logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

BIMO (Belajar Ilmu Menulis Online)

Matahari mulai naik, memberi kehangatan pada semua makhluk penduduk bumi. Semua umat telah memulai aktivitasnya masing-masing. Mita sudah berangkat bekerja sejak setengah jam yang lalu. Bu Wibowo menyapu halaman yang tak seberapa luas. Aruni duduk di teras depan sambil mengupas buah, di sampingnya, Pak Wibowo sudah rapi dengan baju batik dan celana hitam. Rambut berubannya ditutupi dengan peci hitam. Hari ini ia mendapat undangan ke balai desa lagi. Padahal Agustus masih lama, tapi persiapannya sudah dibahas sejak kemarin.
"Eeh, Pak RT jam segini uwes klimis, jan bagus tenan, Rek," ucap bulek Ningrum menggoda dengan mengerlingkan mata sambil berdecak kagum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Bulek Ningrum adalah tetangga yang rumahnya berdekatan dengan Aruni. Bahkan, bisa dibilang rumah mereka tanpa spasi. Dia adalah seorang janda beranak satu. Suaminya meninggal ketika, Sinta, putrinya itu masih berusia sapuluh tahun. Omongannya yang ceplas-ceplos membuatnya sering berdebat dengan, Bu Wibowo. Hubungan keduanya seperti pacarannya anak ABG, putus nyambung terus. Sekarang berdebat, esoknya baikan, begitu seterusnya.
"Haha … iya Bulek," ujar Pak Wibowo.
Bu Wibowo yang mendengar itu, langsung naik darah. Ia menghempaskan sapunya, bergegas menghampiri sang suami.
𝘌𝘯𝘥𝘦𝘭 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘯 𝘬𝘪 𝘫𝘢𝘯𝘥𝘢.
"Ayah nggak segera berangkat ta? Cepetan berangkat Yah, selak telat!" Setengah memaksa suaminya berdiri sambil melirik tajam ke arah Bibi Ningrum, yang dilirik malah tersenyum polos dengan wajah seperti tanpa dosa.
"Pak RT hati-hati di jalan yaa … awas nanti kalo ada mobil, minggir. Jangan ugal-ugalan naik motornya! Jangan ngebut-ngebut! Pokoknya jaga kesehatan dan keselamatan, saya ngga mau kalo sampai Pak RT kenapa-kenapa! Nanti kalo sudah sampai, hubungin saya ya Pak RT, biar saya merasa tenang, ngga cemas lagi. Eh, hihihii." Mengoceh dan tersenyum geli di akhir kalimat. Membungkam bibirnya dengan tangannya sendiri.
"Dasar janda 𝘦𝘯𝘥𝘦𝘭." Bu Wibowo sengaja sedikit mengeraskan suara agar Bulek Ningrum yang hendak masuk ke dalam rumahnya, masih bisa mendengar.
Pak Wibowo menstarter motor, dan memanasinya sebentar sebelum mengajaknya berpacu. Walaupun usia motor sudah jauh lebih tua ketimbang usia Aruni, tapi motor itu masih nyaman untuk dikendarai. Pak Wibowo selalu merawatnya sepenuh hati, bahkan tidak dibiarkannya debu barang setitik pun menempel terlalu lama. "Ini adalah 𝘫𝘰𝘬𝘰 𝘭𝘰𝘳𝘰𝘬𝘶, tak akan kujual sampai kapan pun." Begitu katanya dahulu.
Punggung Pak Wibowo sudah berlalu terbawa laju motor. Sejenak hening tercipta sebelum suara Bulek Ningrum kembali terdengar.
"Husttt, syah … husst … husst! Ayamnya siapa ta ini? Main masuk ke rumah orang sembarangan. Huh." Bulek Ningrum mengomel.
Prang!
Suara perabot dapur berjatuhan, omelan Bulek Ningrum semakin menjadi. Dari dalam rumahnya keluar gadis berambut pendek yang menggeleng-gelengkan kepala. Dengan langkah santai menghampiri Aruni yang belum beranjak dari teras. Di tangannya, sebuah layar genggam berkedip-kedip.
"Pagi Mbak Runi," sapa Sinta dengan antusias, senyumnya secerah matahari terbit pagi ini, membuat Aruni mendongakkan wajah.
"Hai, kamu gak sekolah?" tanya Aruni mengernyitkan dahi.
"Engga lah Mbak, kan hari sabtu."
"Astaga, aku sampai lupa hari, masa. Saking tiap hari, cuma jadi pengangguran aja. Ahahaa." Tergelak dengan omongannya sendiri.
"Bulek tadi kenapa?" imbuh Aruni, alisnya sedikit naik.
"Biasa la Mbak, bertarung ma ayam tetangga. Ibuk kan, memang orangnya gitu, cerewet, gak bisa diem barang sejenak. Hahaha …," jawab Sinta sekenanya.
"Dih, malah ngata-ngatain, Ibuknya. Awas loh, nanti kualat ma, Bulek Ningrum. Hehe."
"Eh, Mbak mau punya kesibukan lain gak?"
"Apa?" Mendelikkan mata.
"Mbak Runi kan suka membaca, gimana kalo mulai belajar menulis?" Mengedip-ngedipkan mata, tak lupa menarik bibir, memamerkan deretan giginya.
"Dih, apa hubungannya coba? Membaca ya membaca aja, gak berarti bisa menulis kan? Hmm."
"Ya makanya itu, belajar mulai sekarang, Mbak!" Memberi wejangan sok dewasa. Padahal umur Sinta masih delapan belas tahun, saat ini dia kelas 12 SMA. Gadis yatim yang ditinggalkan bapaknya menghadap ke Sang Pencipta sejak delapan tahun yang lalu ini adalah teman Aruni satu-satunya selain buku. Hanya kepada Sinta, Aruni bisa melahirkan banyak percakapan, mengukir senyum, juga melukis secercah bahagia. Sembilan tahun perbedaan umur, tak lantas membuat keduanya merasa jauh dan sungkan.
***
Di dalam kamar, Aruni duduk selonjoran di atas kasur, punggungnya ia sandarkan pada 𝘩𝘦𝘢𝘥𝘣𝘰𝘢𝘳𝘥. jemarinya mengelus-elus layar gawai. Ia buka isi 𝘤𝘩𝘢𝘵 dari Sinta sebentar, kemudian ia tutup kembali. Begitu saja, berulang-ulang.
Aruni sedang galau, hatinya menginginkan, sedangkan otaknya memberi pemikiran berbeda.
𝘎𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘰 𝘵𝘦𝘳𝘯𝘺𝘢𝘵𝘢 𝘴𝘶𝘭𝘪𝘵? 𝘎𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘨𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢? 𝘣𝘦𝘳𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢, 𝘢𝘱𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘢𝘯𝘶 …
Antara nafsu dan logika sedang bertarung hebat di dalam rongga dada Aruni, ketika tanpa sadar jemarinya telah menyentuh sesuatu.
Ting!
Suara 𝘤𝘩𝘢𝘵 𝘸𝘩𝘢𝘵𝘴𝘢𝘱𝘱 masuk membuat Aruni tersentak, bangun dari lamunannya. Matanya melebar memelototi layar pipih yang masih berkedip-kedip. Wajahnya seketika pucat bagai bulan kesiangan. Ditutupnya mulut yang terbuka lebar dengan lima jemari.
𝘈𝘴𝘵𝘢𝘨𝘢 … 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘬𝘶𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯?
𝘏𝘶𝘢𝘢𝘢 … 𝘵𝘦𝘳𝘯𝘺𝘢𝘵𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘵 𝘭𝘪𝘯𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘬𝘪𝘳𝘪𝘮𝘬𝘢𝘯 𝘚𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘵𝘢𝘥𝘪. 𝘓𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘤𝘦𝘱𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪, 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘤𝘩𝘢𝘵𝘣𝘰𝘵.
Sekelebat, Aruni teringat tentang percakapannya dengan Sinta. Belajar Ilmu Menulis Online, begitu jawaban Sinta ketika Aruni menanyakan perihal kepanjangan BIMO.
BIMO adalah ajang untuk mengasah kemampuan menulis kita, di sana kita akan diberi materi kepenulisan lengkap, mulai dari pengenalan jenis-jenis karya sastra, menggali ide, mengedit naskah, sampai ke pemasarannya juga diberi jalan terang, dan masih banyak lagi ilmu kepenulisan yang akan diperoleh dari sana, begitu terang Sinta dengan mata menyala, tadi. Entah Sinta dibayar berapa, oleh pihak BIMO. Mempromosikannya bersemangat sekali.
Aruni mulai membaca barisan kalimat yang tersusun dengan rapi itu, perlahan.
[Assalamualaikum … selamat siang.
Perkenalkan saya Ja'far, PJ Kelompok 30 Batch 72 BIMO Indonesia, meminta konfirmasi keikutsertaan kakak.
Kalau betul, silahkan konfirmasi ulang dengan mengisi data diri:
Nama :
Domisili :
Status :
Pekerjaan:
Saya tunggu, terima kasih] Ja'far
Aruni menatap langit-langit kamar yang bercorak gumpalan awan. Matanya sedikit berbinar seperti menemukan jalan keluar bagi ketersesatannya selama ini.
𝘉𝘢𝘪𝘬𝘭𝘢𝘩, 𝘮𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘶𝘫𝘪 𝘢𝘥𝘳𝘦𝘯𝘢𝘭𝘪𝘯. 𝘚𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘳𝘶𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘳𝘪. 𝘒𝘪𝘯𝘪, 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵! 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘵𝘢𝘩𝘶, 𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘯𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢 𝘸𝘢𝘳𝘯𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘯𝘨. 𝘕𝘢𝘮𝘶𝘯, 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪, 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘮𝘣𝘶𝘯𝘺𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘢𝘥𝘢𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘩𝘶𝘭𝘶, 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘴𝘪𝘢𝘱 𝘥𝘪𝘬𝘶𝘤𝘪𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘴𝘦𝘬𝘪𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘪.
[Waalaikumussalam.
Nama: Embun Arunika
Domisili: Sidoarjo
Status: Jomlo Akut
Pekerjaan: Pengangguran] Arunika
𝘊𝘩𝘢𝘵 ia kirimkan ke nomor 08126815XXXX setelah selesai mengisi data diri. Sepersekian detik berikutnya, layar genggamnya kembali mengisyaratkan pesan masuk.
[Baik Kak, saya akan menambahkan kakak ke group kelompok tiga puluh.] Ja'far
[Terima kasih Kak Ja'far.] Arunika
Hening, sudah tidak ada lagi balasan untuk sekadar mengucapkan--Kembali kasih, Kak Embun--begitu.

Komento sa Aklat (279)

  • avatar
    ARYABSK

    bagus

    4d

      0
  • avatar
    Lince rumansaraYane

    wah dari cerita ini kita dapat baaanyak pelajaran bahwa kita harus percaya diri, dll

    8d

      0
  • avatar
    WarniPreh

    daimen

    20/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata