logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Marah

Tabuh dipukul diiringi suara azan. Fauzan dibangunkan untuk segera mandi. Anak itu berjalan ogah-ogahan keluar kamar. Udara masih terasa dingin, hari masih gelap di pandangan mata. Fauzan berjalan keluar rumah menuju jamban sambil membawa handuk di pundaknya.
"Cepat mandi, biar segar!" teriak Ningrum dari ambang pintu dapur. Matanya tak lepas menatap sosok Fauzan.
"Jangan main air, jangan ngelamun. Cepat mandi!" titahnya lagi setelah melihat anaknya memasuki bilik jamban.
Gemericik suara air terdengar keluar jamban. Ningrum bergegas masuk kembali ke dapur. Ia yakin kalau anaknya sudah mandi. Tak lama kemudian, pintu diketuk. Ningrum segera berdiri dan berjalan menuju pintu.
"Assalamu'alaikum!" seru suara berat.
Ningrum menjawab salam sambil membuka pintu.
"Ada apa, Pak?" tanya Ningrum saat tahu yang mengetuk pintu adalah Kono.
"Kebetulan saya baru pulang, sekalian mampir ke sini." Kono menyerahkan bingkisan kantong plastik hitam. Ningrum mengambilnya dengan segan. "Itu sayuran, ada daging ayam juga. Dimasak, untuk Fauzan dan kamu," ucap Kono.
"Saya nggak nitip, kan, Pak? Semuanya berapa harganya, biar saya ganti."
"Tidak usah, Rum. Itu aku ikhlas memberikan untuk kalian. Untuk ibu saya juga ada, nih!" Kono menunjukan tas ransel yang digendongnya. "Saya pamit, Rum." Kono pun mulai memutar langkah.
"Eh kok langsung pulang, minum dulu atuh!" ucap Ningrum basa-basi.
"Lain kali, Rum. Assalamu'alaikum!" Kono pun pergi.
"Wa'alaikum salam." Ningrum terpaku di ambang pintu, menatap punggung Kono yang menjauh. Ia menghela napas panjang. Lalu kembali masuk dan menutup pintu dapur.
Tanpa Ningrum sadari, Fauzan yang sudah selesai mandi. Diam berdiri di jamban dengan handuk melilit di pinggangnya. Napasnya tersengal menahan rasa tidak suka.
Mengapa sosok yang tidak ingin dilihatnya itu sering menampakan diri? Fauzan mengepalkan tangan kecilnya dan mengeraskan rahangnya menahan kesal.
Ia kesal karena takut. Takut ibunya berpaling dari ayahnya. Takut bahwa Kono yang digadang-gadang akan menjadi pengganti ayahnya itu menjadi kenyataan.
Fauzan mengehal napas panjang. Ia membasuh wajahnya kembali, memudarkan air mata yang sudah membasahi pipinya. Namun, mata yang memerah tak bisa membohongi. Lalu, Fauzan mengambil air wudhu lagi. Barulah ia keluar dari jamban.
"Kirain siapa di jamban," gerutu Karvo. "Kalau tahu itu kamu, aku akan masuk."
"Mana boleh mandi bareng, bisa-bisa bilik jamban roboh," ucap Fauzan diakhiri tawa kecil.
"Nanti berangkat sekolah, tungguin ya!" ucap Karvo.
"Iya!" seru Fauzan yang sudah berdiri di depan pintu dapur.
Ia membuka pintu dapur, lalu berjalan menuju kamar tanpa menoleh ke arah Ningrum yang berkutat di depan tungku.
Aroma bumbu yang sedang ditumis membuat Fauzan merasa lapar. Namun, ia enggan untuk sarapan saat tahu siapa si pemberi lauk pauk itu.
Selesai shalat dan memakai seragam. Fauzan merapikan buku sesuai jadwal pelajaran hari ini. Ia juga tidak lupa melipat baju olahraga dan memasukkannya ke dalam tas.
Matahari yang masih malau-malu untuk menampakan diri. Hanya pucuk-pucuk pohon yang tinggi mendapatkan sinarnya. Fauzan bergerak keluar kamar, berjalan menuju rak sepatu dan membukakan pintu rumah.
Ningrum sudah selesai mencuci baju, ia sedang menjemurnya di kawat jemuran. Saat tahu anaknya sudah duduk di ambang pintu, ia menoleh ke arah Fauzan.
"Sudah makan?"
Fauzan terdiam, tangan kecilnya sibuk mengikat tali sepatu.
"Makan dulu, katanya hari ini pulang sore karena latihan sepak bola."
Fauzan masih bergeming. Ningrum bergegas membuang air sisa yang ada di dalam ember. Lalu, ia berjalan menuju dapur.
Melihat Fauzan yang tak menjawabnya, Ningrum cekatan mengambil kotak makanan dan mengisinya dengan nasi serta lauknya. Ia juga mengisi botol plastik dengan air dingin.
Fauzan masih berdiri di depan rumahnya. Ia menunggu keempat temannya untuk berangkat sekolah.
"Kenapa tidak makan dulu?" tanya Ningrum saat tiba di ambang pintu rumah.
Fauzan masih bergeming sambil membuang muka.
"Ya sudah, makanannya dibekal saja, ya. Nanti kamu lapar bisa dimakan bekalnya."
Ningrum menghampiri Fauzan. Meski anaknya acuh, ia pun membuka ransel yang dikenakan anaknya, lalu memasukan bekal ke dalam tas.
Fauzan menepis tangan ibunya. Wajahnya cemberut lalu ia mendengus.
"Anak ibu ini kenapa lagi?"
"Aku nggak mau makan. Nggak mau bekal makanan!" ucap Fauzan dengan ketus.
"Apalagi makanannya yang dikasih Mang Kono!" ucapnya lagi sambil menutup ranselnya.
"Astagfirullah, Nak," gumam Ningrum saat Fauzan beranjak meninggalkannya.
"Zan tungguin!" ucap Karvo saat ia turun dari rumahnya. Fauzan yang sudah berada di jalan setapak itu menoleh. Lalu berdiri menunggu.
Ningrum segera menghampiri Karvo dan Nur yang berada di ambang pintu, ia memberikan dua lembar uang saat Fauzan tak melihat ke arah mereka. "Nitip jika Fauzan lapar, ya!" bisiknya. Bekal yang hendak diberikan kepada Fauzan, hanya dipegang erat.
Karvo pun mengangguk. Setelah selesai mengikat tali sepatu, ia pun pamit untuk berangkat sekolah.
"Zan, bawa baju olahraga, kan?" tanya Karvo memastikan.
"Bawa," jawabnya singkat.
Tak lama kemudian, Arip, Ijon dan Agus datang menghampiri. Kelima anak itu pun berangkat sekolah dengan menyusuri jalan setapak.
**R**
Waktu belajar telah berakhir. Bel tanda pulang pun berbunyi. Fauzan dan keempat temannya diperintahkan untuk berkumpul. Beberapa murid yang akan ikut turnamen olahraga antar sekolah sekecamatan pun kumpul di lapangan upacara. Hanya yang ikut olahraga voli dan Futsal yang berkumpul, sisanya dipersilakan pulang.
Caca, guru olahraga itu memberikan arahan. Karena lapang yang tersedia untuk latihan hanya ada satu, mau tidak mau murid yang memilih olahraga futsal harus latihan di sawah yang tanahnya kering.
"Makan dulu, yuk. Laper nih!" seru Arip.
"Udah jajan tadi, masih lapar?" ejek Ijon.
"Lagian kalau makan dulu, nanti perut kamu kram!" seru Agus.
"Zan, kamu puasa? Dari tadi nggak jajan." Karvo menatap Fauzan. Namun, yang ditanya hanya diam.
"Makannya nanti saja, ayok!" seru Agus.
Ransel yang mereka bawa disimpan di atas pematang sawah. Semuanya anak pemain futsal itu sudah berkumpul semua di tengah sawah yang kering.
"Bentar, ambil batu dulu untuk tanda ukuran gawang!" seru Ocid.
"Yang lain hompimpah untuk menentukan regu, aku mau bantu Ocid cari batu. Nanti kita suit aja," ucap Agus sambil menyusul Ocid ke pinggir sawah.
Guru olahraga pun menghampiri setelah memberi arahan kepada grup bola voli. Ia membunyikan peluit untuk menyuruh anak-anak berkumpul di depannya.
Setelah anak-anak berkumpul. Ia pun mulai memberi arahan kepada muridnya.
"Silakan senam pemanasan dulu sebelum memulai. Latihannya hanya satu jam saja per harinya. Jam dua, kalian harus segera pulang."
"Baik, Pak!" seru anak-anak yang bermain futsal.
Permainan sepak bola pun dimulai setelah melakukan senam pemanasan. Anak-anak itu bermain futsal seperti yang mereka lakukan setelah pulang sekolah di lapang kampung mereka. Permainan yang dihiasi gelak tawa dan candaan.
"Zan, awas!" teriak Ijon.
Fauzan yang baru saja berbalik badan itu tak bisa mengelak saat bola meluncur ke arahnya.
Bruk!
Fauzan terjatuh setelah bola mengenai keningnya. Anak-anak yang sedang bermain pun segera berlari ke arah Fauzan.
Bukannya menangis, Fauzan malah tertawa. Wajah-wajah temannya terlihat khawatir.
"Kamu nggak apa-apa? Maaf, ya!" seru Dasep sambil mengulurkan tangan.
"Wah, hidung kamu berdarah, Zan!" seru Karvo.
"Kita berhenti saja latihannya!" usul Agus.
"Mana bisa, lanjut aja!" jawab Fauzan yang sudah berdiri dibantu Dasep.
"Masih ada hari esok. Lagipula turnamennya masih satu bulan lagi," ucap Ijon.
"Mending makan, yuk, sebelum pulang. Lapar, nih!" ucap Arip sambil mengelus perut.
"Nah, betul!" seru Karvo. Ia meraih tangan Fauzan dan berjalan ke tepi sawah.
Sebelas anak yang bermain futsal itu pun berkumpul di tepi sawah, membuka ransel mereka dan mengeluarkan kotak makanan.
"Zan, nih! Biar darahnya berhenti," ucap Agus sambil membawa daun sirih.
"Terima kasih," ucap Fauzan sambil meraih daun sirih dari tangan Agus.
Fauzan meremas daun sirih itu supaya kemas, lalu melipatnya menjadi lipatan kecil dan menyumpalkannya ke lubang hidung.
"Fauzan, tidak kenapa-napa, kan?" tanya guru olahraga yang datang tiba-tiba. Semua anak yang berkumpul di tepi sawah itu pun menoleh.
"Tidak, Pak. Hanya mimisan," jawabnya diakhiri senyum.
"Lain kali hati-hati. Ya sudah, setelah makan, kalian langsung pulang." Guru olahraga itu pun beranjak pergi menuju sekumpulan anak-anak yang latihan bola voli.
"Zan, maaf, ya!" seru Dasep dengan wajah muram.
"Aku nggak apa-apa, Sep. Lagian kebentur bola bukan hanya sekali ini saja, kan. Kita sering main bola. Lain kali aku tidak akan bengong lagi," jawab Fauzan sambil membetulkan daun sirih yang menyumpal salah satu lubang hidungnya.
"Nih makananmu," ucap Karvo sambil memberikan kotak nasi miliknya. "Aku bekal dua bungkus, makanlah!" serunya.
Fauzan bergeming sesaat. Lapar yang dirasakannya tak bisa menolak pemberian Karvo. Ia mengangguk lalu meraih sendok dan mulai menyuap nasi.
Ada penyesalan dalam hatinya karena menolak bekal dari sang ibu, serta tidak sarapan pagi. Karena itulah hari ini ia tidak bisa fokus.
Selesai makan, anak-anak itu pun merapikan bekalnya lalu beranjak pulang.
Sepanjang perjalanan pulang, Fauzan berpikir untuk segera minta maaf kepada ibunya. Namun, sesampainya di depan rumahnya, Fauzan melihat kembali sosok yang sangat tidak disukainya. Sosok itu terlihat duduk di ruang tamu sambil membelakangi kaca. Meski Fauzan hanya bisa melihat punggungnya, Fauzan tetap tidak menginginkan kehadiran orang itu.
"Zan, ini uang bekal kamu, tadi kamu ditawari jajan malah nggak mau," ucap Karvo sambil menyerahkan uang ke tangan Fauzan.
Fauzan menoleh, menatap uang di tangannya. Belum ia berucap, Karvo sudah pamit untuk pulang.
Fauzan dengan berat hati berjalan mendekati pintu rumah. Setelah melepas sepatunya, ia membuka pintu sambil mengucapkan salam.
"Hidungnya kenapa, Nak?" tanya Ningrum sambil mendekat ke arah Fauzan.
Fauzan menepis tangan Ningrum, lalu berjalan memasuki kamar tanpa berkata apapun.

Komento sa Aklat (24)

  • avatar
    wahidahnrfarhana

    best, tapi tergantung

    23d

    ย ย 0
  • avatar
    FebrianniEny

    ๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ‘

    28d

    ย ย 0
  • avatar

    sangat baguss ceritanyaa

    25/05

    ย ย 0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata