logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

4. Penyatuan

Jangan dikira Raffi tidur nyenyak dalam malamnya. Tubuh yang amat sangat lelah tak lantas mendorongnya untuk menutup mata. Ia tergaja semalam penuh, mendampingin sang istri yang justru terlelap lebih dulu.
Semalaman Raffi merenung. Jika tadi ia sempat berusaha keras dalam mempertahankan ideologi hatinya tentang posisi Ana, kini ia telah menemukan jawaban dalam malamnya. Ia tersadar, Sally-lah istrinya, perempuan yang akan menjadi nomor satu di hatinya.
Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya, tak terkecuali orang tua Raffi. Ia dapat melihat hati yang lembut dalam diri Sally. Tutur kata yang sopan, kepiawaiannya dalam menjaga diri sampai detailnya penataan ruangan membuat Raffi memberi nilai plus tersendiri. Yaaa ... meski mungkin terlihat begitu cepat dalam menarik sebuah pendapat.
Ia percaya, orang tuanya tidak salah memilih Sally untuk menjadikannya seorang istri. Dan nanti setelah Sally terbangun, pria itu benar-benar akan menyempurnakan jabatan Sally sebagai ratu di hati. Ia bertekad akan melakukannya setelah ini, mengubur cintanya dengan Ana, dan membuka lembaran yang benar-benar baru bersama Sally.
Melihat jam dinding yang semakin menunjuk ke waktu pagi, ia mulai meluncurkan aksinya yang sudah tersusun rapi. Dipeluknya tubuh mungil sang istri dengan dekapan yang erat, membuat sang pemilik tubuh mungil itu merasa terusik dalam istana mimpinya.
Sally menggeliat, tanda ia merespon keisengan Raffi. Tentu saja Raffi masih memejamkan mata guna menghidupkan dramanya agar terlihat senaturan mungkin. Ia merasakan usaha Sally untuk menyingkirkan lengannya. Begitu terlepas, ia kembali memeluknya lagi, memberikan isyarat pada sang istri jika detik ini ... di ranjang ini ... sesuatu harus terjadi.
Ia rasakan getaran itu dalam-dalam, membuat jiwa kelelakiannya tertantang. Bukan masalah nafsu atau apa, ini adalah murni sebuah penyepurnaan iman. Tangan Raffi perlahan bermain menyusuri relung kepribadian Sally. Tanpa penolakan, keduanya bersambut mesra beriringan hingga tak ada jarak yang memisahkan.
Tak ada suara lain selain lenguhan bersahutan, membentuk suatu irama yang mengalun begitu indah di telinga. Keduanya saling beradu, hingga alunan adzan subuh menderu.
"Terima kasih." Raffi mengecup mesra kening Sally.
***
Sepasang pengantin baru itu dengan langkah kompak menuju meja makan keluarga. Ada ayah dan ibu Sally, juga Nayra dan suaminya. Melihat tatapan Nayra yang sulit diartikan, membuat Sally menghentikan langkahnya. Ia tahu betul sifat kakak satu-satunya itu.
"Ada apa?" tanya Raffi.
"Tidak."
"Apa masih sakit?"
Terang saja, Sally langsung menghadiahi pelototan tajam pada Raffi. Bukan merasa takut, ia justru terlihat lebih imut.
Raffi menggenggam telapak tangan Sally, seperti mengerti apa yang sedang Sally pikirkan. Padahal, ia sama sekali tidak mengenal Nayra.
"Ayo ke sini. Kok malah berhenti di situ." Sapaan Airin yang melihat mereka seperti ogah-ogahan.
Meraka pun mendekat. Seharusnya keluarganya bisa lebih peka terhadap pasangan pengantin baru ini. Bukankah menyediakan nampan berisi makanan ke kamar Sally merupakan ide yang brilian dan tidak terlalu merepotkan?
O-o ... jangan salah. Makan di kamar merupakan salah satu pantangan bagi keluarga ini. Entah apapun alasannya, Hikam membenci ritual itu. Kecuali dalam keadaan terpaksa. Sakit, misalnya. Tapi Sally tidak dalam keadaan sakit. Ya ... meski ada bagian kecil dari tubuhnya yang sakit.
Sally menarik kursi untuk ia duduki. Kebetulan ia mendapat tempat di samping Adi, di depan Nayra.  "Hey, pindah sini," ucap Nayra yang menginginkan adiknya tukar tempat dengan suaminya.
"Kalau pake disuruh tuker tempat gini, kenapa nggak di-setting dari tadi?" Sally kesal sendiri.
"Pengantin baru kok paginya udah ngomel-ngomel. Pending, ya?" ucap Nayra sambil mengangkat alis ke arah Raffi, menuntut sebuah jawaban dalam candanya. Sedang Raffi hanya senyum tanpa terpengaruh.
Nayra mengalungkan lengannya ke pundak Sally. "Adekku udah besar, ya, sekarang. Jadilah istri yang baik dan nggak ngerepotin."
Nasehat apa, itu? Ngerepotin? Memangnya aku anak kecil? "Iya, Kak," jawab Sally.
Bukan Nayra namanya kalau tidak jahil. Tangannya mulai merambat ke belakang kepala Sally yang tertutup hijab. "Eee ... basah. Ternyata ada gempa lokal tadi malam."
Nayra tertawa puas, sementara Sally sudah benar-benar jengah.
"Apa, sih, Kaaak!" teriaknya sambil menyingkirkan tangan Nayra.
"Kemarin aja gayanya sok-sok'an jadi korban perjodohan. Eeeh ternyata malam pertama langsung gas poll." Nayra menggoda tanpa sopan.
"Kakaaaak ...."
"Udah, dong, Dek. Kasihan mereka."
Adi mencoba menghentikan kejahilan istrinya. Sementara Hikam hanya memandang dengan helaan napas. Ia tahu satu persatu sifat anaknya, termasuk kejahilan Nayra dan kecengengan Sally. Tidak ada gunanya melerai, toh kejahilan Nayra hanya sebatas menggoda sang adik.
Beberapa menit kemudian mereka menyantap makanan yang terhidang di piring masing-masing.
"Ayah ... Bunda ... mungkin besok saya sudah akan membawa Sally."
Raffi mengutarakan keinginannya untuk membawa Sally pergi. Airin dan Hikam merasa bingung dibuatnya.
"Membawa? Membawa ke mana? Main ke rumah orang tua kamu?" tanya Airin.
"Tidak, bunda," jawab Raffi.
"Lantas?" Kali ini Hikam yang bertanya.
"Ke rumah baru kami. Saya sudah mempersiapkan sejak lama hunian yang akan saya tempati suatu saat setelah menikah."
Tentu saja semua dibuat kaget oleh penuturan Raffi.
"Tidak ada pembicaraan ini sebelumnya." Hikam sedikit protes.
"Maafkan saya, Ayah."
"Tapi kenapa, Raf? Rumah ini masih kuat untuk kalian tinggali." Airin merasa tidak rela.
Meski setiap hari berkunjung, Nayra tidak tinggal di sini. Sementara suaminya lebih sibuk mengurusi pekerjaan daripada di rumah. Hanya Sally yang mampu mengobati sepi, dan sekarang Raffi pun akan mengambil pelitaya.
"Bukankah itu hak saya sebagai seorang suami?" Raffi bertanya balik, masih dengan gaya senyum sopannya. "Kalian tidak perlu khawatir, saya akan berusaha memberikan kebahagiaan pada putri kalian. Saya mohon, izinkan kami," sambungnya,
Sungguh Sally ingin protes. Tapi ajarannya bilang, seorang istri harus 'manut' pada suami, selama itu bukan sebuah perbuatan keji. Ia sendiri bimbang, di satu sisi, tentu ia ingin tetap bersama keluarganya. Tapi di sisi lain, ada sebuah keharusan yang wajib ia patuhi.
***
"Kenapa, sih, pake acara pindah?"
Kini, Sally dan Raffi sudah berada di kamarnya. Proposal pengajuan pemindahan Sally sudah di-ACC oleh Hikam. Sebenarnya tanpa izin pun ia berhak membawa Sally ke mana saja, karena memang ia adalah suaminya, orang yang paling berhak mengatur hidup Sally.
"Memangnya kenapa?" Bukan menjawab, Raffi malah berbalik tanya.
"Ya di sini aja kan bisa."
Raffi mengatur posisi duduknya. Menghadap muka sebal Sally ternyata lebih asyik daripada duduk di posisi semula.
"Apa alasannya kamu nggak mau pindah?"
"Aku belum tahu menahu soal dunia perdapuran."
"Nggak masalah."
"Aku ngga mau, lho, ada asisten rumah tangga."
"Aku bisa membantumu."
Sally semakin terlihat gusar, bingung dengan permintaan suaminya.
"Ya kenapa semendadak ini? Kita baru nikah kemarin, lho!"
"Orang tua kita bisa memutuskan pernikahan secara mendadak. Kenapa aku tidak?"
"Ya kenapa musti balas dendamnya ke aku?" protes Sally.
"Sally, kita menikah karena dijodohkan. Aku mau lebih mengenalmu. Aku ingin berusaha mencintaimu. Dan ini adalah caraku untuk mewujudkan semua itu. Hanya ada aku dan kamu." Raffi mengutarakan alasannya pelan, berharap sang istri mau mengerti.
"Pekerjaanmu?"
"Jauh lebih dekat, malahan."
Ah, sial. Sally salah membantah.
"Butikku?"
"Biar diurus teman kamu itu. Bukan masalah besar, kan?"
"Enak aja! Dia nggak bakal bisa."
"Kalo gitu, jual aja. Beres." Kembali, ia mendapat hadiah pelototan dari istrinya.
"Kalo kamu kerja, aku sendirian, Raff." Tidak seperti tadi, kali ini nadanya sedikit merengek.
"Kamu tidak akan kesepian, Sayang. Sebentar lagi mungkin malah kamu tidak ada waktu untuk sendiri."
"Maksdunya?"
Ia menggeser posisi duduknya, mendekati Sally dan memeluknya dengan lembut.
"Yang aku tanam tadi pagi ... ia yang akan menemanimu nanti," jawab Raffi sambil mengusap lembut perut Sally.
=====
Shalys Chan
www.shalyschan.com
=====

หนังสือแสดงความคิดเห็น (63)

  • avatar
    LinataSelvi

    sangat bagus

    8h

      0
  • avatar
    SiwokOland

    tidak membuat bosan karena ada sisi lucunya

    13d

      0
  • avatar
    Kadek

    sangat bagus

    17d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด