logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

3. KETEMUAN

Berawal dari perkenalan di sebuah game online yang aku mainkan. Sampai saling berkirim dan bertukar foto. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk bertemu.
Entah hal nekat apa yang mendorongku untuk menyanggupi ajakan Reyhan tempo hari padahal sampai detik ini dia tidak kunjung mengirimiku gambar foto dirinya yang utuh. Sampai aku yang memang sudah kelewat penasaran mencetak ke lima foto yang Reyhan kirimkan padaku untuk kemudia benar-benar aku susun, meski hasilnya tetap saja aneh.
Nggak nyambung!
Huft!
Tapi satu hal yang berhasil aku tangkap setelah aku kembali memperhatikan detail foto-foto itu lebih jauh. Di situ jelas-jelas terlihat bahwa kulit Reyhan tidak hitam, melainkan putih. Hidungnya mancung dan lancip di ujung. Bentuk matanya sedang tidak besar dan juga tidak sipit tapi alisnya sangat bagus, hitam dan tebal. Jujur, aku suka melihat cowok-cowok yang memiliki alis hitam dan tebal. Lalu telinganya juga kecil, tidak lebar. Bentuk model rambutnya lurus dan seperti model remaja lelaki kebanyakan. Dan yang terakhir, bibirnya.
Entah itu betulan foto bibirnya atau bukan, sebab sangat meragukan. Bibirnya Reyhan di dalam foto itu terlihat sangat manis dan, hmmm... Sexy. Hihihi.
Aku memang tidak tahu apa itu sexy, tapi bagiku bibir Reyhan memiliki bentuk yang sempurna dan bagus. Senyum yang melengkung d bibir itu membuatku hatiku melayang setiap kali memperhatikannya dengan semua imajinasiku yang terkadang suka berlebihan. Tapi yang pasti, jika memang semua potongan-potongan gambar ini adalah gambar diri seorang Reyhan, hatiku bisa sedikit lega, karena itu tandanya, wajah Reyhan tidak seburuk yang aku kira. Malahan justru sebaliknya, pasti dia seorang laki-laki yang tampan.
Aku sudah siap dengan penampilanku yang sangat-sangat sederhana dan norak. Aku bahkan tidak memiliki pakaian baru yang sesuai dengan seleraku karena semua pakaian yang aku punya adalah hasil pilihan Bunda yang dia beli sendiri tanpa meminta pendapatku. Bahkan dalam hal penampilan pun aku tak luput dari pengawasan Bunda.
Saat ini aku memilih pakaian berbahan dasar jeans berbentuk overall yang biasa dikenal dengan istilah baju kodok. Dan aku memakai kaos berwarna pink sebagai dalaman.
Kupikir, ini kostum terbaik yang aku miliki saat ini.
Hari itu, Bunda sedang libur kantor karena kebetulan memang hari weekend. Jadilah aku meminta pertolongan sahabat terbaikku Anggia untuk menjadi tameng supaya aku bisa di ijinkan pergi oleh Bunda. Semoga saja hati Bunda sedang baik, jadi aku bisa diijinkan untuk pergi bersama Anggia ke toko buku.
Ya, itulah alasan yang kami buat saat itu.
Dan ini, adalah kebohongan pertama yang kubuat sepanjang sejarah kehidupanku yang saat ini sudah mulai beranjak remaja.
Sebab, tahun ini aku lulus SMP dan akan masuk ke sekolah yang jenjangnya lebih tinggi.
Rasanya sangat tidak sabar untuk mengenakan seragam putih abu-abu, seperti seragamnya Reyhan. Ya, aku dan Reyhan memang terpaut umur dua tahun.
Aku lima belas tahun mendekati enam belas, sementara Reyhan tujuh belas. Aku kelas tiga SMP sementara Reyhan kelas dua SMA.
"Cuma ke toko buku aja?" tanya Bunda dengan ekspresi wajah datar dan gaya bicaranya yang terdengar tegas.
"I-iya Tante," jawab Anggia disertai anggukan kepalanya. Ekspresi wajahnya terlihat ngeri. Aku yang duduk di sampingnya terus berusaha untuk menahan tawa sampai perutku sakit dibuatnya. Habis tampang Anggia lucu banget.
Anggia adalah sosok sahabat terhebat bagiku, ya karena cuma dia satu-satunya sahabat yang aku miliki. Anggia itu sosok gadis yang sangat periang. Dia bawel, jahil, centil, kadang kalau moodnya sedang tidak baik, dia suka sewot-sewot sendiri, tidak jelas. Tapi satu hal yang paling membuatku merasa nyaman bersahabat dengan Anggia, dia itu tulus dan teramat sangat care padaku.
Anggia itu sosoknya agak kekanak-kanakkan dan manja, karena Anggia hanya tinggal bersama ke dua orang tuanya di Jakarta. Jadi, semua kebutuhan Anggia selalu dituruti oleh ke dua orang tuanya tanpa terkecuali. Tante Hanum dan Om Haris sangat menyayangi Anggia. Di mataku, Anggia itu adalah sosok yang sangat beruntung, karena memiliki keluarga yang lengkap. Anggia pernah bercerita tentang Kakak laki-lakinya yang tinggal di Bandung, ikut bersama Omah dan Opahnya. Tapi selama aku tinggal di Jakarta dan menjadi sahabat Anggia, aku tak pernah sekali pun bertemu atau dikenalkan dengan Kakak laki-lakinya itu, karena memang sang Kakak sendiri yang tidak pernah mau di ajak ke Jakarta oleh orang tuanya. Dari cerita Anggia, sepertinya hubungan sang Kakak dengan orang tua Anggia itu kurang baik, sebab itulah Anggia selalu terlihat seperti seorang anak tunggal.
"Sumpah! Jantung gue hampir copot, kalo udah berhadapan sama nyokap lo, Trina! Horror banget tampangnya! Mendingan liat setan daripada gue harus berhadapan sama nyokap lo tau nggak," cecar Anggia saat kami sudah mendapat ijin untuk pergi oleh Bunda.
"Hus! Enak aja lo kalo ngomong, masa nyokap gue lo samain ama setan! Sial!" omelku pada Anggia yang kalau bicara suka seenak jidatnya.
Saat ini, Aku dan Anggia sedang berjalan menyusuri komplek perumahan kami menuju jalan raya untuk menaiki angkutan umum. Kebetulan saat itu Anggia juga hendak mengunjungi rumah kawannya yang lokasinya searah dengan lokasi yang aku tuju.
"Ati-ati lo kalo ketemuan sama cowok asing. Kalo dia orang jahat gimana? Nanti lo di rampok lagi, tau-tau pulang ke sini, diri lo udah nggak utuh," Anggia terkekeh di akhir kalimatnya.
"Maksud lo apaan?" tanyaku tidak mengerti. Saat itu aku dan Anggia sudah berada di dalam angkutan umum.
"Iya, bisa-bisa habis ini, hati lo di rampok sama tuh cowok terus udahannya, lo jatuh cinta lagi sama doi, hahaha... Cinta pada pandangan pertama, first love never die," ungkap Anggia lagi dengan gaya bicara yang dibuat-buat.
Aku meringis malu. Pasalnya, kini kami jadi bahan perhatian oleh para penumpang lain di dalam metromini itu. Dan semua itu karena ulah Anggia yang nggak tahu malu.
"Lo kalo ngomong bisa pelanan dikit nggak sih? Malu tau," bisikku di telinga Anggia.
Dasarnya Anggia, dia justru malah bicara semakin keras.
"Ye, biarin aja! Mulut-mulut gue! Congor-congor gue! Perduli amat!"
Hadeh! Masker mana masker! Aku perlu tutup muka nih! Malu dilihatin orang banyak!
Dasar Anggia!
Keluhku dalam hati.
*****
Waktu sudah menunjukkan pukul 08.35 WIB saat aku sampai di lokasi yang telah ditentukan Reyhan untuk bertemu.
Meski aku telat hampir setengah jam lebih diakibatkan kondisi jalan yang macet. Pasti Reyhan sudah menungguku sejak tadi.
Aku mulai melangkah memasuki area taman kota di Blok M. Kepalaku celingukan mencari dimana sosok cowok remaja laki-laki bernama Reyhan itu. Meski, aku tak juga menemukannya siapa pun di sana, selain seorang laki-laki berkaos hitam yang sedang menyantap nasi bungkus di pojokan taman.
Mini clutchku bergetar tanda sebuah pesan masuk. Aku pun buru-buru membuka pesan itu, ternyata dari Reyhan.
Deg!
Aku buru-buru menarik nafas panjang setelah menelan salivaku sendiri. Lagi-lagi aku mulai dilanda kepanikan luar biasa. Bahkan ini lebih parah dari kepanikanku setiap kali aku harus maju ke depan kelas untuk mempresentasikan tugas sekolahku. Aku ini tipe orang yang mudah gugup dan seringkali canggung bila berada di ruangan terbuka. Jujur aku tidak nyaman. Karena aku memang tidak terbiasa keluar rumah sendirian. Bukan tidak terbiasa, tapi memang tidak pernah.
Aku mulai membaca isi pesan itu.
Rheina
Kamu dimana?
Aku pun langsung membalasnya dan  mengatakan bahwa aku sudah berada di dalam taman kota di Blok M. Dan tak lama pesan balasan dari Reyhan pun kuterima.
Rheina
Aku juga udah di taman. Aku duduk di pojok taman pakai kaus hitam.
Deg!
Kenapa rasanya jantungku seperti mau copot ya? Dan kenapa tanganku jadi gemetar begini? Lagi-lagi aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Aku harus tetap tenang. Tidak boleh panik dan tidak boleh gugup. Santai. Calm down.
Aku kembali melangkah dan mataku terus menyapu setiap pojokan di sekeliling taman. Masih sama seperti sebelumnya, aku tidak melihat siapapun di sana, kecuali laki-laki tadi. Laki-laki yang sedang makan nasi bungkus tadi.
Seorang laki-laki bertubuh kurus memakai kaos warna hitam yang sedang duduk sendirian sambil menikmati sarapan yang dibungkus kertas nasi. Sesekali laki-laki itu melihat ponselnya lalu mengetik sesuatu dan menaruhnya kembali.
Aku mulai melangkah mendekati laki-laki itu. Perkiraan jarak sepuluh meter darinya aku mampu menangkap wajah laki-laki itu dengan baik.
Seketika itu keningku berkerut, aku kaget dan benar-benar tak menyangka.
Apa dia yang bernama Reyhan?
Seorang cowok yang stylenya bisa dibilang kampungan dengan gestur tubuh pendek, kurus, hitam, dekil indekumel dan...
Oh astaga, matanya juling!

หนังสือแสดงความคิดเห็น (44)

  • avatar
    Wyn Wi

    seruuuuy!!!!!!

    27d

      0
  • avatar
    mochkhalifkhalif

    cerita yang sangat dahsyat

    06/07

      0
  • avatar
    atiqahnurul ainaa

    Friendship

    02/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด