logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

BAB 7 DUKA

“Tan, hari ini kamu ada kegiatan ga? Temenin aku makan pecel yuk.” Suara yang nyaring terdengar begitu leluasa mengajak sahabat karibnya, Intan.
“Sebentar, aku mau mengantar pesanan kue ku dulu. 10 menit lagi aku ke rumahmu. Sekalian traktir aku ya Ngek, byee..” sahut gadis diujung telpon yang langsung menutup sambungan sebelum sahabatnya memprotes.
“Dasar, sukanya gratisan mulu. Kalau aja motor aku ga rusak, udah pergi sendiri dari tadi”. Gerutu sahabat Intan ini sambil memanyunkan bibirnya.
Tin tin! Terdengar klason nyaring motor honda scopy bewarna coklat di halaman depan rumah Bunga. Ia setengah berlari membuka pagar rumahnya, nampak sahabatnya Intan sudah berkacak pinggang menunggunya untuk segera pergi.
“Mbok, pesen pecel sayurnya dua ya, kayak biasa yang neng Bunga pesen, sama es jeruk manis satu dan es jeruk hangat juga satu, makan di sini!” Ujar Bunga merinci pesanannya kemudian berlalu duduk menghampiri sahabatnya yang sudah memilih meja mereka di pojok kanan mengarah ke jalan raya.
Pecel Mbok Miya selalu ramai pembeli. Ada yang makan di tempat dan banyak pula yang membungkus untuk dibawa pulang. Kalau ada penilaian bintang berapa warung pecel ini, sepertinya Bunga akan memberi bintang 5 plus, karena selain rasanya yang enak dan sayur mayurnya segar, kita bebas makan kerupuk yang disediakan di toples besar, ditambah lagi pelayanan dari Mbok Miya yang selalu ramah kepada setiap pembeli.
“Kuah kacang si Mbok selalu memanjakan lidah, enak sekali!” Ujar Bunga saat sudah berhadapan dengan makanan pesanannya.
“Bu bungkus 2 ya ga pedes.” Ucap seorang lelaki yang sontak mengalihkan perhatian Bunga dari perut laparnya.
Lelaki itu sedang duduk di kursi paling depan, terlihat jelas bahwa dia adalah lelaki yang pernah menabrak Bunga waktu itu di pasar kecamatan. “Ternyata kami bertemu lagi tanpa disengaja.” Batin Bunga.
Sedangkan laki-laki itu tidak sadar bahwa ada perempuan yang sangat ia harapkan dapat ditemuinya lagi. Saat sedang duduk menunggu, lelaki itu sesekali melihat pembeli sekitar yang hampir memenuhi warung pecel Mbok Miya. Saat beredar pandangannya dan tiba pada sosok seorang gadis ayu yang rasanya ia kenali, spontan lelaki itu berdiri.
“Maaf, neng yang kemarin bukan ya?” Tanya lelaki yang tadi sempat menjadi pengalihan Bunga sesaat. Kakinya melangkah ke arah Bunga dan Intan yang sedang duduk menikmati suapan sayuran berbalut kuah kacang.
“Eh, iya Mas. Kita ketemu lagi ya. Saya Bunga” Jawab Bunga menaikan kepalanya sedikit agak gugup dengan kehadiran lelaki tadi.
“Iya kebetulan sekali.” Balas lelaki yang kini berdiri didepannya. “Oh sebentar, pesananku sudah siap.” Ucapnya lagi.
Setelah memberikan beberapa uang lima ribuan, dan mengucapkan terima kasih. Lelaki yang ternyata adalah Mas Mamat kembali menghampiri Bunga dan Sahabatnya.
***
“Ngek, itu mas-mas yang kemarin kamu ceritain bukan? Siapa namanya? Mat.. hmm, oh ya Mamat kan?” Ucap Intan setelah sosok lelaki yang sempat berbincang bersama mereka tadi sudah berlalu pergi.
“Yap, benar sekali. Tampan kan dia?” Balas Bunga yang masih sibuk mengunyak makanan di mulutnya.
“Lumayan, apa dia sudah punya pacar?”
Spontan Bunga menolehkan kepalanya, “Hmm aku belum tau. Semoga nanti bisa bertemu lagi dan akan aku tanyakan, bagaimana?”
“Iya dong ngek, kalau belum kamu gaas dekati! Kelihatannya dia laki-laki baik dan pekerja keras dari ceritanya tadi.”
“Untung tadi dia berinisiatif menukar nomor teleponnya. Semoga deh nanti dia hubungi aku.”
Kedua sahabat itu kemudian melanjutkan cerita-cerita mereka yang sudah ntah kemana alur pembicaraannya. Sambil sesekali tertawa, meringis, dan memukul pelan pundak, keduanya seperti dua orang yang tidak bertemu setahun. Banyak sekali ceritanya tidak habis-habis, padahal hampir tiap hari mereka bertemu.
***
Sepulang dari pasar membawa hasil panen cabainya kemarin, Mas Mamat yang sedang meletakan motornya di samping rumah segera memasuki rumah sambil menenteng 2 bungkus pecel yang barusan ia beli. Dalam hati Mas Mamat ia begitu bersyukur karena bertemu lagi dengan perempuan itu lagi tanpa disengaja. Seperti sudah tertulis skenario saja.
“Pak, Mamat pulang. Ini Mamat bawakan pecel kesukaan Bapak!” Teriak Mamat.
Hening tidak ada suara yang menyahut.
“Pak, Ayuk kita makan ber..” Belum selesai Mas Mamat mengucapkan kalimatnya, ia melihat Kakek Badun sudah tergeletak di bawah ranjangnya.
“Pak! Bangun Pak! Pak! Bapak!” Pekik Mas Mamat panik melihat bapaknya sudah terbaring tidak sadarkan diri. Ia goncang pelan tubuh rengkuh bapaknya. Lalu mendekatkan jari telunjuknya ke hidung bapaknya dengan gemetar.
“Masih bernapas!”, Pak ini Mamat Pak, Bapak kenapa?” Mata Mamat mulair berair. Tangan bapaknya begitu dingin. Napas yang dikeluarkan juga satu dua.
Ia kemudian tergesa-gesa menaiki motornya menuju rumah Pak Anto untuk meminta bantuan membawa bapaknya ke rumah sakit. Karena Pak Anto lah salah satu warga kampung terdekatnya yang memiliki kendaraan roda empat.
Kemudian Mas Mamat dan Pak Anto segera membawa Kakek Badun ke puskesmas di kecamatan. Kakek Badun dibawa perawat masuk ke dalam ruang UGD.
Sekitar 15 menit di dalam UGD, Mas Mamat dan Pak Anto yang menunggu di depan pintu mendapati seorang dokter dan perawat keluar dari ruangan dengan tatapan wajah yang datar. Ntah kabar baik atau buruk yang akan disampaikan.
“Siapa keluarga pasien?” Tanya dokter kemudian.
“Saya anaknya dok.” Mas Mamat maju satu langkah dari tempatnya berdiri.
“Maaf, Bapak anda sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Beliau sudah meninggal dikarenakan sesak napas atau dyspnea. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya tidak dapat menyelamatkan Bapak anda dan kami turut berduka cita atas musibah yang terjadi.” Ucap dokter di hadapannya sambil membungkuk memberi hormat sebelum berlalu.
Seperti petir yang menyambar di siang bolong, Mas Mamat terdiam tidak bergerak. Ia kembali tersadar ketika Pak Anto menepuk pundaknya. Ia belum percaya bahwa bapaknya sudah pergi menyusul ibu dan kakaknya dan meninggalkan ia sendirian.
“Mas, biar aku yang urus administrasinya Bapak. Kamu segera siapkan apa saja yang diperlukan untuk penguburan beliau. Saya turut berduka Mas, Mas yang sabar ya.” Ucap Pak Anto yang kemudian berlalu menginggalkan Mas Mamat yang terduduk lemas.

Komento sa Aklat (186)

  • avatar
    AbilinaslpKatrina

    nice

    20/08

      0
  • avatar
    ZahroFatimatul

    iyo

    20/08

      0
  • avatar
    SAFITRINABILAH

    🙃🙃

    19/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata