logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

5. Rumah Baru

Taman Teratai, sebuah perumahan ekslusif di tengah kota Bandung. Blok C nomor 204.
Itulah istana yang akan Sally dan Raffi huni. Dari luar, tampak sebuah jembatan mungil dengan kolam ikan di bawahnya. Mereka memasuki gerbang rumah, merapalkan salam kepada seluruh penghuni tak kasat mata.
Selesai memarkir mobil, mereka mulai berjalan di atas jembatan tersebut. Terlihat beberapa ikan lincah menari menyambut tuan rumahnya.
Setelah jembatan, terlihat hamparan rumput swiss dan beberapa pokok bunga dadap wangi yang sedang bermekaran sungguh memanjakan mata Sally.
Ada juga beberapa ornamen lampion tergantung di halaman rumah, entah berfungsi atau tidak, Sally sendiri tidak tahu. Yang jelas, ia menyukainya.Ia sungguh kagum dibuatnya. Benar benar indah.
"Kamu suka?" tanya Raffi.
Tanpa jawaban pun, ia pasti tahu apa yang istrinya rasakan. Dari awal ia sudah mendengar mulut Sally tak berhenti memuji Sang Pencipta atas keindahan semua pemandangan ini.
Tidak terlalu mewah, tapi cukup membuat hati Sally tergugah.
"Ya. Aku suka. Suka sekali. Makasih, Raff."
Di Ruang Tamu ....
Di ruang yang entah berapa meter ini, seperangkat sofa berwarna coklat tua terlihat begitu serasi dengan tembok dan material yang berwarna dominan merah dan kuning.
Sebuah tirai partisi yang berwarna senada dengan ruangan tersebut tampak kokoh memisahkan antar ruang tamu dan ruang tengah, ruang pribadi sang penghuni.
Mereka duduk bersandingan di sofa. Meski sudah pernah merasakan penyatuan, tetap saja dada Sally masih terasa deg-degan. Ternyata rasa canggung itu masih ada.
"Bagus sekali disainnya." Pasti Ana yang mendesain.
"Kamu suka?"
"Kan tadi aku udah bilang. Suka sekali. Pas banget, gitu, dengan bayangan rumah idamaku."
"Oh, ya?"
Sally mengangguk mantap. "Kamu tahu dari mana kalau aku suka model begini?"
"Kebetulan aja," jawab Raffi datar.
"Masa, sih? Kok kebetulannya sama banget, ya!"
"Kamu pikir, dengan waktu hanya tiga bulan ... bisa jadi rumah gini?" Kali ini suaranya lebih dingin dari sebelumnya.
Sally hanya bisa nyengir kuda. Tahu jika suaminya memang sudah lelah. Ia kalah. Memang benar apa yang dikatakan Raffi. Tidak mungkin hanya dengan waktu tiga bulan, bangunan ini bisa jadi lengkap dengan desain interiornya. Kecuali jika Raffi minta bantuan jin.
"Sal," sapa Raffi spontan.
"Iya."
"Sampai kapan kamu tetap memanggilku 'Raffi'?"
"Maksud kamu, apa?"
"Aku suamimu sekarang. Panggil aku dengan panggilan yang lebih terhormat sedikit."
Badan Sally sudah mulai sedikit bergetar. Ia tahu apa yang dimaksud suaminya. Namun, apa tidak bisa diutarakan dengan nada yang sedikit sopan?
"Jadi aku harus panggil apa?" tanya Sally. Ia takut salah dalam berkata.
"Kamu bahkan lebih tahu adab memuliakan suami. Tidak perlu, 'kan, bertanya seperti itu?"
Lagi-lagi, Raffi menjawabnya dengan pedas.
"Mas? Seperti itu?" Kembali Sally menanyakannya dengan hati-hati. Semoga kali ini tidak salah.
"Itu lebih baik." Setelah itu Raffi beranjak meninggalkan Sally yang jantungnya masih berdenyut nyeri.
Dengan hati yang masih kacau, ia mencoba mengobatinya dengan sedikit memasukkan makanan dalam tubuhnya. Menuju ke dapur dan melihat apa yang bisa ia buat untuk menenangkan pikiran adalah pilihannya.
***
Di Dapur ....
Sebuah dapur minimalis, bisa dikatakan standar, tetapi tetap tidak meninggalkan tema oriental. Ya, lebih tepatnya elegan.
Kitchen sink keramik adalah anggota dapur pertama yang ditangkap indra pengelihatan Sally. Matanya menyapu sekeliling. Terdapat empat buah kursi kayu plus meja makan. Unik.
Ah, Sally, dalam khayalnya ia sudah membayangkan kursi itu terisi ia dan Raffi, beserta dua anaknya, nanti.
Ia memasuki lebih dalam. Sally terheran melihat semua bahan makanan sudah melengkapi dapur tersebut. Ada bumbu dapur sejenis rempah-rempah, bawang, beberapa makanan instan, juga semua bahan dapur lainnya yang tertata rapi.
"Seperti sudah lama dihuni." Pikiran Sally sedikit tidak enak.
Segera ia tepis pikiran negatifnya setelah melihat beberapa perabot daput yang terlihat dalam keadaan baru. Mereka masih bersih, mengkilat, bahkan ada sebagian yang masih menyisakan bau khas barang baru.
Dengan hati-hati, Sally menyalakan kompor gas yang sudah tertangkring panci berisi air. Ia memang tidak pandai dalam hal perdapuran, tapi juga tidak serta mesta sama sekali tidak mengerti.
Ia bisa memasak menu ala kadarnya, meski bukan menu berat yang biasa disajikan pada saat ada acara-acara tertentu.
***
Senja kota Bandung yang begitu dingin menusuk, ditemani segelas teh hangat yang Sally harap bisa merubah mood negatif suaminya ia sajikan untuk seorang Raffi.
Di ruang tengah, terlihat Raffi masih berkutat dengan laptopnya. Memainkan jari-jari pada tiap tombol keyboard hingga menjadi satu susunan kalimat yang dapat dipahami.
"Ini, Mas, tehnya." Sally menaruh teh di meja tempat Raffi bekerja.
"Hm."
Hanya itu? Tidak ada ucapan terima kasih?
Ia tersenyum kecut, meninggalkan Raffi yang sedikitpun tak menolehnya.
Sepeninggal Sally, Raffi langsung meminumnya dengan hati-hati. Ya karena memang masih panas. Tanpa Sally tahu, Raffi menoleh untuk melihat punggung istrinya yang sudah beranjak. Perasaan bersalah sedikit menyelimuti. Tapi rasa ego tetap yang tertinggi.
"Terima kasih, Sal."
***
Di Kamar Tidur ....
Di sinilah mereka berada, kamar tidur utama dengan desain simpel, lembut dan sangat sederhana.
Tidak seperti ruangan-ruangan sebelumnya yang kental akan desain oriental khas negeri tirai bambu, ruangan dengan ukuran kurang lebih 6x7 meter ini hanya bercat dindin putih, tanpa kombinasi dan strip warna lain.
Namun, pada salah satu sisinya memakai dinding kaca tebal dengan satu ranjang berukuran super king size di depannya. Cukup untuk berguling-guling memanjakan dua insan yang sedang dimabuk cinta.
Sama sekali tidak ada hiasan. Baik keramik hias, hiasan dinding, bunga sintetis, ataupun yang lainnya. Hanya ada satu lemari pakaian, meja dan kursi, berikut rak buku yang tidak terlalu besar.
Mungkin ruangan ini menggambarkan kepribadian pemiliknya yang praktis dan tidak menyukai keribetan.
"Mas Raffi." Sally mencoba membuka obrolan.
"Hm?" jawab Raffi dengan dehemnnya.
Sally melirik Raffi yang masih asyik dengan buku yang bergambar makanan di covernya. Sama sekali tidak menoleh Sally. Seakan suara Sally hanyalah selentingan yang mampir di telinganya
Sedingin inikah dirimu, Mas?
"Ada apa?"
Sally hanya menggeleng.
"Mau ngomong apa, tadi?"
"Nggak. Nggak jadi." Mengetahui kondisi yang tidak baik, ia mengurungkan niatnya.
Raffi menutup bukunya, meletakkan buku tersebut di rak samping ranjang. Kemudian mengambil posisi untuk tidur.
"Mas mau tidur?"
"Ya. Besok harus kembali bekerja."
Sally mengangguk pasrah. Lagi pula, apa yang sedang ia harapkan dari seorang Raffi malam ini? Tidak ada. Meski dalam hati, ia sedang menginginkan cumbuan mesra sang suami. Sama seperti awal pengantin baru mereka kemarin.
Di mana dirimu yang kemarin, Mas? Apa itu cuma sandiwaramu di depan keluargaku?
Beberapa menit kemudian, ia pun menenggelamkan tubuhnya pada bed cover tebal dan menyisakan kepalanya. Mencoba menutup mata dan berharap bisa tertidur secepatnya.
=====
Shalys Chan
www.shalyschan.com
=====

หนังสือแสดงความคิดเห็น (63)

  • avatar
    LinataSelvi

    sangat bagus

    1h

      0
  • avatar
    SiwokOland

    tidak membuat bosan karena ada sisi lucunya

    13d

      0
  • avatar
    Kadek

    sangat bagus

    17d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด