logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 5 Menerima Asisten Bidan

Karma Dibayar Kontan
Part 5
***
"Saya sendiri Bidan Ayu. Ada perlu apa dengan saya ya, Pak?" tanyaku pada laki-laki bermuka bopeng yang berdiri di depan pintu, dengan mata penuh selidik. Sebab seingatku diri ini belum pernah bertemu apalagi kenal dengan lelaki bermata juling itu.
"Oh … maaf, Bu. Saya belum tahu kalau Ibu sendiri adalah Bu Bidan Ayu. Kenalkan, nama saya Reza. Saya sengaja datang ke sini karena ada yang ingin saya bicarakan dengan Ibu. Apa bisa saya minta waktunya sebentar saja, Bu?" tanya laki-laki 'menyeramkan' yang berdiri di depanku ini, yang ternyata bernama Reza, seraya mengulurkan tangan kanannya.
Dengan agak ragu, aku lalu menyambut uluran tangan Reza, dan kami pun bersalaman. Aku mengerutkan kening, lalu melihat ke arah Meli.
"Pak Reza mau bicara dengan saya soal apa ya?" tanyaku, masih dengan tatapan penuh selidik ke arah Reza. Terus terang saja, aku masih merasa agak takut dan merasa curiga dengan laki-laki dengan wajah menyeramkan yang ada di depanku ini. Yang tiba-tiba saja muncul di rumahku. Padahal sebelumnya kami tak saling kenal satu sama lain.
"Saya minta maaf sebelumnya, Bu Ayu. Apa nggak sebaiknya kalau kita bicara sambil duduk saja? Biar lebih enak. Itu pun kalau nggak mengganggu Bu Ayu," kata Reza seraya menatapku tajam. Sampai aku sedikit bergidik dibuatnya.
"Oohh … iya bisa, Pak. Mari silakan masuk," ucapku sembari membuka pintu depan lebih lebar lagi, agar laki-laki bernama Reza itu bisa masuk.
Aku kemudian mempersilakan Reza masuk ke ruang dalam dan duduk di ruang tamu.
"Silakan diminum airnya, Pak."
Aku lalu mempersilakan dia minum air kemasan gelas yang memang selalu tersedia di atas meja tamu. Aku sengaja menaruh beberapa air mineral kemasan gelas dalam sebuah tempat khusus di atas meja tamu, agar tak repot membuat minuman jika ada tamu yang datang. Kecuali jika tamu tersebut memang akan lama berada di rumahku, atau teman akrab dan saudara, aku baru akan membuatkan mereka secangkir air teh atau kopi panas. Reza mengambil sebuah air kemasan dari atas meja, lalu meminumnya sedikit.
"Begini, Bu. Maksud kedatangan saya ke sini ingin menanyakan, apa Bu Ayu memerlukan seorang asisten bidan? Soalnya saya lihat rumah Bu Ayu ini baru selesai dibangun dan pasti Ibu baru saja pindah ke desa ini. Sebab satu bulan yang lalu saya lewat jalan depan, rumah ini belum ada penghuninya. Nah … calon istri saya kebetulan baru lulus dari sekolah bidan. Apa kiranya dia bisa melamar kerja di sini, Bu?" tanya Reza, sembari minum air dalam kemasan hingga habis tak bersisa.
"Oh … gitu. Tapi saya minta maaf sebelumnya, Pak Reza. Saya kan di sini memang baru saja pindah, dan belum ada satu bulan. Dan juga selama saya tinggal di rumah ini, belum ada satu orang pun pasien yang datang berkunjung ke sini. Jadi saya rasa, saya belum perlu seorang asisten bidan. Kalaupun nanti ada pasien yang datang, ini saudara saya yang sudah biasa bantu saya," jawabku, seraya menengok ke arah Meli yang duduk di sebelahku.
"Kalau calon istri saya bisa kerja di sini, nggak digaji juga nggak apa-apa kok, Bu. Biar calon istri saya itu ada kegiatan, nggak nganggur di kontrakan," kata Reza, setelah dia terdiam beberapa saat.
"Sekali lagi saya minta maaf, Pak Reza. Saya belum memerlukan asisten bidan. Lagipula kalau alasan Pak Reza agar calon istrinya ada kegiatan dan nggak nganggur, ya sama saja dengan di sini, Pak. Dia juga akan nganggur di rumah saya, nggak ada yang dia kerjakan, karena memang belum ada pasien yang datang," kataku menegaskan, karena dilihat dari gelagat-nya, laki-laki bernama Reza yang sedang berbicara denganku ini adalah tipe orang yang suka memaksakan kehendak, meskipun dengan cara yang halus.
Mungkin orang lain tak menyadari akan hal itu, sebab sepintas sama sekali tak kentara jika sebetulnya Reza sedang memaksakan kehendaknya agar aku mau menerima calon istrinya untuk bekerja di rumahku sebagai asisten bidan. Dengan tutur kata yang lembut dan tingkah laku yang sopan, orang lain mungkin akan terkecoh dengan 'gaya' Reza dalam memaksakan kehendaknya.
Tapi tidak denganku. Sebab aku sudah terlalu sering berhadapan dengan orang seperti Reza ini. Oleh karena itu, aku perlu berkata dengan tegas, agar pembicaraan di antara kami bisa segera berakhir dan tidak panjang lebar yang akan membuang waktuku dengan percuma.
Mendengar ucapanku, tiba-tiba terdengar suara gigi Reza gemeletuk, rahangnya mengeras, seperti orang yang sedang menahan marah. Dia menatapku dengan tajam. Aku melihat sorot matanya sungguh mengerikan. Tentu saja hal tersebut membuatku merasa khawatir dan sedikit takut, kalau-kalau laki-laki yang sedang duduk di depanku ini akan melakukan hal yang tak diinginkan.
Sepertinya Meli juga menyadari akan hal itu. Dia segera beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan menghampiri kedua bocah yang sedang asyik bermain. Aku melihat Meli buru-buru mengajak Satria dan Rizki pergi dari ruang tamu dengan agak memaksa, karena kedua bocah itu awalnya enggan untuk ikut dengan Meli.
"Baiklah kalau begitu, Bu. Saya permisi dulu sekarang. Semoga saja Bu Ayu mau mempertimbangkan lagi permintaan saya tadi. Oh … iya, ini nomor HP saya. Jika Bu Ayu berubah pikiran, mohon untuk menghubungi saya," kata Reza, masih tetap sopan dan sambil tersenyum ramah. Dia lantas menaruh secarik kertas berisi deretan angka di atas meja tamu. Sepertinya kertas tersebut memang sudah dia persiapkan sebelum datang ke rumahku. Dia kemudian beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari ruang tamu.
"Hii … serem banget sih orang tadi, Yu. Bikin sport jantung aja. Kayaknya, kalau aku nggak bakalan sanggup lihat dia tiap hari ada di sini, Yu. Udahlah nggak usah diterima aja itu calon istrinya yang katanya bidan untuk jadi asisten kamu," cerocos Meli sembari bergidik, yang tiba-tiba saja sudah muncul di ruang tamu bersama Satria dan Rizki, setelah bayangan Reza tak tampak lagi.
Aku tersenyum menanggapi.
"Iya, Mel. Lagian siapa juga yang nyari asisten bidan. Orang pasien aja belum ada yang datang," kataku.
***
Keesokan harinya, sekitar pukul 9 pagi, Reza kembali datang ke rumahku. Saat aku dan Meli sedang menemani Satria dan Rizki bermain di teras depan. Kali ini laki-laki bermata juling itu datang bersama dengan seorang perempuan berperawakan sedang, yang usianya kira-kira 23 tahun. Wajahnya sama sekali tak menarik simpati orang yang melihatnya. Mukanya tampak masam dan terkesan judes.
"Bu Ayu, ini calon istri saya yang saya bilang kemarin. Namanya Eka," kata Reza, setelah aku persilakan mereka berdua masuk dan duduk di ruang praktik. Aku dan Eka lalu saling bersalaman.
Sejenak aku mengamati perempuan yang bernama Eka itu. Mukanya terlihat judes dan angkuh. Sedikit pun dia tak tersenyum padaku, meskipun hanya untuk sekadar basa basi. Sama sekali tak mengesankan orang yang ramah. Tak seperti layaknya orang yang sedang membutuhkan pekerjaan, yang akan berusaha menampilkan yang terbaik ketika sedang berada di depan si empunya lowongan kerja.
Saat aku dan Reza sedang membicarakan mengenai lowongan pekerjaan sebagai asisten bidan, aku melihat Eka malah tak memperhatikan pembicaraan kami. Matanya sibuk jelalatan memandang ke sekeliling ruangan praktik.
[Aneh banget perempuan satu ini. Kayak yang nggak butuh kerjaan aja. Dia bukannya merhatiin apa yang sedang aku dan Reza omongin, malah matanya jelalatan ke mana-mana]
"Oh … iya, Bu. Ini surat lamaran kerjanya," kata Reza, setelah kami selesai berbincang. Dia lalu menyerahkan sebuah map plastik berwarna biru, berisi beberapa lembar berkas dokumen milik Eka.
Aku menerima map plastik tersebut kemudian memeriksa berkas yang ada di dalamnya satu demi satu.
"Jadi gimana, Bu Ayu. Apa Ibu bisa menerima Eka untuk kerja di sini?" tanya Reza, setelah aku selesai memeriksa semua berkas lamaran kerja milik Eka tersebut.
Aku menarik napas panjan.
"Saya minta maaf sekali lagi, Pak Reza. Saya belum memerlukan asisten bidan untuk saat ini," jawabku, sambil menyerahkan kembali map plastik warna biru berisi berkas lamaran itu pada Reza.
"Saya mohon dengan sangat, Bu Ayu. Tolong izinkan calon istri saya, Eka ini untuk bekerja di rumah Bu Ayu. Nggak digaji pun nggak apa-apa, Bu. Yang penting, dia bisa punya kegiatan, nggak nganggur di kontrakan," ucap Reza dengan setengah memohon, sama seperti yang dia ucapkan kemarin.
Matanya tajam menatap mataku. Untuk beberapa detik mata kami saling bersirobok. Entah kenapa, tiba-tiba seperti ada sebuah kekuatan yang mendorongku untuk menerima permintaan Reza itu. Padahal dalam hati aku jelas menolaknya, tapi yang aku lakukan malah menganggukan kepala.
Aku menghela napas dalam, sambil melirik ke arah Eka dengan ekor mata. Perempuan itu pun ternyata sedang menatapku dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Membuat aku tiba-tiba merinding.
"Baiklah kalau begitu. Mulai besok pagi, Eka sudah bisa bekerja di sini," kataku akhirnya, padahal aku sendiri tak yakin dengan ucapanku itu.
"Terima kasih banyak, Bu Ayu. Terima kasih sekali lagi," kata Reza sembari menyalamiku yang masih terbengong karena merasa heran dengan apa yang baru saja aku ucapkan.
Dia lalu menyuruh Eka agar bersalaman denganku. Seperti terpaksa, Eka lalu mengulurkan tangannya padaku. Tanpa tersenyum sedikit pun. Lagi-lagi, seperti ada yang mendorongku untuk menyambut uluran tangan perempuan itu.
[Aku ini kenapa ya, kayak ada yang aneh dengan diriku. Kenapa aku nurut aja apa yang dibilang sama Reza tadi, padahal aku lihat muka si Eka nakutin gitu]
"Sekarang kami mohon pamit dulu, Bu Ayu. Besok pagi saya akan antar Eka untuk mulai kerja di sini," kata Reza sambil beranjak dari duduk.
Mereka berdua lalu pulang dengan mengendarai sepeda motor.
"Yu, kok kamu terima calon istrinya si Reza untuk kerja di sini?" tanya Meli, saat Reza dan Eka sudah tak terlihat lagi.
"Aku juga nggak tahu, Mel. Kenapa tadi aku kok nerima Eka kerja di sini. Aku iyain aja semua omongan Reza, padahal dalam hati aku sebetulnya nolak. Tapi nggak tahu kenapa, kok aku malah ngangguk aja," jawabku, dengan perasaan bingung.
***
Bersambung

หนังสือแสดงความคิดเห็น (646)

  • avatar
    SaputraRamli

    bagus sekali

    15h

      0
  • avatar
    KhansaAdinda nabillah

    Cintaku

    2d

      0
  • avatar
    Mhmmd Asril Syarif

    sangat bagus

    15d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด