logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Dituduh Mencuri

Mengapa Aku Dibedakan? (3)
Tanpa diduga, Bi Ratih langsung menerobos masuk kelas dan menghampiriku dengan wajah yang penuh amarah. Bibi memeriksa tas ku, mengacak-ngacak buku dan semua isi tasku. Bibi juga memeriksa bajuku, semua yang menempel dibadanku diperiksa Bibi. Aku yang merasa kaget dan malu karena menjadi tontonan teman-temanku di kelas, hanya bisa diam sambil bertanya-tanya dalam hati, ada apa sebenarnya?
"Maaf Bi, Bibi kenapa? Sebenarnya apa yang Bibi cari?" Akhirnya walaupun dengan terbata aku memberanikan diri bertanya kepada Bi Ratih.
"Jangan pura-pura polos Alena, Bibi menyesal sudah terlalu mempercayaimu. Bibi kira kamu anak yang polos dan bisa dipercaya, Bibi tidak sangka kamu bisa berbuat begini." Bibi menjawab dengan wajah yang sangat murka.
"Tapi Lena tidak mengerti apa maksud Bibi, Lena bingung, maaf jika Lena punya salah sama Bibi, tapi sungguh Lena tidak merasa berbuat apapun yang membuat Bibi marah." Aku mulai terisak dan merasa takut melihat wajah murka bibi.
"Sudah, sudah Ratih, kita belum bertanya apa-apa dan minta penjelasan kepada anak ini, lebih baik sekarang Alena kita bawa pulang dulu, kasihan ia menjadi tontonan teman-temannya di kelas, tidak baik juga untuk kesehatan mentalnya." Bapak-bapak yang belakangan aku tahu bahwa ia adalah Pak Didi, tetangga ibuku ikut berbicara untuk membantu meredam kemarahan bibiku.
"Alena, sebaiknya sekarang kamu kemasi dulu semua barang-barangmu ya Nak, kita pulang." Bapak itu mengintruksikanku. Aku hanya mengangguk lemah.
"Bapak akan minta izin dulu sama gurumu." Bapak itu beranjak menghampiri Bu Guru.
"Baik, Pak," jawabku. Aku menurut saja. Segera aku bereskansemua barang-barangku, buku-buku dan alat tulis yang sudah berantakan karena ulah bibi. Sementara beliau berbicara dengan ibu guruku.
Setelah mendapatkan izin, akupun pulang bersama Bi Ratih dan Pak Didi. Di jalan tidak ada percakapan apa-apa diantara kami. Aku tidak berani bertanya sepatah katapun, apalagi melihat raut wajah Bibi yang sangat tidak bersahabat. Aku hanya berjalan mengikuti mereka dari belakang.
Ternyata kami tidak pulang ke rumah bibi, tapi menuju ke rumah ibuku. Setibanya di rumah ibuku, Bi Ratih langsung memanggil ibu.
"Teh Ratna... Teteh..." Bi Ratih memanggil-manggil nama Ibu.
"Astaghfirullah, pagi-pagi begini kamu sudah teriak-teriak. Ada apa, Tih?" Ibu yang sepertinya sedang di dapur segera menghampiri kami.
"Teh Ratna, saya udah gamau lagi ngurus Alena, sekarang saya mau anterin Alena kembali lagi sama Teteh. Saya capek, saya lelah, saya merasa dikhianati." Bi Ratih membuka pembicaraan sambil menangis tersedu.
"Loh kenapa Tih, Alena buat salah?" tanya Ibu yang sepertinya kaget mendengar pernyataan Bi Ratih. "Ada apa ini, Alena? Kamu gak sekolah?" lanjut Ibu bertanya kepadaku.
Aku hanya menggeleng sambil menundukkan kepala karena dari tadi aku belum memahami apa yang sebenarnya terjadi. Kejadiannya terlalu cepat untuk bisa aku mengerti.
"Begini Bu Ratna, tadi gak sengaja saya lewat rumah Bu Ratih. Saya melihat Bu Ratih seperti sedang sibuk mencari sesuatu sampai rumahnya terlihat berantakan sekali. Akhinya karena saya pun penasaran, saya bertanya kepada Bu Ratih, barangkali saya bisa membantu. Bu Ratih bilang ia kehilangan sejumlah uang yang diberikan suaminya semalam. Bu Ratih sangat ingat semalam ia menyimpannya dibawah bantal. Tapi ketika barusan Bu Ratih mau mengambil uang tersebut, uangnya sudah tidak ada sama sekali. Karena Bu Ratih merasa tidak ada orang lain lagi dirumahnya selain Alena, jadi Bu Ratih berasumsi bahwa Alena lah yang sudah mengambilnya." Akhirnya Pak Didi menjelaskan detail kejadiannya panjang lebar.
Aku yang mendengar penjelasan Pak Didi tersentak kaget. Ibu pun yang mendengarnya terlihat tidak kalah kaget. Semua mata kini memandang ke arahku, seperti meminta penjelasan.
"Bi, Lena benar-benar tidak mengambil uang Bibi. Lena tidak mungkin seberani itu. Lena berani bersumpah Lena tidak tahu apa-apa. Bibi bisa periksa semua barang-barang Lena. Tolong Bibi percaya sama Lena." Aku menghampiri Bi Ratih, memohon sambil memegang tangannya.
"Di rumah kan gak ada siapa-siapa, cuma ada kamu, Lena. Dan cuma kamu juga yang tahu Bibi suka menyimpan uang di bawah bantal." Bibi masih menunjukkan amarahnya padaku.
"Tapi Bibi tahu kan selama ini Lena tidak pernah berani masuk ke kamar Bibi, jika tidak Bibi yang minta. Lena sayang sama Bibi. Lena tidak mungkin mengecewakan Bibi, Lena mohon, Bibi percaya Lena." Aku menangis sesenggukan.
"Pokoknya Bibi kembalikan kamu ke ibu kamu, Bibi sangat kecewa denganmu." Bibi masih tidak mempercayaiku.
"Sudahlah Tih, Lena biar disini saja. Berapa uangmu yang hilang? Nanti Teteh minta Kang Budi buat ganti." Ibu memberi jalan tengah. Sepertinya Ibu tidak terima aku dituduh mencuri.
Bi Ratih hanya bergeming mendengar perkataan Ibu, ia tak menanggapi pertanyaan Ibu sama sekali.
"Maaf sebelumnya, kalau urusannya sudah selesai, saya mau permisi dulu." pamit Pak Didi, mungkin ia merasa sungkan jika terlibat lebih jauh lagi dalam masalah keluarga kami.
"Oh iya Pak, silahkan, terima kasih atas bantuannya. Maaf telah merepotkan dan mengganggu waktu Pak Didi." jawab Ibuku dengan ramah.
"Tidak apa-apa Bu Ratna, kita kan tetangga, sudah selayaknya saling membantu." Pak Didi menjawab sambil bersalaman dengan kami semua dan berjalan keluar.
Bersamaan dengan Pak Didi yang keluar dari rumah Ibu, Bi Ratih pun ikut keluar meninggalkan kami tanpa berkata apapun.
*****

Komento sa Aklat (86)

  • avatar
    LaupaseMalau

    terima kasi

    22d

      0
  • avatar
    HRImran

    Wahhh ceritanya sangat menarikk,bagus bngtt pokoknya🫰😍

    29d

      0
  • avatar
    Yudiapp23

    sangat terkesan cetia yah bagus sekali👍

    07/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata