logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Episode 7

Sejak pergi tadi pagi, Ammar belum juga kembali sampai sekarang, padahal jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Jihan sedikit cemas, tapi dia tetap berusaha untuk tidak suudzon.
Jihan ingin menunggu Ammar pulang, tapi matanya benar-benar tak bisa diajak kompromi, semakin lama semakin berat dan perih. Sehingga tanpa sadar Jihan pun tertidur.
Malam kian bergulir, Jihan yang terbangun karena ingin menunaikan Shalat malam, terkejut saat mendengar suara berisik dari lantai bawah.
Ternyata Ammar dan Miranda mengajak teman-temannya berpesta di rumahnya. Tentu saja pesta yang dihiasi kemaksiatan. Di mana laki-laki dan wanita yang tidak mahram berbaur serta mabuk-mabukan.
“Ada apa di bawah?” Wanita berhijab itu segera turun untuk memastikan apa yang terjadi.
“Astaghfirullahalladzim!” Pekik Jihan yang berdiri di ujung anak tangga, saat melihat suasana rumah berantakan. Laki-laki dan perempuan saling bercumbu mesra tanpa rasa malu.
Mendengar pekikan Jihan, suasana mendadak hening, semua orang menghentikan aktivitasnya dan menatap wanita itu dengan mata yang sayu sebab sudah setengah mabuk. Jelas mereka tak tahu siapa Jihan, karena Ammar merahasiakan pernikahannya dari semua orang, kecuali sang kekasih tentunya.
“Wuih, siapa itu?” Tanya seorang lelaki jangkung bernama Evan.
“Pembantuku!” Jawab Ammar malas. Jihan tercengang, tak percaya sang suami akan menyebut dirinya pembantu.
Beberapa teman wanita Miranda sontak menatapnya sinis seolah merendahkan.
“Pembantumu cantik juga, walaupun penampilannya kampungan, tapi bolehlah buat temani kita di sini.” Sahut teman Ammar yang bernama Joni.
Jihan tak menghiraukan ucapan lelaki itu, dia harus mengingatkan sang suami, jika semua ini salah.
“Mas, ini enggak benar! Allah melaknat perbuatan kalian ini.”
“Jadi apa yang benar? Masuk ke kehidupan orang lain dan menguras hartanya?” Sindir Ammar.
Miranda tersenyum sinis.
“Apa maksud, Mas?” Jihan tak mengerti maksud ucapan Ammar.
“Sudah jangan berisik! Sini!” Ammar memanggil Jihan.
Dengan ragu, Jihan berjalan mendekati sang suami.
“Kau duduk di sana! Temani dia!” Ammar menunjuk sofa kosong di samping Joni.
Jelas Jihan tak mau, dia bukan wanita yang sembarangan duduk berdekatan dengan lelaki yang bukan mahram. “Aku enggak mau!”
Seketika Ammar menatap tajam dirinya. “Kau berani membantahku?”
“Tapi, Mas ....”
“Duduk!!!” Bentak Ammar, Jihan sampai terkejut mendengarnya.
“Sudahlah, duduk saja apa susahnya, sih? Sok suci banget!” Sela Miranda.
“Enggak! Lebih baik aku mati dari pada aku harus berdekatan apalagi bersentuhan dengan yang bukan mahram.” Jihan menolak. “Mas, aku mohon hentikan semua ini!”
“Yeee, dia malah ceramah. Sudah kayak ustazah saja.” Ejek salah satu teman wanita Miranda.
“Kau benar-benar lebih memilih mati dari pada menurutiku?” Ammar yang sudah mabuk beranjak dari duduknya dan menarik lengan Jihan. “Kalian semua tunggu di sini.”
“Mas mau apa?” Tanya Jihan panik.
“Menghukummu!” Ammar menyeret Jihan dengan kasar ke kamar pembantu lalu mendorong wanita itu sampai tersungkur ke lantai.
“Aduh!” pekik Jihan saat tubuhnya menghantam lantai.
Ammar berjongkok dan mencengkeram rahang Jihan dengan kuat, matanya yang merah menatap tajam ke sang istri. “Aku benar-benar muak denganmu. Sudah bagus aku enggak membunuhmu, jadi sebaiknya kau jaga sikap! Jangan berlagak baik dan mencampuri urusanku. Paham itu?”
Jihan mengangguk dan susah payah menjawab. “I-iya, Mas.”
Ammar melepaskan cengkeraman tangannya dari rahang Jihan dan berdiri di hadapan wanita itu.
“Malam ini kau tidur di sini, biar kau tahu diri.”
“Mas, kenapa kau lakukan semua ini kepadaku?” Jihan berbicara dengan berlinang air mata.
“Karena kau berani menerima perjodohan ini! Andai kau menolak, pernikahan ini pasti enggak akan terjadi. Tapi aku enggak heran, mana mungkin kau menolak dinikahkan dengan anak orang kaya seperti aku. Dasar materialistis!”
“Mas, aku enggak serendah itu! Kamu salah menilaiku.”
“Alah, kau pikir aku bodoh? Sudahlah! Diam di sini.” Ammar bergegas keluar dan mengunci Jihan.
“Mas! Mas!” Teriak Jihan.
Ammar tak memedulikan teriakan Jihan, dia kembali teringat perkataan Miranda saat di mobil tadi pagi.
**
“Sayang, sebenarnya aku mengenal istrimu itu.” Ujar Miranda.
“Kok bisa? Kamu kenal di mana?” Tanya Ammar penasaran.
“Dulu teman aku pernah berhubungan dengan dia dan uang teman aku habis-habisan dikuras. Setelah puas, dia pergi begitu saja. Teman aku sampai stres.” Beber Miranda.
“Benarkah?”
“Iya. Dia itu materialistis, bukan cuma satu lelaki, tapi sudah banyak yang jadi korbannya. Dia bahkan rela tidur dengan calon korbannya demi bisa memeras hartanya. Aku rasa dia menerima perjodohan kalian juga karena uang. Dasar munafik! Dia menutupi kedoknya dibalik hijab.” Sambung Miranda.
Ammar diam dengan rahang yang mengeras, dia tak menyangka wanita yang dia nikahi seburuk itu.
**
“Aku enggak akan tertipu!” Ammar melangkah pergi meninggalkan kamar pembantu itu.
Sementara itu, Jihan hanya terduduk dalam kepedihan, air matanya seakan tak pernah habis meski terus menetes. Sakit. Kali ini benar-benar sakit!
Kalau saja hatinya bukan ciptaan Allah SWT, mungkin saat ini sudah hancur lebur.
“Ya Allah, kuatkan aku! Aku hanya ingin mengejar Ridho-Mu, aku hanya ingin menjadi istri yang baik. Bantu aku ya Allah.” Ucap Jihan lirih dengan suara yang bergetar.
☘️☘️☘️
Ammar kembali menemui teman-temannya setelah mengurung Jihan di kamar pembantu yang sudah lama tak terpakai.
“Loh, ke mana pembantumu?” Tanya Evan.
“Aku kurung, habis berisik banget.” Jawab Ammar.
“Kau gila, ya? Kasihan tahu!” Sela salah seorang yang bernama William.
“Kau kenapa jadi membelanya, sih?” Sungut Miranda tak terima karena ada yang membela Jihan.
“Bukan membelanya, Mir. Kan salahnya enggak gede-gede amat, masa dikurung sih? Apa enggak kelewatan itu? Kalau dia enggak terima terus cerita ke orang lain, si Ammar bakal di cap majikan kejam.” Ujar William.
“Dia enggak bakal cerita ke siapa-siapa. Kau tenang saja.” Ucap Ammar santai.
“Kau yakin banget.” Lanjut William.
“Iya aku yakin. Sudah, yuk, lanjut lagi pestanya.” Sahut Ammar yang langsung menenggak kembali minuman keras di gelasnya.
Andai Ammar sedikit saja menggunakan perasaannya, dia pasti membenarkan ucapan temannya itu. Tapi Ammar telah dikuasai amarah dan kebencian, dia tak bisa melihat mana yang baik dan mana yang buruk.
Dan saat azan subuh berkumandang, barulah Ammar membukakan pintu kamar itu lalu membiarkan Jihan keluar.
“Ini terakhir kalinya aku peringatkan. Jangan campuri urusanku dan sok suci di hadapan teman-temanku, atau aku akan menghukummu lebih dari ini. Paham itu?”
“Iya, Mas.”
“Sudah sana! Bereskan ruang tamu!” Pinta Ammar angkuh sembari melangkah meninggalkan Jihan.
Jihan bergegas menuju kamarnya untuk terlebih dahulu menunaikan Shalat subuh, sebelum membereskan ruang tamu yang tampak sangat berantakan akibat ulah Ammar dan teman-temannya.
Dan Jihan tak tahu ke mana Miranda serta teman-teman Ammar, karena rumah tampak sunyi senyap, tak ada tanda-tanda keberadaan orang lain selain dirinya dan sang suami.
☘️☘️☘️

Komento sa Aklat (228)

  • avatar
    afrinaqaireen

    sangat best dan sngat berpuas hati best sangat Nanti ada episode lain saya Nak baca lagi

    3d

      0
  • avatar
    AmiraNoor

    padam muka Ammar

    20d

      0
  • avatar
    Iksanfauzi

    keren

    18/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata