logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

6. NONTON BIOSKOP

Sepertinya akhir-akhir ini waktu berputar lebih cepat. Mungkin lebih tepatnya setelah aku mengenal Kak Reyhan dari sebuah game online yang sering aku mainkan.
Padahal sebelumnya waktu empat sampai lima jam yang aku lalui sedari pulang sekolah sampai Bunda pulang bekerja sore harinya benar-benar terasa sangat panjang dan membosankan. Tak ada aktifitas berarti yang bisa aku lakukan kecuali berdiam diri di kamar sambil menonton film romantis ala-ala korea favoritku, menyelesaikan tugas sekolah, bermalas-malasan di atas ranjang empuk sambil memainkan game online atau merecoki asisten rumah tanggaku di dapur.
Tapi terkadang jika rasa bosan sudah hampir membunuhku, aku memilih untuk keluar dari istana penjara milik Bunda yang terlihat begitu megah dan kokoh. Meski hanya sekedar mampir ke tempat Anggia.
Ya begitulah keseharianku sedari kecil yang terus berlanjut hingga sekarang aku berumur 15 tahun. Bunda tak pernah mengijinkan aku keluar rumah selain hari weekend atau libur sekolah. Dan dengan siapa saja aku pergi harus atas ijin penuh dari Bunda. Jika aku meminta ijin pergi dengan orang asing yang belum pernah Bunda kenal, maka percayalah harapanku untuk melalui hari weekend yang indah pasti akan lenyap dalam seketika.
Di kamar aku seringkali berbicara sendiri di depan cermin sambil memandangi wajahku yang nelangsa seperti seorang tahanan yang sudah dijatuhi hukuman mati seumur hidup.
"Mungkin nggak sih suatu hari nanti akan ada seseorang yang bisa nyelametin hidup gue? Membawa gue keluar dari zona kehidupan yang membosankan ini!"
Apakah aku terdengar seperti sedang bermimpi di siang bolong? Hingga setelahnya aku malah menampar pipiku sambil menggerutu, "Bego! Siapa juga orangnya? Cowok-cowok yang selama ini ngedeketin gue semuanya nyerah gitu aja waktu mereka harus berurusan sama Bunda, cih... Lagian juga nggak ada yang istimewa dari mereka. Jauh dari kesan pertama yang bisa dibilang menyenangkan."
Oke, kembali lagi ke cerita awal. Cerita mengenai seseorang bernama Reyhan. Seorang cowok berumur 17 tahun yang sekarang duduk di bangku Kelas dua SMA. Berkat Kak Reyhan hidupku terasa lebih berwarna. Dan berkat Kak Reyhan juga aku jadi betah berlama-lama di kamar. Sepertinya Kak Reyhan sudah berhasil membuat jantungku berdebar lebih cepat hanya karena menerima sebuah pesan singkat darinya terlebih setelah pertemuanku dengannya tempo hari.
Entah kenapa aku menjadi lebih bersemangat untuk meladeni Kak Reyhan via telepon atau pun sms. Tiada satu hari pun yang terlewat tanpa saling berkirim kabar satu sama lain.
Kak Reyhan seolah mengubah duniaku.
Dan ajaibnya debaran yang aku rasakan di dadaku setiap kali mendengar suara Kak Reyhan di telepon kian hari semakin menjadi-jadi.
Sampai akhirnya aku merasakan hal-hal aneh mulai terjadi padaku. Seperti ketika aku mulai tertawa-tawa sendiri di kamar saat aku dan Kak Reyhan sedang berbalas pesan. Ketika aku merasa hariku kurang lengkap tanpa adanya kabar dari Kak Reyhan meski hanya sebatas pesan singkat di whats up. Dan yang terakhir ketika aku mulai memperhatikan penampilanku yang awalnya bisa dibilang biasa-biasa saja menjadi satu tingkat dari kata biasa itu sendiri. Aku mulai belajar berdandan. Walau hanya dandanan sederhana ala ABG-ABG jaman now.
Dan inilah aku sekarang, yang berdiri di depan cermin untuk sekedar memastikan kembali bahwa penampilanku kali ini sudah oke. Setelan rok jeans ketat selutut yang aku padukan dengan t-shirt pink bergambar Hello Kitty serta tas selempang kecil yang juga berwarna pink. Perfecto.
Aku tersenyum kecil sambil berbisik pelan pada bayanganku yang pasti iri melihat penampilanku sekarang, "Doakan aku ya, hari ini aku mau ke gereja dulu sama Bunda, terus mau berdoa sama Tuhan Yesus supaya dia bisa mempertemukan aku lagi sama Kak Reyhan, soalnya aku kangeeen... Hihihi..." aku menjentikkan jari dan mengedipkan sebelah mataku dengan genit seraya menunjuk ke arah cermin.
"Bye!" Ucapku yang kemudian langsung ngibrit keluar dari kamar dan terus berlari kecil menuruni anak tangga. Aku sempat melihat Bunda menengok ke arahku yang terus berlari ke luar rumah.
"Bunda buruan, aku udah siap. Aku tunggu di mobil," teriakku dari luar. Aku sempat mendengar Bunda mengatakan sesuatu tapi aku tidak menggubrisnya. Aku memasang hands free yang sudah tersambung pada handphoneku lalu mulai menyalakan musik favoritku. Momen-momen pertemuanku dengan Kak Reyhan untuk yang pertama kalinya seperti siluet yang terus menerus berputar dikepalaku.
Menjadi sebuah kenangan terindah seumur hidupku.
*******
Seperti biasa setiap minggu aku dan Bunda pergi ke Gereja untuk beribadah. Bunda merupakan salah satu anggota yayasan di Gereja Santo Marcus. Bunda salah satu penyumbang dana terbesar di sana dan juga aktif mengikuti acara-acara amal dan kebaktian. Maka tak heran setiap kedatangan kami kesini selalu mendapat sambutan terbaik dari para pengurus Gereja.
Aku tidak begitu menyimak ketika pastur sedang berbicara di depan. Pikiranku tertuju penuh pada Kak Reyhan yang baru saja mengirimiku pesan dan mengajakku bertemu hari ini.
Dadakan sekali memang. Tapi, inilah saat-saat yang aku tunggu-tunggu sejak kemarin.
Gengsikan kalau aku yang mengajak ketemuan duluan?
Sementara itu aku harus memiliki alasan yang masuk akal untuk mendapatkan ijin dari Bunda. Sejak tadi aku terus memutar otak mencari alasan yang tepat, tapi sialnya tak kutemukan juga. Kalau aku sampai terpaksa mengatakan untuk pergi tanpa menyebutkan satu nama orang yang Bunda kenal sudahlah, bermimpi saja. Sudah dipastikan aku tidak akan di ijinkan pergi kemanapun hari ini.
Aku merasakan getaran di saku rok jeansku. Sepertinya ada pesan masuk. Aku melirik Bunda yang terlihat serius menyimak khotbah sang pastur di depan. Aku mengeluarkan handphoneku dengan sangat hati-hati dari saku. Berharap Bunda tidak memperhatikanku. Benar saja ada satu pesan masuk.
Dari Anggia.
Anggia
Nanti sore nonton yuk.
W punya 3 tiket gratis nonton film "2 garis merah" di bioskop.
Aku tersenyum samar. Oh Anggia... Penyelamatku. Sepertinya Dewi Fortuna sedang memihakku kali ini.
Thank god.
******
"Lo nungguin siapa sih?" tanya Anggia sembari mengayunkan jemarinya di depan wajahku.
Aku tak menghiraukan pertanyaan Anggia. Mataku sibuk celingukan mencari sosok lain di sela-sela kerumunan gedung bioskop yang padat. Maklum ini hari libur dan film yang berjudul "Dua Garis Merah" itu sedang hits-hitsnya saat ini.
Sebuah film remaja yang menceritakan dimana si tokoh utama hamil sebelum menikah sementara dia dan kekasihny itu masih sama-sama duduk di bangku SMA. Serem ya? Jangan sampai deh kejadian kayak gitu, idih, amit-amit.
"Hellow Princess, gue tanya lo nungguin siapa?" Anggia kembali melambaikan tangannya di depan wajahku. Kali ini sangat dekat bahkan hampir menyentuh hidungku. Untung aku cepat-cepat menghindar kalau tidak bisa-bisa make-upku rusak.
"Ishhh, nanya mulu lo kayak tukang asinan! Tar juga lo tau," jawabku sewot. Aku mencoba menghubungi Kak Reyhan sekali lagi, tapi tak ada jawaban. Kemana sih dia? Pikirku mulai cemas. Aku sudah susah payah berbohong pada Bunda demi hari ini. Supaya bisa bertemu dengan Kak Reyhan, masa sih harus batal?
"Hmmm... Gue tau, pasti lo janjian sama cowok yang namanya Reyhan itu ya?" selidik Anggia masih belum menyerah.
"Kalau udah tau ngapain masih tanya-tanya terus?" semburku cepat.
"Ya... kan gue pikir lo cuma kenal sebatas temen di game doang, dodol!" Anggia menoyor kepalaku. Akupun membalasnya.
"Lo udah jadian sama Reyhan?" tanya Anggia lagi.
Aku mendelik seraya mendesah berat. Anggia ini memang tipikal cewek stalker yang hobinya selalu mau tau urusan orang lain, gerutuku kesal dalam hati. "Gue belum jadian, tapi masih dalam tahap menuju jadian, puas lo?" jawabku berharap Anggia berhenti menginterogasiku. Sebab, moodku sedang kurang baik sekarang.
Anggia menyeringai jahat. "Kalau orangnya ganteng, berarti gue masih berkesempatan dong buat deketin doi, kan belum jadian?" Anggia tertawa girang setelah berhasil memancing emosiku.
"Nih," aku mengacungkan tangan kananku yang terkepal ke arah wajah Anggia. Mengancamnya. Awas saja dia...
"Kalau begitu kita taruhan aja gimana? Ceban-ceban? Siapa yang bisa jadian duluan dia yang menang," goda Anggia lagi yang di susul suara nyaring omelanku.
Aku benar-benar kalut. Sekaligus kecewa. Takut pertemuanku dengan Kak Reyhan benar-benar akan gagal hari ini sebab batang hidung Kak Reyhan yang tak juga muncul bahkan saat aku dan Anggia sudah berdiri di depan pintu masuk gedung bioskop. Hingga akhirnya, Anggialah yang menjadi sasaran omelanku. Tapi, emang dasarnya aja Anggianya juga rese!
"Hai ladies?"
Sebuah suara dari belakang menyapa diriku dengan Anggia. Suara yang jelas-jelas aku kenal.
Aku pun menoleh cepat dan mendapati Kak Reyhan dengan stylenya yang masih sama, hanya sekarang celana sobeknya berwarna hitam dan sweaternya berwarna putih. Dia berdiri tegak dibelakang kami dibarengi dengan senyumnya yang sungguh mempesona.
"Sorry ya lama nunggu," ucap Kak Reyhan masih dengan gayanya yang selengean tapi keren.
"Gak apa-apa kok kak," jawabku membalas senyumnya. Sungguh aku benar-benar bahagia sekarang.
"Oh ya, kenalin ini temenku Anggia, Kak, yang waktu itu pernah aku ceritain,"
"Hai, aku Reyhan?" Kak Reyhan mengulurkan tangannya ke arah Anggia tapi tak ada respon.
Aku melotot ke arah Anggia lalu menyikut lengan Anggia yang terus melongo menatap ke arah wajah Kak Reyhan, bahkan tanpa berkedip. Dan satu cubitan di pinggangnya akhirnya membuat Anggia sadar. Dasar!
"Aww, sakit tau," Anggia meringis. Aku bertambah sangar memelototinya.
"Hai juga... Aku Anggia..." Anggia menyambut uluran tangan Kak Reyhan. Membuatku sedikit iri. Adegan apa ini? Gue aja belum pernah dijabat tangannya kayak gitu sama Kak Reyhan. Gerutuku dalam hati.
Aku melirik Anggia lalu berbisik di telinganya dengan nada sewot, "Muka lo biasa aja kali," aku benar-benar jengah melihat cara Anggia menatap Kak Reyhan.
Anggia membalas dengan berbisik juga, "Ganteng banget sih... Kaki gue lemes nih, ikut ke toilet yuk,"
Tanpa menunggu jawabanku, Anggia langsung menarik tanganku menuju toilet. Sementara aku cuma bisa cengar-cengir nggak jelas pada Kak Reyhan yang menatap kami dengan tatapan bingung.
Di dalam toilet suara Anggia langsung meledak seperti petasan karet yang bunyinya membuat telinga sakit.
"Gue nggak mimpikan, Trina? Sumpah lo ketemu dimana sama tuh cowok? Artis sekelas Maxime aja lewat gue rasa," katanya dengan wajah penuh antusias.
Aku mendengus kesal. "Hellowww, ini toilet mall bukan hutan, lo bisa pelanan sedikit nggak sih ngomongnya?"
"Oh-iya, sorry-sorry. Abis gue spechless tau. Tuh cowok ganteng banget, sumpah!"
"Teruuuus?"
"Ya terus, gue suka-lah." jelas Anggia to the point.
"Enak aja lo kalo ngomong, inget ya Kak Reyhan itu calon pacar gue," ucapku memperingatkan. Anggia ini memang suka kelewatan kalau bicara. Tidak peka sama sekali.
"Baru calonkan? Belum jadi," balasnya dengan wajah yang super duper menyebalkan.
"Ih.. Nyesel gue ngenalin sama lo!"
Anggia tertawa nyaring melihatku sewot sendiri.
"Udah ah, gue mau samperin pangeran gue dulu, kasian nunggu kelamaan. Inget ya, ceban-ceban, bye!" teriaknya yang langsung mengambil langkah seribu, meninggalkanku begitu saja di toilet. Sialan bangetkan? Untung sahabat!
"Ihhh.. Anggiaaa..." teriakku balik dan langsung mengejar Anggia.
Kali ini Anggia sudah keterlaluan. Enak aja main serobot gebetan orang. Makiku dalam hati.
Dongkol!

หนังสือแสดงความคิดเห็น (44)

  • avatar
    Wyn Wi

    seruuuuy!!!!!!

    27d

      0
  • avatar
    mochkhalifkhalif

    cerita yang sangat dahsyat

    06/07

      0
  • avatar
    atiqahnurul ainaa

    Friendship

    02/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด