logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

SALAH NIKAH

Part 6
“Kamu tau tidak, dulu aku sempat kesal sama kamu, waktu itu kamu ngerjain aku di rumah kamu," ujar Adiba mengingat kejadian ketika Devan mengerjainya.
"Kenapa kesal padaku, Aku 'kan hanya menjalankan perintah Bang Riza," Devan mengatupkan bibirnya.
Devan memang pernah mengerjai Adiba sampai dia menangis histeris, sebenarnya ia sudah menolak permintaan Riza, tapi karena abangnya itu terus saja memaksanya, mau tidak mau ia harus melakukannya.
Flasback....
"Mbak Diba, ditunggu Bang Riza di taman belakang," ujar Devan.
"Kenapa harus di sana? Memangnya tidak ada tempat lain selain di sana ya?" tanya Adiba.
Di taman belakang rumah Riza itu terdapat gudang penyimpanan barang-barang sudah yang tidak terpakai, Adiba tidak suka itu, karena sewaktu kecil ia pernah terkunci di dalam gudang sekolah dan itu membuat ia trauma bila mendengar kata gudang.
"Mbak tenang saja, di sana ada Bang Riza. Jadi, Mbak pasti baik-baik saja." jelas Devan.
"Enggak mau!" tolak Adiba.
Devan tidak tau harus dengan cara apa membujuk Adiba agar dia mau menurutinya, sepertinya abangnya itu salah karena harus memaksa Adiba.
"Gimana kalau saya temani Mbak Diba ke sana?" saran Devan.
Adiba mencoba memikirkan tawaran Devan, setidaknya jika terjadi sesuatu padanya, ada Devan yang akan menolongnya.
"Baiklah, kalau kamu mau menemaniku, Aku mau!" putus Adiba.
"Ayok, kita ke sana sekarang! Pasti abang sudah menunggu lama," ajak Devan.
Adiba dan Devan berjalan beriringan menuju taman belakang, sampai di taman Adiba menelusuri pandangannya, mencari sosok laki-laki yang katanya akan memberinya kejutan.
"Di mana Mas Riza?" tanya Adiba.
"Itu, di sana!" Devan menunjuk sebuah pintu berwarna coklat yang tertutup rapat.
Adiba berjalan perlahan menghampiri pintu yang tadi ditunjuk oleh Devan, hingga tiba di depan pintu, ia menoleh pada Devan yang masih berada di belakangnya.
"Ayok, Mbak, masuk!" perintah Devan.
Adiba membuka knop pintu yang ada di depannya dengan sangat hati-hati, ia masih ragu untuk masuk ke dalam gudang itu, tapi ia tetap memberanikan diri untuk masuk ke dalam.
'Tenang, Diba, ada Devan yang akan menolongmu jika terjadi sesuatu di dalam,' gumam Adiba.
Baru saja satu langkah Adiba masuk ke dalam, tiba-tiba ada sebuah benda melayang menghampirinya, tanpa berpikir dan melihatnya, Adiba langsung berbalik dan berlari keluar dari gudang itu, Devan yang melihat Adiba berlari ikut berlari menghampirinya dan Adiba langsung berhambur memeluk Devan.
" Hiks...Hiks...! Aku takut, Devan! Aku takut!" Adiba menangis di pelukan Devan.
"Tenang, Mbak! Saya ada di sini," Devan mencoba menenangkan Adiba.
Devan membalas pelukan Adiba, entah kenapa ia merasa nyaman dengan posisi seperti ini. Begitu juga dengan Adiba, ia merasakan hal yang sama, ia merasa tenang dan nyaman dengan sentuhan Devan yang mengusap-usap punggungnya.
"Ehemm!" Riza berdehem, membuat Adiba dan Devan langsung melepaskan pelukannya.
Flasback off....
"Sekarang Mbak masih kesel sama aku?" tanya Devan.
"Sedikit," jawab Adiba lalu ia tersenyum.
Devan terdiam, ia menatap wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya, sejak dulu Devan selalu merasa bersalah pada Adiba, apalagi setelah kejadian itu Adiba langsung pergi dan dia juga selalu menghindar bila bertemu dengannya. Sekarang Devan juga telah menghancurkan impian Adiba, karena telah menikahi Adiba. Tapi, kalau dia tidak menikahi Adiba, dia tidak sanggup melihat Adiba merasakan sakit dan kecewa hanya seorang diri.
"Harusnya aku itu jadi ipar kamu ya, Adiba! Tapi, Aku malah jadi suami kamu,” Devan tersenyum menatap Adiba.
"Iya! Sepertinya kita salah nikah deh, Van!" celetuk Adiba sembari terkekeh.
Mereka berdua sama-sama tertawa mengingat apa yang sudah terjadi pada mereka berdua, keduanya masih tidak percaya, kalau mereka sudah menikah dan menjadi sepasang suami istri.
~~~
Suara televisi samar-samar terdengar di telinga Adiba, ia baru saja membuka matanya setelah tadi Devan terus saja memaksanya agar tidur dan istirahat.
Adiba menghampiri Devan yang sedang menonton televisi, lalu ia ikut bergabung duduk di samping suaminya itu.
"Sudah bangun, Diba?" tanya Devan ketika melihat Adiba ada di depannya.
"Sudah," sahut Adiba.
Devan kembali fokus melihat pertandingan sepak bola di televisi, ia bahkan tidak mengatakan apa-apa lagi pada Adiba.
"Devan, setelah ini kita tinggal di mana?" Adiba menoleh pada Devan.
Devan masih tidak menghiraukan Adiba sama sekali, ia bahkan pura-pura tidak mendengar apa yang istrinya katakan.
“Devan, kamu dengerin aku ngomong enggak, sih?” pekik Adiba kesal, ia memukul tangan Devan dan sukses membuat Devan menoleh padanya.
“Kamu kok mukul aku sih? Sakit tau, Adiba!” ujar Devan pura-pura merajuk.
Devan memang sengaja ingin membuat Adiba kesal, dia terlihat sangat manis jika cemberut dan marah karena kesal kepadanya.
“Lebay banget deh! Aku itu mukul kamu pelan, masa gitu aja kamu sakit, sih?” tutur Adiba kesal, “dasar manja!” sindir Adiba.
Devan menatap tajam istrinya, ia tidak suka dengan ucapan Adiba yang mengatakan dirinya manja, padahal ia sudah dewasa.
“Apa? Manja kamu bilang?” Devan tidak terima.
“Iya! Kamu manja? Kamu 'kan masih anak kecil dan juga manja,” ledek Adiba menjulurkan lidahnya, lalu ia berlari menghindari Devan yang sudah terlihat kesal karena ucapannya itu.
Devan yang tidak terima dengan apa yang Adiba katakan, mencoba menghentikan Adiba. Namun, Adiba terus saja menghindarinya.
Setelah merasa lelah, Adiba menghentikan langkahnya, kini ia tidak bisa lagi menghindari Devan, karena posisinya yang sudah terpojok di sisi ranjang.
"Stop, Devan! Aku menyerah," pinta Adiba.
Devan tidak menghiraukan Adiba yang memintanya berhenti, ia semakin mendekati Adiba, menatap Adiba dengan tatapan yang sangat tajam dan dengan jarak yang semakin dekat dan itu membuat ia merasa gugup.
“Kamu bilang aku manja, iya?” tanya Devan mendekati Adiba dengan senyum yang sulit diartikan.
Adiba melangkah mundur untuk menghindari Devan, tapi Devan semakin melangkah maju mendekati Adiba.
“Masih anak kecil, iya?” tanya Devan lagi.
Devan semakin mendekati Adiba dan kini jarak mereka sudah semakin dekat.
“De--Devan! Kamu mau apa?” tanya Adiba gugup, masih mencoba menghindari Devan.
“Aku mau kamu tau sesuatu," lirih Devan, semakin mendekati Adiba, "yang kamu bilang anak kecil dan manja ini, bisa kasih kamu anak kecil juga, Adiba!” bisik Devan tepat di telinga Adiba.
Adiba melebarkan matanya, ia benar-benar terkejut dengan ucapan Devan barusan.
Hiks… Hiks…
Terdengar suara Adiba menangis, membuat Devan menghentikan ulahnya itu.
“Maaf!” pinta Devan.
“Aku yang harusnya minta maaf, Devan! Maaf, aku belum bisa menerima kamu sepenuhnya jadi suamiku,” jelas Adiba dengan air mata yang masih mengalir di pipinya.
Mendengar ucapan Adiba yang belum bisa menerima kehadirannya, membuat Devan merasa perih.
'Aku akan berusaha supaya kamu bisa menerimaku sebagai suamimu Adiba, aku juga akan membuat kamu selalu bahagia hidup bersamaku' gumam Devan.
***

Komento sa Aklat (106)

  • avatar
    Samuel Jamrud

    mantap

    5d

      0
  • avatar
    Rinakurniahapsari

    bagus....

    28/08/2023

      0
  • avatar
    AlmaNeng

    sangat menyenangkan

    13/07/2023

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata