logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

2. PANGGILAN YANG DIABAIKAN

"Menjelang kematiannya pun ayahmu terus memanggil namaku. Begitupula Hans yang lebih memilih putriku, daripada kamu tunangannya sendiri."
DURI! Itu yang ingin ia tancapkan pada tubuh tenang Nara yang bahkan tak bergeming. Meski, perempuan paruh baya itu, kini jadi bertanya sedingin apa hati anak dari suaminya yang sudah mati ini?
"Mungkin, kau bahkan harus belajar dari adikmu ini, Nara."
Seringaian menyebalkan yang kembali ditunjukan wanita paruh baya itu, membuat pelayan setia yang berdiri memperhatikan segalanya, menarik dalam nafasnya.
"Lihatlah, Nara. Adikmu begitu manis, bisa bermanja, dan membuat lelaki berpikir untuk melindunginya juga merasa dibutuhkan. Sesuatu yang tak ada padamu, huh!"
Dengusan penuh duri itu, keluar juga. Ejekan yang bahkan terpancar jelas dari seluruh tubuh wanita paruh baya yang menyentuh pundak putrinya yang tersenyum mendapat pujian lalu ikut menatap Nara, wanita muda yang mengeratkan genggaman tangannya pada ucapan yang akan terlontar dari bibir istri ayahnya ini.
"Pantas saja tidak ada yang ingin tinggal dengan gadis dingin sepertimu. Tidak ayahmu, tidak juga Hans tunanganmu."
"Aku tak butuh lelaki yang merasa terintimidasi dengan egoku, Mother. Kurasa cukup ayahku saja yang seperti itu. Lagipula kita sama-sama tahu, jika sejak awal ayahku tidak pernah perduli pada apapun kecuali memenuhi kebutuhanmu, dan kuharap kau benar-benar mendapat penyokong yang mampu memenuhi segala kebutuhanmu, Mother, karena kau wanita yang sangat mahal," ucap Nara menegakkan duduknya. Mengakhiri pembicaraan yang tidak berguna.
Untuk pertama kalinya Nara menunjukan senyum pada sang ibu tiri meskipun matanya menatap dingin. Nara memberi isyarat pada pelayan setia yang mengangguk lalu maju, "pastikan tak ada sedikitpun barang mereka yang tertinggal di rumahku, Iori."
Iori, sang kepala pelayan, mengangguk penuh khikmad pada ucapan sang majikan, wanita dingin yang menatap adiknya, si gadis bodoh yang mau saja dimanfaatkan ibunya sendiri.
Entah, apa yang sedang Nara pikirkan saat manik hitam pekat dengan pinggiran kecoklatan itu menatap perut sang adik yang masih begitu rata dibalik baju tanpa lengan yang menempel begitu pas di badan mungilnya itu.
"Kakak-"
Tapi, belum sempat sang adik berucap, Nara sudah berjalan meninggalkan ruangan yang bahkan tak mau tersenyum pada kebahagian yang sedang ia rasakan. Kartu undangan dengan desain yang ia pilih sendiri tak sempat ia tunjukan pada sang kakak yang mengatakan hal-hal yang tidak mampu otaknya cerna.
Gadis bodoh itu, bahkan tidak menunjukan penyesalan sedikitpun karena sudah mengandung benih tunangan sang kakak yang punggungnya bahkan terlihat ... entahlah. Siapa yang bisa menebak apa yang kini dirasakan wanita dingin yang menghilang di balik pintu tertutup itu?
"Iori," panggil gadis bodoh itu dengan suara ceria, "apa kakak akan menghadiri pernikahanku?"
Pelayan setia yang jadi diam itu, bahkan tak bisa menemukan jawaban bodoh yang bisa ia ucapkan. Wajah tua yang sudah dihiasi garis-garis penuaan itu, hanya bisa menatapi gadis ceria yang bahkan tak merasa bersalah sedikitpun baik sikap, sifat, pembawaan, maupun bahasa tubuhnya.
"Nona Ais," panggil Iori membuat gadis bodoh yang panggilan sayangnya disebut itu, tersenyum makin lebar. Telinganya siap mendengar jawaban dari kepala pelayan yang wajahnya bahkan tak bisa ia baca. Tentu saja, karena ia hanya gadis bodoh bukan?
"Hemm?" manja, sahutan Ais itu terdengar bahkan di telinga tembok dan semua benda mati yang hanya bisa melihat dan mendengar tanpa bisa berkomentar.
"Sudah waktunya Nona Ais dan Nyonya Grace bersiap-siap," ucap Iori membuat kepala Ais miring tak paham.
Sementara, sang ibu menatap tajam pelayan setia yang bahkan terus menunjukan senyum menyebalkan yang membuatnya berdiri, langsung meninggalkan ruangan tak perduli pada tatapan bodoh putrinya yang masih saja duduk menunggu jawaban dari Iori.
"Bersiap kemana?"
"Pergi, Nona. Tanpa kesempatan kembali," Jawab Iori dan hanya tersenyum saat mendengar suara pintu yang dibanting begitu keras juga rutukan disertai sumpah serapah dari Grace, wanita paruh baya yang tidak lagi bisa menjaga ketenangannya.
"Pergi? Pergi kemana, Iori? dan siapa yang pergi?"
Kepala pelayan yang senyumnya seolah permanen itu, makin menunjukan keramahan. Mata tuanya, bahkan ikut tersenyum lalu membuka mata menatapi gadis bodoh yang bahkan tak mengerti arti pembicaraan yang begitu mudah untuk dipahami.
"Mari, Nona Ais," ajak Iori dengan sikap sopan.
Ais berdiri dari duduknya, masih tak paham dan terus berjalan di belakang kepala pelayan yang membuka pintu lebar-lebar untuknya.
"Mari, Nona Ais."
Nampaknya, daripada bicara, Iori lebih memilih menunjukan apa yang akan terjadi pada gadis muda yang menatap bingung koper-koper besar yang berjejer, sampai mata birunya melihat sang ibu menuruni anak-anak tangga dengan amarah dan sumpah serapah.
"DI MANA PERHIASANKU!?"
Perempuan paruh baya itu, menatap tajam Iori yang mengangguk pada salah satu pelayan muda yang maju menyerahkan catatan yang lalu ia baca.
"Daftar apa in- ...," Grace membaca kertas yang sudah ia pegang.
"ANAK SIALAN! KAU AKAN MENYESALI INI!" teriaknya begitu sepenuh hati.
"Mom? Mommy kenapa?" tanya Ais yang hanya dianggap angin lalu oleh ibunya yang menarik kerah Iori begitu kuat.
Namun, tubuh tegap pria yang tak lagi muda itu tetap tak goyah, hanya manik matanya saja yang menunduk menatapi kemurkaan sang nyonya (oh, ralat) mantan nyonya.
Tak ada senyum permanen yang Iori tunjukan pada keangkuhan wanita yang mencengkram kuat kerah bajunya. Bahkan, sorot mata Iori berubah begitu dingin, membuat pelayan-pelayan muda yang ada dalam ruangan besar nan megah itu menunduk.
Mereka semua tahu, kepala pelayan di rumah tempat mereka bekerja, sedang sangat marah. Apalagi, saat mata dingin Iori yang berwarna hazel dihiasi senyum begitu ramah meski matanya sama sekali tak tertawa.
"Nyonya Grace, nona besar hanya mengatakan tidak ingin satu pun barang anda ataupun barang nona Ais tertinggal di rumah ini. Tidak lebih dan tidak kurang dari itu."
Senyum ramah Iori, membuat rambut-rambut halus Grace berdiri. Namun, kesombongannya tak ingin pergi dan diangkatnya tinggi-tinggi tangannya diikuti suara menggema yang membuat semua mata terkejut termasuk gadis bodoh yang mata bulatnya membesar.
PLAKK!!
Tamparan keras itu, hanya dijawab senyum dari wajah Iori yang tak perduli pipi kanannya memerah berkat sentuhan sepenuh hati wanita yang keluar tanpa membawa apapun kecuali apa yang ada di dalam rumah ini.
"Setidaknya, nona besar membiarkan Anda menyimpan perhiasan-perhiasan anda, Nyonya. Juga tas dan benda-benda mahal yang anda koleksi."
"You son of a bitch!"
"Indeed, Ma'am," jawab Iori dengan senyum di wajah lalu mengangkat tangan diikuti gerakan pelayan-pelayan muda yang serempak mengangkuti koper-koper besar yang dibawa keluar, kemudian dimasukkan ke dalam truk pengangkut yang sudah menunggu.
"Lepas! Lepaskan tangan kotor kalian dariku! Lepas!"
Teriakan Grace yang meronta sama sekali tak membuat cengkraman beberapa pelayan mengendur, malah sebaliknya, mereka semakin kuat memegangi perempuan paruh baya yang mereka seret.
"Jangan terlalu kasar," ucap kepala pelayan pada telinga-telinga yang tangannya menggandeng tangan gadis bodoh yang masih tak mengerti, menatapi Iori penuh tanya sampai ia berdiri di depan gerbang yang akhirnya terbuka lebar lalu tertutup setelah ia dan ibunya berada di luar.
"I- Iori? A-apa? Kenapa kau mengunci gerbangnya?"
"Nona Cyntia," ucap Iori tak lagi menggunakan panggilan kesayangan untuk gadis bodoh yang wajahnya bingung, "semoga hidupmu baik setelah hari ini dan lahirkanlah anak yang sehat."
Iori membungkukkan badan, diikuti pelayan-pelayan muda yang serempak melakukan hal sama lalu meninggalkan gerbang tinggi menjulang. Mereka semua masuk ke dalam mansion dengan pilar-pilar tinggi dan taman luas yang bisa membuatmu tersesat jika tak mengerti.
"Iori? Iori....! Iori...!! Ioriiiii...!"
Teriakan gadis bodoh itu hanya terdengar namun tidak didengarkan.

Komento sa Aklat (63)

  • avatar
    WarningsihPuji

    24569

    3d

      0
  • avatar
    EfendiErpan

    novel gratis download

    19/08

      0
  • avatar
    Ayu Setia Ningsih

    SERU

    18/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata