi bodo amatlah. Lagian menurut gue, itu bukan salah lo. Handoko itu baik, lagian bukan dia yang kasih lo minuman. Gue gak khawatir. Setidaknya, gue tau pengalaman pertama lo gak buruk waktu ngelakuin itu sama dia. Gue yakin dia ngasih kamu pengalaman terbaik yang pernah ada," kata Mina sambil menggoyangkan alisnya.
Aku mendengkus. "Gue malah gak mau inget itu."
"Gue yakin saat itu luar biasa."
Aku tidak menjawab, tetapi serius: Bukan itu yang kuharapkan, Mina!
"Ya Tuhan. Gue tahu lo pengennya dihina-hina kan, Mel? Gak lah ... gue malah lega karena lo cerita. Gue kan sahabat, dan mau yang terbaik buat lo. Gue gak akan jauhin cuma gara-gara lo tidur sama Handoko. Gila sih kedengarannya, tapi Handoko masih lebih baik. Dengan reputasinya, dia bisa ngelindungin, jadi lo aman. Siapa tau nanti lo hamil, gue yakin dia bakal tanggung jawab!"
Seharusnya aku merasa lebih baik setelah apa yang Mina katakan, tetapi kok tidak? Sebaliknya, justru aku merasa lebih buruk. Rasanya perutku bergejolak karena gugup, membayangkan bakal ada masalah yang lebih besar datang. "Mina ...," ucapku dan terdiam. Kugigit bibir ini tapi tidak sampai keluar darah. Kutatap matanya, mungkin saja dia bisa melihat ketakutan di dalam diriku.
Dia seakan paham, lalu menarik napas dengan keras. "Oh tidak ...."
Kutelan seteguk udara, dan ikut menjatuhkan bom ketiga. "Benar, kayaknya gue hamil."
Saat bangun pagi, aku merasa pusing dan tiba-tiba mau muntah. Namun kuabaikan. Apakah mungkin karena belum makan tadi malam? Semoga saja bukan karena hamil. Namun saat pergi ke toko yang ada di luar kampus, aku melewati pajangan pembalut dan saat itulah, sadar ... bahwa belum datang bulan.
Seharusnya sih minggu lalu sudah menstruasi, tetapi kok sekarang tidak? Aku memang taksadar karena stres, apalagi banyaknya pekerjaan harus selesai sebelum wisuda mendatang. Baru sadar waktu merasa mual dan muntah pagi ini. Ditambah lagi ketika melihat kari ayam, aku merasa mual padahal biasa pesan di kantin.
Pikirku sih, Mina bakal panik. Karena setahuku, karakternya seperti itu. Namun yang membuatku heran, dia hanya tertegun sejenak saat aku mengaku, lalu melirik sedikit ke perutku yang tertutup bantal. Pasti dia sedang mencari Baby Bump.
Sikapnya tenang, tanpa mengucapkan sepatah kata pun-padahal aku terkejut-dia menarikku keluar dari asrama.
"Kita mau ke mana nih?" tanyaku saat kami sudah berada di tempat parkir. Dia tetap diam sampai kami berada di dalam mobil. Aku duduk di belakang, sedangkan dia mengemudi di depan.
"Ke suatu tempat," katanya.
"Mina, tepatnya kita mau ke mana?" Karena penasaran, aku tetap bertanya saat mobil mulai berjalan. Kepalaku bersandar pada bantalan.
"Udah deh, nanti juga kamu tau!" Dia melirik sedikit, lalu melihat kembali ke jalan, jari-jarinya mengetuk setir.
Aku pun menjadi sedikit gugup. Astaga! Sebenarnya apa sih rencana Mina? Jangan-jangan, dia akan membawaku ke tempat Handoko, lalu mengajaknya berkelahi. Walau bukan sepasang teman, tetapi mereka saling mengenal, karena pacar Mina itu adalah salah satu dari temannya. Ya Tuhan ... apakah Mina mau bilang bahwa aku hamil?
Hadeh ....
"Di sini." Mina menghentikan mobil, setelah menemukan tempat yang bagus di tempat parkir mal. Aku heran dan bingung. Bukankah ini tempat terakhir yang kuharapkan untuk dikunjungi?
Kami turun dari mobil.
"Lo serius, Mina? Mau belanja?"
"Siapa bilang kita mau belanja?"
Aku memutar mata dan menyamai kecepatannya. Aku takbisa memikirkan alasan, mengapa setelah pengakuanku, kami langsung pergi ke mal. Mungkin ini sebuah cara untuk mengalihkan perhatia, dan ya, itu efektif.
Meskipun, itu tidak berlangsung lama.
Tiba-tiba jantungku berdetak lebih cepat, saat menyadari alasan kenapa Mina menyeretku ke sini. Bukan untuk berbelanja, tetapi membeli sesuatu. Sesuatu yang akan menutup ketakutanku sepanjang hari.
Bibir kugigit, dan aku tidak bergerak dari tempatku berdiri. Hanya melihat label toko-Farmasi-dan aku berhenti.
"Kita beli Test-Pack, Amelia!" katanya. Dia memanggil nama lengkap, seperti tanda bahwa dia serius, berharap aku tidak keberatan. "Kita harus memastikan!"
Ya Tuhan ....
Sungguh tak pernah terbayangkan, bahwa kami akan membeli tester kehamilan pada usia dua puluh. Mirisnya, itu bersamaan dengan hilangnya keperawanan. Padahal, episode ini diharapkan bakal terjadi di masa depan, yaitu bertahun-tahun dari sekarang. Memiliki karir yang stabil sebagai arsitek lanskap, lalu menikah dengan bahagia. Bukan malah kejadian ini! Namun, sang takdir memang memiliki selera yang buruk. Yah ... terkadang, hal-hal tidak berjalan, sesuai apa yang kita rencanakan..
"Aduh ... gue malu, Min. Iiiiiih ...."
"Amelia ...." Mina menghela dengan berat. "Sekali lagi lo nanya, gue bersumpah bakal ...." Kata-katanya terpotong, hahaha.
Sepertinya Mina sudah taktahan bersamaku, hilang kesabaran. Mungkin karena aku bertanya hampir ratusan kali. Kami sudah pergi ke mal selama tiga puluh menit, tetapi masih belum masuk apotek.
"Dengar, Mel. Kita gak boleh ngulur-ngulur waktu lagi, oke? Kita harus tau secepatnya!"
"Gue takut, Min, hiks ...."
"Ya emang! Tapi tenang aja, apa pun hasilnya nanti, gue tetep temenin lo."
Aku hanya bisa menghela dalam. Yah ... Mina benar. Walau terus menunda-nunda, pada akhirnya pasti tetap tahu juga. Nah, memang sebaiknya harus tahu sedini mungkin! "Okelah ... gue siap!"
"Nah, gitu dong!" Mina menyeringai. Dia melingkarkan tangan di tanganku, lalu membimbing ke apotek.
Ada banyak sekali pembeli. Duh ... membuat gugup saja! Bagaimana kalau orang tahu, bahwa kami sedang membeli tester kehamilan? Apalagi jika mereka tahu, kami seorang mahasiswa yang baru saja lulus, dua minggu yang lalu.
"Tenang, Mel. Gue bakal urus masalah ini," bisik Mina. Kami pun berbaris di konter. Aku percaya, dia tahu apa yang harus dilakukan.
Ketika kami berada di urutan ketiga, dia mengambil ponsel lalu tiba-tiba menempelkannya ke telingaku. Aku melongo, tidak tahu apa yang direncanakannya.
Ternyata, baru 'ku mengerti setelah dia mulai 'berbicara' ke telepon. Bahkan sengaja meninggikan suara, hingga menarik perhatian pelanggan lain dan kasir.
"Astaga, Atien! Bisa gak sih kamu tenang!? Iya gue tahu, gue tahu. Gue ... tahu ...." ucapnya pada Atien-seorang tokoh hayalan yang sedang kami panggil.

Komento sa Aklat (100)

  • avatar
    Rizal AkbarMuhammad

    bagus novelnya

    7d

      0
  • avatar
    Alzh Rni

    mantapp lahh cerita nya

    10d

      0
  • avatar
    Pri Agustin Wojayanti

    iya

    24/07/2023

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata