logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 4 Kegalauan

"Bungkusan ini berisi arsen—"
"Cukup. Aku sudah tahu nama-nama racun itu. Simpanlah kembali ke dalam tas-mu," ucapku menghentikan Bilqis yang hendak menjelaskan tentang racun-racun itu.
"Tapi kenapa?"
"Aku berubah pikiran. Racun berbahan kimia tidak aman untuk digunakan. Itu akan meninggalkan jejak, orang pasti mudah curiga jika Mas Wira meninggal secara tiba-tiba. Terutama para pegawaiku, mereka pasti langsung bisa menebak akulah pelakunya. Apalagi setelah sebulan lalu mereka memergokiku tengah mengubur jasad Mang Diman di pekarangan belakang aula," jawabku.
"Oh ya, baru sebulan yang lalu kau menghilangkan nyawa seseorang. Lantas, bagaimana dengan rencanamu meracuni Wira? Kita sudah pikirkan ini matang-matang, dan aku sudah bersedia membantumu sejak awal."
Bilqis melihat penuh tanda tanya kepadaku. Ada gurat kekecewaan di wajahnya saat aku ragu perihal niat meracuni Mas Wira. Sebagai seorang teman yang tahu betul perjalanan hidupku, Bilqis sangat mendukung apapun yang kulakukan.
"Para pegawaiku kini mengenalku sebagai pembunuh. Hanya karena untuk mencari nafkah, mereka terpaksa bertahan bekerja di ladang dan pabrikku. Namun, ada satu hal yang aneh, Bilqis. Dan kini aku meragu. Seperti ada kupu-kupu yang beterbangan dalam hati ini, aku merasa tidak tega menyakiti suamiku," jawabku.
Bilqis hanya tertawa mendengar ucapanku.
"Bagaimana bisa kau merasakan hal-hal seperti itu? Kau tak seperti yang kukenal, Manis," katanya.
Tak kuhiraukan Bilqis yang kini tengah banyak bertanya tentang perubahanku, yang bahkan aku pun tak mengerti mengapa ini bisa terjadi. Aku hanya termenung menatap cahaya damar yang meliuk-liuk tertiup angin berembus dari jendela di hadapanku, mencoba mencari tahu bagaimana aku kini jadi manusia yang mempunyai hati dan perasaan.
Bilqis mendekat dan menggenggam tanganku. "Aku masih ingat betul bagaimana kau selalu memperlakukan suamimu, Manis. Kau selalu menekannya untuk bekerja siang-malam demi mengurus semua pabrikmu. Tak peduli dia sakit atau tidak, kau hanya ingin suamimu bekerja dan terus bekerja. Atau ketika kau selalu marah-marah dan dengan kasar menghinanya. Semua itu menunjukkan kekuatanmu sekaligus karaktermu yang tak punya hati dan perasaan. Kenapa kali ini kau melunak? Jujur, aku tak suka kau seperti ini!" desak Bilqis, dia mencoba mengingatkan jati diriku yang sebenarnya.
Suaraku melemah seiring padamnya salah satu cahaya damar, kini hanya tinggal satu damar yang menyala. "Selama ini aku bangga dengan karakterku yang tak kenal ampun, karena dengan begitu tak ada satu orang pun yang berani melawanku atau bahkan menyakitiku. Tapi, Bilqis ... ketika Mas Wira mengatakan bahwa aku ini wanita jahat ... kenapa hatiku seperti ditusuk belati? Tubuhku melemas saat itu juga. Di sepanjang perjalanan ke sini tadi, aku teringat rencana meracuni suamiku, lalu kurasakan sakit yang teramat dalam, napasku sesak serasa hampir putus ... seakan-akan akulah yang tengah menenggak racun itu! Semua itu terjadi setelah Mas Wira meneriakiku 'Wanita Jahat'! Apakah aku benar-benar jahat, Bilqis?"
Aku yang terduduk di lantai kayu, hampir ambruk tersungkur, beruntung kedua tangan ini cepat-cepat bertopang ke lantai hingga dapat menahan beban tubuhku. Peluh mengucur dari kening, jantungku berdegup kencang saat teringat dosa-dosaku pada Mas Wira. Selama ini aku tak pernah memperlakukannya selayaknya suami, aku hanya menganggap Mas Wira adalah 'budak' yang harus bekerja untukku siang dan malam demi tetap bertahannya semua pabrik dan perusahaanku. Itulah alasanku menikahinya—Dia miskin, dan sangat trauma dengan kemiskinan, aku memanfaatkannya untuk menghasilkan banyak uang di perusahaanku lalu hanya memberinya sedikit saja dari hasil kerja kerasnya.
"Justru Wira lah yang jahat. Dia sudah mencuri harta yang kau simpan di kamar bawah tangga itu, dan dia mendirikan perusahaan menggunakan harta curian! Dia bahkan tak menyadari akibat perbuatannya itu Mang Diman harus jadi korban. Dia telah berani membuka kamar keramatmu dan mencuri hartamu dari sana, bukan tak mungkin lain waktu dia akan berani mencuri lagi dari kamar penyimpanan hartamu yang lain!" Bilqis menjawab kegelisahanku dengan terus meyakinkan, bahwa aku layak menyingkirkan Mas Wira.
"Tapi—"
"Si Wira itu benar-benar tak tahu berterimakasih, Manis. Kau telah mengangkatnya dari jurang kemiskinan. Dia seorang pengemis yang kau angkat menjadi suami. Wajar jika kau menuntut balas budi dengan cara mempekerjakannya siang dan malam, semua demi kelangsungan usahamu, dan dia ikut mencicipi hasilnya, kan! Kau pemilik banyak pabrik, banyak perusahaan, suamimu harus tahan banting tulang! Apa karena itu dia mengataimu wanita jahat?" lanjut Bilqis memotong ucapanku.
"Tidak, Bilqis. Bukan hanya itu."
"Lalu apa lagi? Kau tak pernah menyembunyikan satu hal pun dariku. Sekarang, katakan apa kejahatanmu yang lain hingga dia berani mengataimu 'wanita jahat'?"
Ada setitik bulir bening yang menetes di lantai, bulir itu berasal dari sudut mataku. Baru pertama kali dalam sejarah hidupku, aku menangis memikirkan perasaan.
"Aku tak pernah menganggapnya sebagai suami. Aku hanya menganggapnya sebagai lelaki pencetak uang. Aku sama sekali tak pernah berpikir bahwa dia adalah suamiku, hingga pada suatu hari dia datang padaku mengutarakan niatnya untuk menikah lagi. Dia bilang dia mencintai wanita lain, dan aku ... aku mengizinkannya menikah lagi dengan sebuah rencana jahat yang telah kususun pada mereka berdua. Tapi Bilqis ... kenapa kali ini hatiku malah terasa sakit, sakit sekali jika teringat mereka? Apakah ... aku cemburu pada lelaki yang tak pernah kucintai sama sekali?"

หนังสือแสดงความคิดเห็น (34)

  • avatar
    FfGogle

    5000

    14/06

      0
  • avatar
    Masturina Mohd

    cerita yang bagus banyak plot twist best best sangat , minat nak baca sebab tajuk ajeee hehehehe tpi jalan cerita pun best

    16/05

      0
  • avatar
    Syza Meera

    👍👍👍👍👍

    14/05

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด