logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Part 4

Madu di Pernikahan Kedua
#balasan_cantikku_sang_mantan_janda
🌟🌟🌟
Tak lama ibu bertolak pergi dari kamarku, Nini datang menyambar pintu yang ingin ku tutup.
"Hei tunggu." sergah Nini menyambar pintu kamar yang hendak ku tutup.
"Apa-apaan sih, Ni!" sungutku dengan tatapan tajam sembari menahan pintu kamar.
"Kamu yang apa-apaan. Bilang apa tadi sama ibu, itu mulut di sekolahin dulu biar tahu sopan santun."
"Lah 'kan emang bener makan apa yang ada aja. Salah aku dimana coba? Yang harus disekolahin itu mulut kamu. Tahu sopan santun nggak?' sindirku.
"Niniiii, udah Nak nggak usah ngomong sama mantan janda. Nanti kamu ketularan lho, kalau Mas mu sudah pulang biar kita aduin saja." sorak ibu dari dapur.
"Awas ya, kalau saja ibu nggak ngelarang udah aku jambak rambut mu." ancamnya disertai mata membulat, aku tidak takut sama sekali.
Perlakuan sama dengan ibu, Nini kuberi senyum lebar merekah sebelum dia berbalik badan meninggalkan kamarku. Biar saja dia yang sesak nafas melihat sikap ku yang masa bodoh.
Sekalipun aku memang numpang di sini tapi bukan berarti mereka akan seenaknya memperlakukan aku seperti babu di sini.
🌟🌟🌟
Sudah pukul 21.00 malam belum ada tanda-tanda kepulangan Mas Bendu, aku menunggu di kamar sudah kayak setrikaan mondar-mandir nggak karuan, khawatir lebih tepatnya. Tidak biasanya Mas Bendu jam segini belum pulang, kalau pun lemburnya agak lama pasti dia ngabarin aku.
Ku ambil gawai pipih kesayangan dari dalam saku baju. Hari ini sudah dua hasil rekaman yang akan menjadi bukti untukku. Suatu hari nanti jika semuanya meledak, akan ku putar di telinga Mas Bendu.
Aku sudah menerka dia akan termakan kata-kata yang terlontar dari mulut ibu ataupun Nini. Tapi itu haknya juga sih, aku hanya menjadi diri dari fitnah manusia lucknut, tidak lebih dari itu.
Dengan menghilangkan gengsi, ku pencet nama 'suamiku' bermaksud meneleponnya, bukan bunyi pertanda telepon tersambung yang terdengar, malah tante informasi yang menyahut.
"Nomor yang anda tuju sedang selingkuh? Oh bukan sedang tidak aktif, mohon ditinggalkan pesan setelah nada berikut."
Jantung mulai berpacu tidak stabil, logika ku sudah menerawang kemana-mana. Pasti sudah terjadi sesuatu dengan Mas Bendu. Aku juga tidak punya nomor telepon teman sekantor Mas Bendu untuk menanyakan tentang Mas Bendu.
Bertanya sama ibu dan Nini tentu hal yang tidak mungkin, bisa-bisa mereka besar kepala. Tapi jika Mas Bendu sedang dalam masalah atau kenapa-kenapa pasti ibu dan Nini sudah merepet heboh di dalam rumah. Jika mereka hening, tentram, benderam seperti berarti Mas Bendu aman-aman saja, semoga saja iya.
Sesekali terdengar suara kikikan ibu dan Nini mungkin mereka sedang duduk di ruang tamu, karena suara yang berasal dari dalam TV masih terdengar jelas. Bukan mereka namanya kalau tidak menonton dengan volume yang keras.
Lama aku termenung duduk menjulurkan kaki di atas ranjang, mataku sesekali menatap jam dinding. Sekarang sudah pukul 22.00 malam belum juga terdengar deru suara motor Mas Bendu. Kali ini aku benar-benar gelisah, takut Mas Benduuu.... "Ah, Lio buang pikiran buruk itu. Astagfirullah." berulang kali aku beristighfar supaya hati dan pikiran ku tenang.
🌟🌟🌟
"Bu, Mas Bendu ada nelfon ibu nggak? Aku cemas jam segini dia belum pulang juga. Aku telfon tapi nomornya nggak aktif, Bu." tanyaku menghampiri ibu ke ruang tamu.
Aku tidak bisa menahan rasa kecemasanku, biarlah kali ini mereka besar kepala karena aku yang mulai menyapa mereka duluan. Semata karena mencari tahu informasi Mas Bendu.
Sejak kejadian kemarin rasa toleransi ku mulai habis, mereka yang terlalu lancang terhadapku. Jangan salahkan sikapku seperti itu. Tidak akan basah jika tidak disiram air.
"Mas Bendu lagi sibuk pacaran." jawab Nini spontan dengan senyum ejekkan, disusul dengan cubitan ibu di paha Nini kebetulan mereka duduk berdampingan.
"Auuuu, Ibuuuu." pekiknya.
Aku sontak kaget mendengar kata yang terlontar dari mulut Nini, perempuan berkacamata tebal ditambah gigi yang dikasih pagar warna pink kombinasi ungu-warna gelay menurutku.
"Kamu tidur saja duluan, nggak usah nungguin Bendu. Lagian juga Bendu sepertinya udah mulai malas sama kamu, Lio makanya jam segini dia belum pulang." jelas ibu ketus.
"Maksud Nini tadi apa, Bu?" tanyaku penasaran, ini pasti ada apa-apanya.
"Maksud apanya? Jadi orang jangan curigaan, pantes saja pernikahan pertama kamu gagal." ungkitnya, aku tahu ibu sengaja mengelak memberi jawaban.
"Udah, kamu masuk kamar saja Lio. Mataku gerah liat kamu di situ." Ya ampun rasanya mau ku mutilasi mulut Nini yang berwarna gelap itu.
Ku balikkan badan tanpa mengucap terima kasih ataupun meminta izin untuk masuk ke kamar. Sikap mereka yang tidak beradab barusan sedikit melunturkan kesabaranku.
Perasaan ku semakin tidak karuan, pikiran buruk menari-nari di benakku.
"Tenang Lio, Mas Bendu nggak akan......"
Terdengar deru sepeda motor Mas Bendu masuk ke halaman rumah. Aku bergegas keluar kamar, menyambut kedatangannya.
🌟🌟🌟
"Mas, akhirnya kamu sampai rumah juga, syukurlah kalau kamu tidak apa-apa. Aku khawatir sama kamu." sapaku lalu meraih tangannya hendak mencium ketika kaki Mas Bendu baru melangkah memasuki rumah.
"Eh Bendu kamu sudah pulang, gimana tadi acaranya? Lancar?" ibu menyerobot datang dari belakang ku, menyenggol tubuh idealku ke tepi dinding hingga tubuhku sedikit terhempas.
Aku mundur beberapa menjaga jarak aman, jangan sampai nanti dia sengaja menyenggolku lagi.
"Lancar, Bu Alhamdulillah." jawabnya sambil menghenyakkan pantat di sofa ruang tamu lalu membuka balutan jaket dari tubuhnya.
Mas Bendu tidak merespon ataupun menjulurkan tangannya padaku. Dia malah melengah seakan sosokku tidak terlihat oleh kedua netranya. Sungguh membuat kesabaran ku habis diperlakukan seperti ini.
Ku hela nafas kesal lalu bertolak menuju kamar. Ku baringkan tubuh ini di peraduan, kepala ku mulai terasa sakit mungkin efek aku kurang makan dan juga lelah pikiran. Ku pijit ringan meredakan rasa sakit.
🌟🌟🌟
Subuh menjelang, kuusap kedua mata sontak kaget ketika melihat Mas Bendu tidak ada di samping ku. Rupanya semalam aku langsung ketiduran.
Aku beranjak dari ranjang, menyisir ruang tamu. Dan, ternyata Mas Bendu juga ketiduran di sana.
"Mas, bangun. Udah subuh, yuk sholat bareng-bareng." panggilku sambil menggoyangkan sedikit badannya.
Dia langsung menggeliat merespon panggilanku.
"Awas, kamu jangan sentuh-sentuh aku Lio!" hardiknya dengan suara lantang.
Aku terhenyak kaget mendengarnya.
"Mas, kamu kenapa sih. Dari kemarin diemin aku. Emang salah aku apa, Mas." tanyaku heran.
"Masih nanya kamu? Nggak usah pura-pura lugu kamu Lio." nadanya semakin menjulang tinggi.
"Duh, ya ampun kalian subuh-subuh sudah ribut. Malu kalau kedengaran sama tetangga. Pasti kamu biang keroknya, bikin malu keluarga saya saja kamu." ibu meerang keluar dari kamar dengan menuduhku yang tidak-tidak.
"Lho kok jadi aku yang disalahin, Bu." protesku.
"Iya memang kamu yang salah." cecarnya padaku.
"Liat kamu kan Bendu, tingkah aslinya istrimu seperti ini. Dia ngelawan ibu di depan kamu. Ini yang kamu pilih jadi istri, iya? 'Kan ibu sudah bilang dari awal jangan nikah sama janda. Mending nikah sama perawan, apalagi janda cerai kayak Lio."
"Cukup, Bu. Kalau ibu memang tidak sudi punya menantu seperti aku. Ya sudah tidak masalah. Kamu ceraikan aku Mas!" serangku, emosiku tak terkontrol lagi.
Mas Bendu harusnya membela, tetapi malah dia yang membuat suasana semakin runyam.
"Kamu jangan becanda Lio."
"Siapa yang becanda, Mas. Aku lebih baik menjadi janda daripada diperlakukan dengan cara seperti ini oleh keluargamu." ancamku, aku memang tidak main-main dengan ucapanku, mereka pikir aku perempuan lemah yang seenak jidat diperlakukan aku seperti ini, mereka salah.
Ku ambil langkah seribu masuk ke dalam kamar, mengeluarkan koper lalu ku susun semua maju yang ada di lemari ke dalam koper. Jantung berdebar kencang, tanganku gemetaran menahan emosi dan airmata.
Beberapa menit aku merapikan baju, tiba-tiba Mas Bendu masuk ke dalam kamar.
"Lio, jangan gitu. Mas minta maaf, Mas kebawa emosi saja, Lio. Maafin Mas ya." bujuknya sembari memegang tanganku.
"Sudahlah, Mas. Rumah tangga ini tidak perlu lagi diteruskan. Kamu lebih baik tidak punya istri sama sekali, fokuskan saja abdimu pada ibu dan Nini." suruhku.
"Mas, minta maaf Lio. Masa baru dua bulan berumah tangga kamu sudah minta pisah."
"Aku capek dengan perlakuan keluarga kamu, Mas. Belum lagi sikap kamu yang kekanak-kanakan."
"Iya, Mas janji tidak akan bertingkah seperti itu lagi. Kamu jangan pergi ya, Dik." bujuknya.
"Oke, baik. Aku tidak akan pergi ninggalin kamu dengan satu syarat." tawarku.
"Apa syaratnya, Dik? Mas, janji akan penuhi."
"Aku mau kita ngontrak rumah, terus seluruh gaji kamu, aku yang pegang. Gimana? Kalau kamu setuju, kita tidak jadi pisah. Tapi jika kamu menolak, aku pun tidak akan main-main dengan ucapanku, Mas."
"Bendu, ibu tidak setuju kamu mengontrak rumah. Apalagi gaji kamu dipegang seutuhnya oleh dia." serangnya mendadak dangdut masuk ke kamarku.
"Tapi, Bu."
"Nggak ada tapi-tapian Bendu. Kamu harus nurut sama perintah ibu." cecarnya lagi.
"Yasudah, Mas. Kalau begitu aku akan urus surat perceraian kita." ucapku berusaha tenang sembari menutup resleting koper beranjak berdiri.
"Enggak Lio, Mas nggak mau pisah sama kamu." Mas Bendu memegang pergelangan tanganku, menahan untuk tidak pergi.
"Bu, maaf. Kali ini Bendu nggak bisa nurutin keinginan ibu. Bagaimanapun juga Bendu tidak mau rumah tangga yang seumur jagung ini kandas."
"Terserah, terserah kamu Bendu." erang ibu lalu pergi meninggalkan aku dan Mas Bendu.
Jangan lupa tinggalin jejak di kolom komentar yaa reader sama jangan lupa kasih love biar aku semakin semangat nulisnya.
Love dari kalian salah satu mood boosterku dalam menulis 🌼

หนังสือแสดงความคิดเห็น (51)

  • avatar
    NoepRoslin

    👍👍👍

    08/01

      0
  • avatar
    Nur Ashikin Nasir

    hmm itsokay

    13/07/2023

      0
  • avatar
    MohamadNazlia

    terbaik

    01/04/2023

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด