logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Episode 2

Ammar pulang ke rumah dan segera menemui Yusuf, dia akan berpura-pura menyetujui permintaan papanya. Semua ini demi Miranda, wanita yang selalu menghibur dirinya dan membuat dia bangkit di masa sulit pasca kecelakaan dua tahun yang lalu.
“Mau apa lagi kau menemui Papa?” Tanya Yusuf saat melihat Ammar masuk ke ruang kerjanya.
“Hemmm ... aku setuju menikah dengan wanita pilihan Papa itu.” Jawab Ammar sedikit ragu.
“Papa sudah menduganya, kau pasti enggak akan bisa hidup tanpa fasilitas dari Papa.”
Ammar tak menggubris ejekan sang papa, dia langsung menadahkan tangannya. “Jadi apa sekarang aku bisa meminta kembali kunci mobil, ATM dan kartu kredit ku?”
Yusuf membuka laci meja kerjanya dan mengambil kunci mobil lalu menyerahkannya kepada Ammar. “Nah, ambillah!”
Ammar tercengang. “Kenapa hanya kunci mobil, Pa? ATM dan kartu kreditnya mana?”
“Nanti saja setelah menikah.” Jawab Yusuf.
“Kenapa begitu? Aku kan sudah menuruti permintaan Papa?” Ammar meninggikan suaranya.
“Kau bisa saja berubah pikiran, jika Papa kembalikan semuanya sekarang.”
“Papa curang! Ini enggak adil, Pa! Kalau begini, aku bahkan enggak bisa mengisi bensin mobilku. Papa kan tahu aku pengangguran.” Sungut Ammar.
“Kalau begitu mulai sekarang kau bisa bekerja di perusahaan Papa, agar kau mendapatkan penghasilan. Apalagi sebentar lagi kau akan menjadi kepala rumah tangga, tentu harus mencari nafkah bukan?”
Ammar mengepalkan tangannya demi menahan geram, dia merasa dipermainkan oleh sang Papa.
“Kau sudah terlalu lama menganggur, jadi sudah saatnya kau keluar dari zona nyamanmu.” Lanjut Yusuf.
“Tapi, Pa? Aku cuma lulusan SMA, aku enggak punya kemampuan apa pun.”
Sejak bangun dari koma, Ammar pun menjalani serangkaian pengobatan dan terapi yang cukup menyita waktu dan tenaga, sehingga Yusuf memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan putranya sampai dia benar-benar pulih.
“Kau bisa asalkan kau mau. Misalnya saja menjadi office boy.”
“Tapi, Pa ....”
“Keputusan ada di tanganmu.” Tukas Yusuf tak acuh.
Ammar benar-benar kesal dengan sikap papanya, tapi dia tak pilihan lain.
“Baiklah. Mulai besok aku akan bekerja di perusahaan Papa, tapi aku enggak mau jadi office boy.” Ujar Ammar. “Dan aku juga ada satu permintaan.”
“Apa?”
“Setelah menikah, aku ingin tinggal di rumah sendiri.”
Yusuf menautkan alisnya. “Kenapa begitu?”
“Hemm, aku ... aku hanya ingin mandiri.” Kilah Ammar.
“Baiklah, kalian bisa menempati rumah kita yang di jalan Cempaka. Di sana ada Mang Jaja.”
“Kalau begitu secepatnya urus pernikahanku.” Balas Ammar dan segera melangkah pergi.
“Rencana yang sempurna.” Gumam Yusuf sambil menyeringai.
☘️☘️☘️
Di sebuah rumah sederhana, sepasang suami istri sedang tersenyum bahagia karena baru saja mendapatkan telepon dari Yusuf.
Dan begitu putri mereka pulang, Salma dan Arif langsung memanggilnya.
“Assalamualaikum ....”
“Jihan sini! Ada yang mau Abi dan Ummi bicarakan.” Ujar Arif.
“Ada apa, Abi?” Jihan berjalan mendekati kedua orang tuanya itu.
“Jihan, tadi Pak Yusuf menelepon.”
“Pak Yusuf, teman Abi itu?”
“Iya, Nak. Katanya dia ingin melamarmu untuk menikah dengan putranya.” Tutur Arif.
Jihan tercengang, dia nyaris memekik saking kagetnya. “Apa? Menikah?”
Jihan tahu pasti siapa putra dari Yusuf. Dia memang sudah sejak lama menyukai Ammar, bahkan dulu mereka berteman cukup baik. Namun setelah kecelakaan itu, mereka sudah tak pernah berhubungan lagi sampai sekarang.
“Bagaimana, apa kamu setuju, Nak?”
“Kenapa tiba-tiba sekali, Abi?”
“Kata Pak Yusuf, Ammar butuh seorang pendamping agar bisa membimbingnya dan mereka yakin kamu orang yang tepat.” Jawab Salma.
“Tapi bagaimana dengan pekerjaanku, Ummi?”
“Tadi sudah Abi bicarakan dengan Pak Yusuf, dan dia mengatakan kamu bisa tetap bekerja sampai kontrak kerjamu berakhir. Setelah itu, tergantung suamimu masih izinkan kamu bekerja atau enggak. ” Sahut Arif.
Jihan terdiam sejenak, dia ragu untuk menikah karena sudah lama sekali tidak berhubungan dengan Ammar, apakah lelaki itu masih sama seperti Ammar yang dia kenal dulu? Tapi jauh di dalam hatinya dia merasa berat untuk menolak.
“Jihan?” Salma menyentuh tangan Jihan sebab putrinya itu terlihat melamun.
“Eh, iya, Ummi.” Jihan tersentak.
“Bagaimana, Nak?”
“Abi, Ummi. Beri aku waktu, aku ingin Shalat istikharah dulu.”
“Iya, silakan, Nak!”
“Kalau begitu, aku ke kamar dulu, ya.”
Jihan beranjak dan melangkah masuk ke dalam kamarnya.
☘️☘️☘️
“Apa?” Pekik Miranda saat mendengar kabar yang disampaikan Ammar. “Jadi kamu akan benar-benar menikah dengannya dan meninggalkan aku?”
“Tenanglah dulu, Mir! Ini satu-satunya cara agar aku bisa mendapatkan kembali semuanya, ini juga demi kamu.”
Miranda menggeleng. “Enggak! Ini enggak boleh terjadi! Aku enggak mau kehilanganmu!”
“Kamu enggak akan kehilangan aku! Kita akan tetap bersama-sama. Setelah menikah dan mendapatkan semuanya kembali, aku akan cari cara untuk menyingkirkan wanita itu dari hidupku.”
“Kamu sungguh-sungguh akan melakukan itu? Kamu janji enggak akan meninggalkan aku?” Miranda menatap Ammar ragu.
Ammar mengangguk. “Iya. Aku kan sudah berjanji akan menjagamu, aku enggak akan mengingkari itu.”
“Bagaimana kalau kamu enggak berhasil menyingkirkan wanita itu?”
“Kamu tenang saja. Percaya padaku.” Sahut Ammar.
“Baiklah, aku percaya padamu.” Miranda segera memeluk Ammar.
“Oh, iya. Setelah menikah kami akan tinggal terpisah dari Papa dan Mama, jadi kita akan leluasa bertemu.” Adu Ammar.
“Benarkah?”
Ammar mengangguk lalu berdehem. “Hemm.”
Miranda semakin mengeratkan pelukannya dan tersenyum.
☘️☘️☘️
Keesokan paginya, Jihan menghampiri Arif sebelum dia berangkat kerja.
“Bagaimana, Nak? Apa kamu sudah mendapatkan jawabannya?” Tanya Arif.
Jihan mengangguk.
“Jadi apa keputusanmu?” Tanya Arif lagi. Dia penasaran ingin mendengar jawaban dari sang putri.
Jihan menghirup udara lalu mengembuskannya. “Bismillah. Iya, aku bersedia, Abi.”
“Alhamdulillah, kalau begitu Abi akan menghubungi Yusuf.”
Jihan tersenyum menanggapi ucapan sang ayahanda. Dia sudah melaksanakan Shalat istikharah, dan hasilnya adalah hatinya yang bimbang kini merasa yakin dan mantap untuk menikah dengan Ammar. Entah apa yang akan terjadi nanti, Jihan serahkan kepada sang penulis takdir.
☘️☘️☘️
Yusuf dan keluarganya datang untuk melamar Jihan, membawa berbagai macam hantaran pernikahan yang cantik. Jihan harap-harap cemas saat menunggu di dalam kamar, jantungnya berdebar-debar.
Tiba-tiba Salma masuk ke dalam kamar dan mengajaknya keluar. “Yuk, Nak!”
Jihan melangkah keluar dari kamar dengan balutan gamis Tosca yang anggun, jilbab panjang terjuntai menutupi sebagian tubuhnya. Dengan sedikit polesan make-up, wajah ayunya semakin terlihat cantik.
“Wah, cantiknya.” Puji Anita saat melihat Jihan melangkah mendekatinya, membuat Jihan tersipu-sipu.
Sementara Ammar hanya menatap Jihan tanpa ekspresi, wajahnya datar dan tak ada sedikit pun rona bahagia.
Anita menyematkan cincin di jari manis Jihan, lalu memeluk calon menantunya itu.
Jihan yang sedari tadi tertunduk, memberanikan diri untuk mengangkat kepala dan melihat ke arah Ammar yang juga memandangnya. Tapi begitu tatapan mata mereka bertemu, Ammar seketika memalingkan wajahnya.
Jihan sempat terkesima sendiri, hatinya mendadak jengah karena mengagumi ketampanan Ammar yang tampak lebih dewasa dari dua tahun yang lalu.
“Jadi kapan ini tanggal baiknya?” Tanya Anita tak sabar.
“Kita lihat dulu.” Yusuf mengeluarkan ponselnya dan melihat kalender.
“Lebih cepat lebih baik.” Sela Ammar dingin.
Semua orang tercenung dan menoleh ke arah Ammar yang tiba-tiba bersuara. Begitu pun dengan Jihan, dia memandang Ammar dengan raut bingung.
“Wah, sudah enggak sabar rupanya.” Celetuk Anita.
“Baiklah, berhubung calon pengantin sudah enggak sabar, kita akan percepat hari bahagianya.” Seloroh Yusuf dan disambut gelak tawa semua orang.
Dan lagi-lagi, wajah Ammar sama sekali tak memperlihatkan kebahagiaan. Yusuf dan Anita tentu paham kenapa putra mereka ingin pernikahannya dipercepat.
☘️☘️☘️

Komento sa Aklat (228)

  • avatar
    afrinaqaireen

    sangat best dan sngat berpuas hati best sangat Nanti ada episode lain saya Nak baca lagi

    3d

      0
  • avatar
    AmiraNoor

    padam muka Ammar

    21d

      0
  • avatar
    Iksanfauzi

    keren

    18/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata