logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Munculnya Jin Borneo

Siang yang terik, suasana sekolah yang masih penuh dengan hiruk-pikuk para siswa yang sedang istirahat di tengah jam sekolah. Tampak dua sejoli Rista dan Rinto sedang asyik makan bakso disertai canda tawa. Di sisi lain, Ardi yang termenung sendiri, masih menerka-nerka ucapan dari Bu Erlin tadi malam.
Tanda tanya besar masih terngiang di otak Ardi. Ia harus mencari bantuan melalui makhluk tak kasat mata yang memiliki kekuatan super dan belum pernah dimintai tolong oleh Ardi.
Asap putih sekelebat menggumpal di sudut ruang kelas, tentu saja tak lain dan tak bukan adalah jin Nurdin. Namun, bukan Nurdin yang Ardi hendak meminta tolong. Melainkan jin teman terdekatnya yang juga indigo yang berasal dari pulau Borneo.
Sekejap panas menyergap tubuh Ardi, nafasnya tersengal dan terbatuk. Beruntung tak ada seorang pun di kelas itu. Mata yang terbeliak serta tubuh yang mendadak kaku, membuat Ardi kewalahan menerima kedatangan makhluk itu agar sanggup menuruti kemauannya.
Ardi tersentak. Kewarasan kembali bersama dirinya, tersadar penuh dan tentunya si makhluk yang akrab disapa dengan 'jin Borneo' telah berada di sisi bahunya. Bukan asap ataupun bayangan, hanya semilir hawa dingin yang ditandai dengan meremangnya bulu roma, itulah pertanda makhluk ini dekat tak berjarak, meski hanya semilimeter pun.
Pena yang digenggam Ardi bergerak, menggambarkan sesosok yang ingin diketahui Ardi. Lukisan abstrak yang melukiskan paras ayu khas Belanda, tergores di kertas putih itu.
*
Bu Erlin mengamati benda bundar yang melingkar di jemarinya, netranya tak berkedip sama sekali. Cairan pengkilat batu merah delima yang memerah itu, sangatlah berbau busuk. Ya, memang itu adalah darah kucing hitam yang tempo hari mati dengan cara yang mengenaskan.
Siapa yang melakukannya? Tentu saja, kaki tangan Erlin Ningsih yakni Kurnia, si hantu rambut panjang yang tega merasuki tubuh gadis lemah untuk mengeksekusi binatang tak bersalah demi keinginan gila sang majikan.
Dengan iming-iming pengabdian pada Puteri Condrowilwotikto, sang pewaris daerah kekuasaan Van de Burgh dibawah naungan ibunya, Puteri Anuwiryaningrat.
Tak ada yang tahu, bahwa cincin bertuah itu sebenarnya milik siapa. Hanya keinginan besar Erlin yang membuatnya buta akan belas kasihan. Hingga tega menyingkirkan siapa pun yang membawa cincin itu jauh darinya.
Benar saja, Pak Lasiman lah yang menjadi bulan-bulanan kekejaman Erlin, meski Pak Lasiman bersikukuh memperingatkan akibat yang menimpa di kemudian hari, wanita ini enggan memperdulikan. Tapi, malah memperdaya Pak Lasiman agar menjatuhkan cincin bertuah yang selalu menggantung di lehernya sebagai liontin.
Tak dipungkiri, ambisi Bu Erlin sempat membuat seluruh pengurus asrama bergidik. Sebab, yang dijalaninya adalah ilmu hitam, karena ia tak sanggup berpaling dari bisikan cincin itu.
Ritual demi ritual dilakukannya, hingga dipuncaknya Bu Erlin harus sanggup memakan daging mentah dari binatang lemah agar ilmunya mencapai tingkat yang diharapkan hingga tercapainya hasrat busuk dirinya.
Perjanjian yang mengatasnamakan pengabdian tak serta merta memuluskan jalan Erlin Ningsih dalam menggapai impiannya. Munculnya Ardi dan beberapa gadis penghuni asrama putri, membuat gentar Erlin. Mengingat mereka sangat mengetahui secara detail intrik yang terjadi antara wanita itu dengan beberapa lelembut usil di asrama.
*
"Tumben, malam ini semilirnya dingin banget. Kamu ngerasa, gak?" tanya Lala pada Ivon yang sedang sibuk menyalin tugas. Namun, Ivon hanya menaikkan alisnya tanpa menjawab pertanyaan Lala.
"Heh, dasar kamu. Kalo giliran nyalin aja aku nggak digubris. Huh, payah!" ledeknya lagi pada Ivon yang hampir menyelesaikan tulisannya.
"Mau perang? Bentar, ya. Tunggu aku selesai." Ivon menggertak. Lala yang tak ingin temannya itu memuncaki amarah, langsung terbirit menuju kamar Debi.
"Ah, kebetulan. Yuk, ikut aku menghadap Bu Erlin," paksa Debi sambil menarik lengan kurus Lala.
Kedua gadis itu berjalan menembus dinginnya malam yang tak biasa. Pondok tua bertembok bata merah, serta lampu temaram sangat pas menambah suasana kengerian yang terajut ketika melangkahkan kaki di teras pondok.
Aroma dupa menyeruak dan menggelitik hidung Lala dan Debi, tak pelak mereka berdua bersin secara bersamaan. Menggugah suasana mencekam menjadi menggelikan.
Bu Erlin keluar dari pondoknya, dan mengisyaratkan pada kedua siswi yang sedang bergandengan rekat itu untuk menunggu di balai utama asrama.
"Oke, jadi bagaimana, Deb?" ujar Bu Erlin sambil mengelus-elus batu akiknya.
"Eh, iya, Bu. Berhubung saya tak menemukan seperti yang Ibu cari, jadi saya bertanya adakah solusi lain?" Debi memohon pada Bu Erlin. Lala yang sedari awal tak mengetahui maksud Debi menemui kepala asrama putri itu, masih menganga keheranan.
"Sudahlah, tak usah. Aku mencarinya sendiri saja. Atau menyuruh orang lain. Oke, terima kasih. Kalian boleh pergi."
Bu Erlin masih duduk santai di balai asrama, badan yang tambun membuatnya hampir kesusahan untuk bangkit dari tempat duduk.
"Eh, Deb. Kamu bicarain apa, sih, tadi?" tanya Lala didera rasa penasaran.
"Ah, rahasia." Debi dan Lala lari sambil kejar-kejaran. Sesampainya di kamar, Debi menceritakan bahwa Bu Erlin meminta untuk dicarikan seekor kucing hitam pekat, persis dengan kucing naas beberapa hari lalu. Namun, tak diketahui alasan mengapa ia mencari kucing tersebut.
Terkejut setengah mati, Lala menebak, "Mungkin, kucing itu diambil darahnya untuk ritualnya. Nggak tau lagi, sih, soalnya aku ngarang." Sontak seisi kamar, menimpuk Lala dengan bantal.
*
Awan gelap menyelimuti asrama putra, hawa dingin masih terhembus syahdu mengiringi lolongan anjing liar disertai gaok yang terus mengitari genteng asrama.
Di setiap sudut gedung Van de Burgh ini, menjadi andalan untuk para lelembut menongkrong. Selain di kamar mandi, di meja belajar ataupun lemari para penghuni asrama tak luput menjadi rumah bagi mereka.
Akan tetapi tidak untuk malam ini, Para lelembut yang menghuni asrama putra berbondong-bondong berpindah tempat, dikarenakan hawa dingin asing yang berpusat di kamar salah satu siswa, sangatlah mengusik mereka. Pada akhirnya pun makhluk tak kasat mata tersebut beringsut pergi dan terpaksa berkumpul di asrama putri.
Kedatangan Ardi dan jin Borneo yang baru ia munculkan, menjadi kemurkaan tersendiri bangsa lelembut yang telah menghuni ratusan tahun di gedung itu.
"Aku tahu, kau terhebat di daerahmu. Tapi, asal kamu tahu bahwa aku memerlukanmu hanya sebentar, maka hormatilah penghuni lama gedung ini. Jangan sombong dan mengunggulkan diri. Paham?" terang Ardi pada teman tak kasat mata yang hinggap di bahu kirinya.
"Kini, tiba saatnya aku meminta bantuan. Taklukkanlah anak buah Erlin Ningsih, buatlah komunikasi dengan sang puteri. Agar ia mengatakan dimana Pak Lasiman berada."
Sekejap hawa dingin berubah hangat, Ardi merasa nyaman kembali. Tak dapat dibayangkan bila ia harus hidup berdampingan dengan makhluk Borneo ini. Pasti sangat tertekan mengingat kesaktian yang makhluk itu miliki sangatlah kuat.
Kurnia mengubah bentuk wujudnya, biasanya hanya berambut gimbal dan berjubah putih. Kini, dominasi warna merah darah pada jubah serta wajah hancur dihiasi belatung gemuk-gemuk menjadi penampilan khusus malam itu.
Jin Borneo beraksi, tak banyak yang tahu seperti apa wujudnya. Yang pasti, ia hanya menangkis tanpa melukai para lelembut yang mencoba melawannya.
Setelah Kurnia berhasil tersungkur, jin Borneo kembali menarik diri pada buku Ardi yang masih menganga. Di situ, jin Borneo menuliskan bahwa Kurnia telah menyerah dan mengharapkan sebuah persembahan untuk dirinya dan lelembut lain.
Ardi tak mengira bahwa yang diungkapkan Bu Erlin benar adanya, pertumpahan darah akan terjadi. Mau tak mau, Ardi harus meminta bantuan pada jin Borneo untuk berkomunikasi dengan sang puteri raja.
"Tumbal" itulah yang dituliskan setelah jin Borneo meminta restu pada sang Puteri Condrowilwotikto, untuk mendamaikan segala kondisi yang mereka alami.
Kini, Ardi sudah mengetahui sebab dibalik hilangnya Pak Lasiman, hingga berubahnya Bu Erlin sebagai penganut ilmu hitam yang fanatik.
Bersambung

หนังสือแสดงความคิดเห็น (161)

  • avatar
    Dodi Cahyono Eko

    ceritanya sangat bagus...jadi ingat anak yang lagi mondok di pesantren..dia tinggal di asrama yg menurut ceritanya ada hal2 berbau horor..

    01/09/2023

      0
  • avatar
    Mobile Legendss

    that was awesome and nice

    2d

      0
  • avatar
    Afiq Fif

    best sangat

    3d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด