logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

RESTU AYAH

Part 7
Sorenya, setelah Adiba merasa tubuhnya sudah lebih baik dan tidak demam lagi, Adiba terus saja merengek kepada Devan, ia ingin segera pulang ke rumah Bunda Ririn.
Segala cara Adiba lakukan agar Devan mau menuruti keinginannya untuk mengantarkannya pulang ke rumah bunda, ia benar-benar merindukan keluarganya dan juga sangat merindukan kamarnya yang sejak kemarin ia tinggalkan.
“Devan, ayo kita pulang!” rengek Adiba.
“Memangnya, kamu sudah sembuh?” tanya Devan menatap Adiba.
Adiba mengangguk dan memohon pada Devan agar membolehkan ia pulang. Padahal Devan hanya ingin Adiba istirahat dulu di hotel setidaknya sampai besok pagi, sampai keadaannya sudah membaik dan tubuhnya sudah sehat lagi.
Sekarang saja, wajahnya masih terlihat pucat, Devan hanya tidak mau jika orang tua Adiba merasa cemas dan merasa bersalah dengan keadaan Adiba yang sakit seperti ini.
“Aku sudah sembuh, Van! Coba kamu pegang keningku, sudah enggak demam lagi 'kan?” Adiba menarik tangan Devan agar ia memegang keningnya.
“Sudah enggak demam, sih! Tapi, muka kamu masih pucet banget, Adiba!” Devan menatap dan menelusuri wajah Adiba yang terlihat pucat.
Adiba mengembuskan napasnya, ia kesal pada suaminya itu karena tidak mau menuruti keinginannya, padahal ia hanya ingin pulang.
“Enggak, Devan, wajahku enggak pucat, ini cuma efek lampu aja, makanya terlihat pucat!" jelas Adiba.
"Kamu masih pucat, Adiba!" Devan pergi meninggalkan Adiba menuju kamar mandi.
Adiba mengikuti Devan, ia terus saja merengek agar Devan mau menuruti keinginannya.
"Aku pengen pulang, aku bosen di sini, Devan!” rengek Adiba memohon.
Devan menghentikan langkahnya dan menatap istrinya yang sedari tadi merengek meminta diantarkan pulang, membuatnya merasa tidak tega padanya.
“Oke! Kita pulang ke rumah bunda,” putus Devan.
“Yes! Makasih, Devan!” Adiba meloncat kegirangan, lalu ia memeluk Devan.
Adiba melepaskan pelukannya, ia benar-benar tidak sadar telah memeluk Devan, ia hanya merasa senang karena Devan menuruti keinginannya.
~~~
Diperjalanan pulang ke rumah bunda, hanya keheningan yang menyelimuti mereka berdua, tidak ada satupun yang mau membuka pembicaraan, keduanya masih merasa bingung dan canggung harus bicara apa.
Sejak kejadian Adiba yang memeluk Devan, ia tidak berani menatap suaminya itu, bahkan dari tadi ia selalu menghindarinya.
Tingg....
Terdengar suara notif ponsel Adiba berbunyi, menandakan ada satu pesan masuk. Adiba mengambil ponselnya yang ia letakan di atas dashboard, Devan melirik sekilas pada Adiba yang sedang fokus membuka ponselnya.
“Pesan dari siapa?” tanya Devan.
“Dari bunda,” jawab Adiba, ia masih fokus pada ponselnya.
Jemari Adiba dengan lincah mengetik pesan di aplikasi berwarna hijau itu, sesekali ia tersenyum ketika membaca pesan di ponselnya.
“Bunda bilang apa? ” tanya Devan lagi, membuat Adiba menoleh.
“Bunda nanya, kita jadi pulang atau enggak,” jelas Adiba dan Devan hanya mengangguk.
Adiba masih memainkan ponselnya, tapi kali ini ia sedang berselancar di sosial media, bahkan ia sampai melupakan Devan yang berada di sampingnya. Setelah merasa bosan dengan ponselnya, ia menoleh pada suaminya yang masih fokus mengendarai mobil.
"Devan!" panggil Adiba.
"Ada apa?" Devan masih fokus mengendarai mobilnya.
Ada satu hal yang ingin Adiba tanyakan pada suaminya, pertanyaan yang sejak kemarin sangat mengganggu pikirannya.
“Bunda sama ayah tau tentang semua ini enggak? Alasan kenapa Riza enggak jadi menikahiku?” tanya Adiba, membuat Devan menoleh pada istrinya itu.
Devan menghela napasnya, sebenarnya ia sudah tidak ingin membahas tentang Riza, karena ia tidak ingin melihat Adiba sedih karena mengingat kejadian itu lagi.
“Mereka tau semuanya,” papar Devan.
"Terus, tanggapan mereka gimana?" tanya Adiba lagi.
Devan melirik Adiba sekilas, lalu tersenyum manis pada istrinya itu, bahkan Adiba hampir terpesona pada suaminya ini, baru kali ini Adiba melihat Devan tersenyum semanis itu.
“Awalnya, bunda sama ayah marah, mereka merasa kalau Bang Riza hanya mempermainkan kamu saja. Tapi, setelah Papa Andi menjelaskan semuanya, mereka bisa mengerti dan mau melanjutkan pernikahan ini. Pernikahan kamu dan aku,” jelas Devan.
Adiba jadi merasa bersalah pada orang tuanya, kemarin ia sangat marah pada ayah dan bundanya, tapi setelah ia tau yang sebenarnya, ia merasa menyesal.
“Kenapa enggak ada yang ngasih tau aku tentang masalah ini? Kenapa aku harus taunya setelah ijab kabul?” tanya Adiba.
“Tadinya, aku mau memberitahu kamu malamnya sebelum kita menikah, tapi ayah memintaku agar memberitahu kamu setelah kita sudah sah menjadi suami istri,” jelas Devan.
Adiba mengatupkan bibirnya, dia kesal karena dia tidak diberitahu sebelumnya, seandainya saja dia tahu lebih awal, pasti semuanya tidak akan jadi seperti ini.
“Apa bunda sama ayah langsung setuju, ketika tau kamu yang akan menikahiku?” tanya Adiba penasaran.
“Iya, mereka langsung setuju aku menikah denganmu,” Devan melirik Adiba sekilas.
“Kok bisa, mereka langsung setuju begitu saja?” tanya Adiba menyernyitkan dahinya.
Ketika dulu Adiba membawa Riza kerumahnya lalu memperkenalkan Riza sebagai calon suaminya, ayahnya tidak langsung setuju begitu saja, bahkan ayahnya mengajukan beberapa pertanyaan kepada Riza, sama percis seperti bos yang sedang menginterview orang yang sedang melamar kerja. Tapi, kenapa Devan bisa semudah itu dan langsung disetujui oleh ayah dengan cepat.
“Mungkin, karena aku tampan! Makanya ayah langsung setuju aku nikah sama kamu,” jawab Devan dengan percaya diri, membuat Adiba berdecak kesal.
“Ish, jadi cowok percaya diri sekali, dasar anak kecil aneh!” cibir Adiba sembari memalingkan wajahnya ke luar jendela.
“Apa kamu bilang? Aneh?” Devan menghentikan mobilnya secara tiba-tiba, membuat Adiba tersentak.
“Devan! Bisa bawa mobil enggak, sih? Sakit tau kepalaku kepentok dashboard!” pekik Adiba.
Adiba, meringis sambil mengusap-ngusap dahinya yang sedikit memar, Devan memang menyebalkan, selalu membuat Adiba kesal.
“Kamu bilang aku aneh!” ujar Devan dengan tatapan yang tajam.
“Enggak kok! Aku enggak bilang kamu aneh, kamu salah dengar, Devan!” Adiba menelan silvananya.
Devan menoleh pada Adiba yang berada di sampingnya, menatap dengan kilat mata yang tajam.
“Tadi, kamu bilang aku anak kecil, aneh juga!” ulang Devan.
“Kamu salah denger, Van! Tadi itu, aku bilang ada anak kecil di jalan lagi joget-joget sambil tertawa sendiri, makanya aku bilang aneh!” tukas Adiba.
Devan memang masih kesal pada istrinya itu, ia tau kalau Adiba berbohong padanya, tapi ia berpura-pura percaya padanya, ia tidak tega melihat istrinya merasa ketakutan seperti itu.
Devan melajukan kembali mobilnya dan fokus pada jalan yang ada di depannya, Adiba yang melihat Devan tidak lagi bertanya, lali ia mengembuskan napasnya, ia merasa lega karena Devan tidak marah padanya.
"Jangan pernah bilang aku anak kecil lagi, Adiba! Kalau tidak, aku akan membuat kamu mempunyai anak kecil," pungkas Devan, membuat Adiba membulatkan matanya.
***

Komento sa Aklat (106)

  • avatar
    Samuel Jamrud

    mantap

    5d

      0
  • avatar
    Rinakurniahapsari

    bagus....

    28/08/2023

      0
  • avatar
    AlmaNeng

    sangat menyenangkan

    13/07/2023

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata