logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Episode 6

Setelah selesai makan dan membereskan dapur, Jihan kembali ke kamarnya. Mumpung tidak ada pekerjaan dan dia masih cuti kerja, Jihan memutuskan untuk menyusun pakaiannya di lemari demi mengurangi rasa jenuh.
Jihan terkejut saat tiba-tiba terdengar suara dering ponselnya, dia bergegas meraih benda pipih itu dan tersenyum saat melihat ID si penelepon.
“Halo, assalamualaikum, Ummi.” Sapa Jihan lembut.
“Wa ’alaikumsalam, Nak. Kamu lagi apa?”
“Aku lagi menyusun pakaianku di lemari, Ummi. Semalam enggak sempat.”
“Suami kamu mana?”
Mendadak Jihan gugup, dia tak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Dia juga tahu pasti, tak baik seorang istri membuka aib suaminya, meskipun kepada orang tuanya sendiri.
“Hmmm. Mas Ammar sedang di kamar mandi, Ummi.” Jawab Jihan bohong. Ya, dia terpaksa melakukan itu, walaupun hatinya merasa bersalah karena seumur hidupnya, ini pertama kali dia berbohong kepada wanita yang sudah melahirkannya itu.
“Oh. Bagaimana setelah menjadi istri? Menyenangkan enggak?”
Lagi-lagi Jihan seperti tersengat listrik demi mendengar pertanyaan sang ibu, tapi dia tak punya pilihan selain kembali berbohong. “Alhamdulillah, menyenangkan, Ummi.”
“Ingat ya, Nak. Kamu harus jadi istri yang baik. Selalu melayani suamimu dengan sungguh-sungguh, patuh kepada suami, jangan buat suami kamu marah karena Ridho suami itu Ridho Allah.”
“Iya, Ummi. Aku selalu ingat kok.” Ucap Jihan dengan suara yang bergetar.
“Alhamdulillah kalau kamu selalu ingat.”
“Hmmm .... Ummi. Ada yang mau aku tanyakan.” Ragu-ragu Jihan berkata.
“Apa, Nak?”
“Kalau suami kita berbuat salah, kita sebagai istri boleh enggak menegurnya?” Takut-takut Jihan bertanya.
“Sebagai seorang istri, kita boleh mengingatkan suami jika dia salah, apalagi kalau itu melanggar syariat. Tapi tetap harus dengan bahasa yang lembut dan santun, enggak boleh kasar. Jangan sekali-kali kamu meninggikan suaramu di hadapannya. Kenapa? Nak Ammar melakukan kesalahan?”
“Eh ... enggak ... enggak, kok, Ummi. Aku hanya bertanya saja.” Bantah Jihan cepat sebelum sang Ummi curiga.
“Nak, dalam rumah tangga itu biasa kalau ada masalah, namanya juga dua hati dan pikiran dijadikan satu. Pasti ada beda pendapat, apalagi kalian masih pengantin baru dan belum saling memahami. Tapi kita harus menyelesaikannya dengan kepala dingin, jangan terbawa emosi. Dan ingat, surgamu ada pada suami.”
“Iya, Ummi. Aku paham kok.” Balas Jihan.
“Ummi tahu kamu wanita Sholehah. Kamu pasti enggak akan mengecewakan Abi dan Ummi.”
Detik itu juga air mata Jihan jatuh membasahi pipinya, begitu besar orang tuanya menggantungkan harapan kepadanya. Bagaimana mungkin dia bisa melukai kepercayaan mereka dengan drama menyakitkan di dalam rumah tangganya.
“Ya sudah, Ummi tutup dulu teleponnya. Kamu baik-baik di sana, ya? Ingat selalu pesan Ummi itu. Salam untuk suamimu.”
“Iya, Ummi. Titip salam juga buat Abi ya. Aku sayang Abi dan Ummi.” Sahut Jihan sembari menghapus air matanya.
“Iya, nanti Ummi sampaikan. Kami juga sangat menyayangimu. Assalamualaikum.”
“Wa ’alaikumsalam, Ummi.”
Setelah panggilan telepon dari Umminya terputus, Jihan langsung menangis sesenggukan hingga bahunya berguncang. Entah lah, akan seperti apa kelanjutan kisah rumah tangganya?
Andai Jihan dapat mengintip takdir, mungkin dia bisa mempersiapkan hatinya untuk menghadapi apa yang terjadi , tapi Jihan hanya wanita akhir zaman yang tak dapat menebak skenario hidupnya.
Rasa sakit yang dia terima di awal pernikahan ini membuat Jihan sadar jika Allah sedang menguji kesabarannya, dia tahu Allah sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih baik untuknya. Jihan hanya berharap bisa terus kuat menghadapi semua ini.
Meskipun tak dianggap dan Ammar berulang kali mengabaikan dirinya, tapi Jihan tetap ingin melayani sang suami, menjadi istri yang baik. Karena dia menikah dengan Ammar demi menyempurnakan ibadahnya dan semua karena Allah. Anggap ini ujian yang sang maha kuasa berikan untuk menaikkan derajatnya.
Apa dia bodoh? Tidak sama sekali! Dia hanya mencoba tawakal dan mengejar Ridho Allah.
Tak ingin terlarut dalam gelombang kesedihan, Jihan memutuskan untuk berwudu dan melaksanakan Shalat Dhuha. Saking merasa terlukanya, Jihan kembali menangis saat melantunkan doa.
“Alloohummna inniiasaluka ta’jiila ‘aafiyatika washobron ‘alaabaliyyatika wakhuruu jam minaddun-yaa ilaa rohmatika. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, berikanlah keselamatan-Mu untukku dan tetap berikan aku kesabaran dalam menghadapi cobaan-Mu serta karuniai lah rahmat-Mu. Aamiin.”
☘️☘️☘️
Meninggalkan hiruk-pikuk dan kebisingan di pesta pernikahan temannya Miranda, Ammar mencari tempat aman dan segera menghubungi Yusuf.
“Halo, Pa.” Sapa Ammar setelah teleponnya tersambung.
“Kau pasti ingin menagih janji Papa kan? Nanti saja kita bicarakan. Sekarang Papa tidak ada waktu.”
“Pa, ada yang ingin aku katakan. Papa dan Mama harus tahu jika Jihan itu bukan wanita baik-baik.” Tutur Ammar tanpa tedeng aling-aling.
“Jangan bicara omong kosong, Mar. Papa tahu betul Jihan itu seperti apa. Papa dan Mama kenal baik dia dan keluarganya.”
“Papa harus percaya padaku!”
“Sudahlah. Papa lagi di jalan ini.”
Yusuf buru-buru mengakhiri pembicaraannya dengan Ammar, dan jelas membuat putranya itu kesal minta ampun.
“Aaaah, sial!!!” Maki Ammar. “Papa akan menyesal kalau tahu siapa dia.”
Ammar pun kembali ke pesta dan bergabung dengan Miranda serta teman-temannya.
☘️☘️☘️

Komento sa Aklat (228)

  • avatar
    afrinaqaireen

    sangat best dan sngat berpuas hati best sangat Nanti ada episode lain saya Nak baca lagi

    3d

      0
  • avatar
    AmiraNoor

    padam muka Ammar

    20d

      0
  • avatar
    Iksanfauzi

    keren

    18/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata