logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Heart Racing

Heart Racing

Ehnno


1. Engine On

“I Love Rock and Roll…” Adin bernyayi, berteriak teriak di kamar atasnya seperti seorang penyanyi yang sedang konser tunggal. Suaranya berusaha menyaingi vokal penyayi lawas Joan Jet yang padahal sama sekali tidak mirip. Badannya yang masih setengah basah dikeringkan handuk sambil bergoyang-goyang mengikuti irama. Sore ini dia sedang bersiap-siap untuk keluar rumah. Menjalankan rencananya seperti biasa.
Setelah selesai dandan yang menurutnya cantik, ia turun ke bawah dan langsung menemui ibundanya yang sedang sibuk masak.
“Ma, Adin ke kosan Dita dulu ya, mau ngerjain tugas.” ucap Adin manis.
“O… ya sudah. Hati-hati ya sayang. Pulangnya jangan terlalu malam” ucap sang mama yang lembut.
“Iya, 'ntar kalo udah malem tapi tugasnya belum beres, Adin nginep di kosan Dita aja ya mah…” jawab Adin sambil nyelonong setelah mencium tangan mamahnya. Sang mamah pun hanya bisa tersenyum melihat tingkah putri satu-satunya itu.
Adin yang melesatkan mobilnya dengan segera sampai di kosan Dita. Setengah jam perjalanan seperti tidak terasa. Terlihat pukul 17.40 di jam tangan digitalnya.
Tok ... tok ... tok …
“Dit, Dita …” Adin mengetuk pintu kosan.
“Eh, udah dateng, Din? Cepet banget?” jawab Dita dengan tenang.
“Iya donk! Lo kayak ngga tau gue aja kalo nyetir! Mana tugas Pak Sis, Dit?”
Adin yang sudah siap buat kerja kelompok, alias nyontek sama Dita, langsung menyalin lima lembar folio full tulisan tangan itu dengan serius. Pak Sis memang selalu memeberikan tugas dalam bentuk tulisan tangan. Bukan karena ketinggalan zaman, tapi supaya tidak terlalu mudah di copy paste katanya. Sebenarnya tugas itu adalah tugas kelompok. Satu kelompok berjumlah dua orang. Tapi, sayangnya Adin hanya mencalonkan diri sebagai penggembira di kelompoknya. Pukul delapan kurang sepuluh menit Adin membereskan contekannya.
“Puih!! Akhirnya beres juga nih tulisan. Oiya, laporan menejemen akuntansi udah belom, Dit?” tanya Adin yang baru saja merampungkan contekannya itu.
“Udah! Lo mau minjem, kan? Nggak usah basa basi gitu deh …”
“He ... he ... he … tau aja lo, lo kan temen gue yang paling baik, Dit!” jawab Adin dengan gaya mesam mesem nggak jelas.
“Nih, tapi lo edit dulu ya! Jangan sama banget!” ucap Dita sambil memberikan flash disknya.
“Siiiip…!”
“Ya udah thanks banget ya, Dit, atas semuanya. Sekarang gue cabut dulu. Biasa…” kata Adin.
“Lo mau keluar sama anak-anak nggak jelas itu lagi?”
“Ye… siapa bilang nggak jelas. Mereka itu jelas tau! buktinya, gue tau rumahnya, namanya, sampe nama piaraannya gue juga tau! Jadi, apanya yang nggak jelas…” bantah Adin.
“Terserah lah lo mau bilang apa, buat gue orang-orang yang kerjanya keluar malem tuh ya nggak jelas!” Dita mempertegas pendapatnya.
“Berarti, gue juga ngga jelas donk…?” ucap Adin dengan nada menantang.
“Ye… kalo bukan gara-gara Gilang, gue juga ngga mau ngebantuin lo, Din…”
“Tapi lo suka kan…? ” tantang Adin penuh kemenangan.
“Ya udah, gue pergi dulu! Ntar kalo nyokap telepon, biasa ya, Dit. Bye!”
Adin keluar kamar dan langsung masuk ke dalam mobil. Seperti malam-malam minggu biasanya. Adin berkumpul dengan teman-teman satu club mobilnya.
***
Adina Sagita nama panjangnya. Biasa dipanggil Adin. Rambutnya pendek seleher, style nya yang cuek dan cenderung ngejeans ini selalu terlihat berbeda dari anak kuliahan seumurannya. Cewek tomboy yang kuliah semester dua jurusan Menejemen salah satu universitas swasta ternama di Jakarta ini sebenarnya cukup beruntung karena hidupnya selalu dipenuhi oleh fasilitas.
Putri tunggal seorang pengusaha kayu sukses. Namun, sayangnya justru dirinya sendiri sama sekali tidak pernah merasa bahwa ia beruntung. Adin malah merasa dia adalah anak paling malang. Orang tua yang kaya raya membuatya merasa kesepian apalagi dengan status anak tunggalnya itu.
Ayahnya terlalu sibuk dan sepertinya sama sekali tidak peduli dengan urusan rumah. Tak jarang Adin mendengar bahkan melihat langsung pertengkaran diantara orang tua mereka. Makanya, Adin sama sekali tidak betah tinggal lama-lama di rumah yang kata sebagian orang seperti istana itu. Suntuk katanya.
Andita atau biasa dipanggil Dita, cewek berkacamata, satu-satunya sahabat Adin yang asli Solo adalah satu-satunya juga cewek yang paling nyambung sama Adin. Pribadi dan gaya tomboy Adin membuatnya tidak mudah dekat dengan orang. Ditalah yang selama ini selalu menjadi teman cerita Adin. Dita yang selalu menolong Adin dalam urusan pelajaran, dan sebagai salah satu imbalannya Adin selalu berusaha mendekatkan Dita dengan Gilang alias jadi mak comblang.
Cowok tinggi, botak yang katanya jadi idola cewek-cewek sejurusannya itu.
Sebenarnya Dita bisa dikatakan tidak berstatus jomblo lagi, ia sudah punya pacar di kota asalnya, Solo. Tapi terlalu menyakitkan buatnya untuk selalu mengingat laki-laki itu, Yudi namanya. Dua tahun lebih tua dari Dita. Tidak ada yang salah dengan Yudi. Dia baik, belum pernah ketahuan selingkuh, tapi selalu menghilang. Sepertinya terlalu sibuk dengan kuliah dan teman-temannya. Sama sekali tidak punya waktu untuk Dita. Handphonenya yang jarang aktif membuat hubungan jarak jauh itu semaki mengambang.
Menurut pengakuannya pada Adin sebenarnya Dita masih sayang sama Yudi. Yudi berubah semenjak awal kuliahnya. Hubungan yang sudah hampir tiga tahun itu sekarang hambar.
Perkenalan Adin dengan Gilang tidak terlalu istimewa. Berawal saat pertama kali masuk kampus. Mungkin karena gaya Adin yang sedikit berbeda dengan cewek feminim lainnya membuat Gilang memulai kata-kata “Mmh, boleh kenalan ngga?”. Sampai sekarang mereka pun masih berteman baik. Tapi, untungnya Gilang tidak membuat Adin terpesona sama sekali. “Bukan tipe gue…!” jawabnya singkat jika ada yang bertanya kenapa pertemanan mereka tidak berlanjut.
Padahal mungkin Adin tidak pernah tahu laki-laki seperti apakah yang menjadi tipenya.
Adin benci laki-laki. Jika kata hatinya boleh jujur ia pasti sudah bilang seperti itu pada semua laki-laki yang ada. Ayah yang menurutnya selalu menyakiti ibundanya membuat Adin tidak simpatik pada laki-laki. Ada rasa benci dan ketakutan yang terlalu di hatinya. Ia takut disakiti seperti ibundanya yang selalu ditinggal ayahnya. Benci karena menurutnya semua laki-laki itu sama bajingannya.
Tapi, tanpa disadari justru sikap itulah yang membuatnya menarik. Hobi balap liarnya membuatnya semakin terlihat kuat, cuek padahal di sudut terdalam hatinya ia sangat merindukan sebuah kehangatan. Kasih sayang yang tidak pernah dirasakannya semenjak kecil.
Ibunya yang terlalu mencintai ayahnya membuatnya semakin muak dan mengganggapnya bodoh.
Kenapa banyak cewek yang mengatas namakan sayang hanya untuk terus berada diatas penderitaan yang disebabkan oleh laki-laki. Walaupun ia tahu, ibundanyalah yang selama ini paling menyayanginya. Namun, karena kelemah lembutan itulah, entah sudah berapa kali Adin membohongi sang mama tercintanya itu.

Komento sa Aklat (59)

  • avatar
    A******a@gmail.com

    BAPERRREEUUUU AAAAA BAGUS POKOKNYA LAGI NUNGGU CHAPTER SELANJUTNYA

    09/03/2022

      5
  • avatar
    Yunita Maria

    goddd

    06/11/2022

      0
  • avatar
    Chaw Pqt

    nice

    23/06/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata