logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 Dihadang cewek centil

Udin yang masih dalam posisi berlutut, melihat orang itu dari ujung kaki, hingga ujung rambut yang telah memutih sebagian. Dia adalah Hartono (ayah Markonah). 
Sementara Udin teralihkan oleh Hartono, Markonah mengambil gelas, lalu melangkahkan kakinya ke sebuah galon air yang bertengger di samping meja kasir. Sejak makan siang, dia belum meminum air seteguk pun sehingga merasa sangat haus. 
"Anda ..." 
"Aku ayahnya, kamu mau apa?" sela Hartono memotong ucapan Udin. Dia mengatupkan bibirnya dan matanya melotot. 
"Ayah mertua!" seru Udin merangkak mendekatinya.
"Siapa Ayah yang mertuamu?" tampik Hartono. 
Udin memeluk lutut Hartono. "Ayah mertua, restuilah hubunganku dan Markonah, tolong jangan pisahkan kami! Kami tulus saling mencintai," rengeknya. 
Markonah tersentak menyemburkan air minum di mulutnya.
"Apa kau GILA!?" sergah Markonah.
"Iya, aku sangat tergila-gila padamu." Udin mengepalkan kedua tangannya di dada memandang Markonah.
"Astaga, ini anak kumat apa sih!" gumam Markonah mengernyitkan dahi.
Hartono menoleh ke samping dengan menyipitkan matanya. "Apa benar kamu menyukainya, Markonah?" tanyanya.
"Tidak," jawab Markonah cepat, singkat, padat dan jelas. Dengan cueknya dia kembali meneguk air di gelasnya hingga habis.
"Kamu dengar itu?!" ketus Hartono kepada Udin.
"Ini ... ini pasti ada yang salah," tutur Udin. Dia bangkit mendekati Markonah dan meraih salah satu tangannya.
"Mar, aku tau kamu sebenarnya mencintaiku, kan. Kamu nggak mau hubungan kita diketahui ayahmu. Kita bisa menjalinnya diam-diam," bisik Udin.
Markonah menarik tangannya dari genggaman Udin. "Kayaknya, otakmu udah bener-bener konslet ya ... kepedean tingkat tinggimu itu membuatmu malu sendiri tau. Aku jelaskan sekali lagi ya, aku nggak tertarik padamu sama sekali. Paham?" sembur Markonah menghembuskan nafas berat meninggalkannya.
Udin tercengang. Pundaknya melemas, kepalanya terus menunduk melihat ke bawah. Dia sangat malu dengan tingkahnya sendiri. Dia tidak menyangka bahwa anggapannya salah.
"Heh, daripada kamu mematung di situ, mending kamu pulang dan introspeksi diri," usir Hartono. Dia kembali mengadon tepung di meja kerjanya.
Melihat Udin beranjak pergi meninggalkan tokonya, Hartono tersenyum sinis sembari bergumam, "Ckck ... anak papi aja belagu sok kepedeaan."
Udin menggerakkan kakinya keluar dari Toko Roti Sukesi sambil menggerutu, "Sial! Lihat saja, kalian akan menyesal telah menolakku!"
~Flasback selesai~
"Ayahku curiga, kamu tiba-tiba datang dengan penampilan yang, wah! Dia mengira kamu bakal bertingkah kayak Udin," jelas Markonah.
"Oh gitu. Jadi, sebenarnya kamu sedang membelaku ya ...," celetuk Tukijo.
"Hah?" Markonah mengernyitkan dahi. Dia terdiam, kalau dipikir-pikir memang tanpa sadar dia membela Tukijo di hadapan ayahnya.
"Hmm ... iya juga, kenapa aku membelanya?" gumam Markonah bertanya pada dirinya sendiri.
Beberapa saat kemudian, Udin datang dengan motor sportbikenya. Dia melihat Markonah bersama seorang pria, tapi anak ini tidak mengetahui bahwa lelaki di hadapan Markonah adalah Tukijo.
"Siapa dia?" gumam Udin menatap tajam Tukijo dengan mengatupkan bibirnya berekspresi masam sambil memarkirkan motornya. "Kurang asem! Dia lebih keren dariku!" Pembuluh darah di lehernya mendidih. Dia berjalan cepat melewati mereka berdua dengan mengangkat dagu dan mengepalkan tangannya menuju ke kelas.
"Kayaknya, dia nggak mengenalimu tuh," ucap Markonah kepada Tukijo sembari melirik Udin.
"Ho'oh, sepertinya begitu," timpal Tukijo.
Setelah Udin tidak terlihat lagi batang hidungnya, Cecep datang membawa motor bebeknya yang kurus tanpa body. Dia membonceng Tiyem di belakangnya. Melihat Markonah berduaan dengan siswa ganteng, Cecep menghentikan motornya di belakang Markonah.
"Eh, Mar ... siapa nih? Cowok lo ya?" celetuk Cecep.
Markonah tersentak, dia dikagetkan oleh pertanyaan Cecep yang dilontarkan tiba-tiba.
"Ecie ... cie ... pagi-pagi udah berduaan aja. Cus Cep! Ngapain lo malah berhenti, gangguin mereka aja!" imbuh Tiyem menepuk bahu Cecep. Kemudian mereka pergi memarkirkan motor dan langsung ke kelas tanpa menghiraukan Markonah lagi.
"Pffft ...." Markonah tertawa dengan menutup mulutnya.
 "Cowokmu? Mereka ngomong apa sih?" Tukijo menggaruk-garuk kepala tidak paham apa yang Cecep dan Tiyem katakan.
"Dah lah, nggak usah dipikir. Ayo ke kelas! Mereka bakal kaget saat kamu masuk kelas," Markonah tersenyum.
"Oh iya, aku mau mampir ke TU (Tata Usaha). Kamu duluan aja, Mar," ungkap Tukijo.
"Ya udah, ayo bareng!" ajak Markonah.
"Hah? Beneran? Kamu mau nungguin aku?" sahut Tukijo melebarkan mata.
"Ya enggak lah ... kita jalan bareng, ngapain nungguin kamu yang nggak pasti. Aku temenin kamu sampe ke pertigaan karidor depan Lab. IPS." Kemudian mereka berjalan beriringan.
Setelah sampai pertigaan karidor.
"Bye Jo! Aku duluan ya ...," pinta Markonah.
"Eh, iya Mar. Makasih," balas Tukijo.
"Makasih buat apa?" Markonah mengernyitkan dahi.
"Makasih udah temenin aku sampe sini dan makasih juga udah ngebelain aku kemaren," jawab Tukijo tersenyum manis.
"Iya, sama-sama." Dengan cepat Markonah membalikan badannya. Lagi-lagi jantungnya berdegup kencang saat melihat senyumnya. "Haduh, kenapa jadi deg degan gini sih!" gumam Markonah sembari berjalan cepat menuju kelas.
Tukijo melihat Markonah berjalan dengan terburu-buru. "Markonah kenapa ya? Jangan-jangan dia belum ngerjain PR Bahasa Indonesia," gumam Tukijo menduga. Dia segera menyelesaikan urusannya di ruang TU untuk membayar administrasi.
Kemaren Tukijo diberi kartu emas unlimited oleh Ningsih untuk memenuhi segala keperluannya. Setiap bulan, Ningsih akan mentrasfer uang sejumlah seratus juta rupiah ke kartu emas tersebut sebagai tunjangannya.
Tukijo mendengar perbincangan para guru, bahwa hari ini tidak dilaksanakan upacara bendera karena akan diadakan rapat mendadak. Mereka mengadakan rapat untuk merundingkan pelaksanaan Ujian Nasional secara online.
Setelah menyelesaikan urusannya, Tukijo beranjak ke kelas. Namun ketika berada di depan kelas XI IPS 1 dia dihadang oleh Udin dan gengnya (Ipul, Asep dan Tuti).
"Jadi ini anaknya?!" tunjuk Asep.
"Wah! Gela ... ganteng bat, buat aku aja Din," sela Tuti mendekati Tukijo.
"Hey ganteng! Siapa namamu? Dari kelas mana?" sapa Tuti.
Melihat Tuti antusias, Ipul merasa cemburu. Dia diam-diam memiliki perasaan terhadap Tuti. Namun belum berani mengutarakannya. Hal ini diketahui juga oleh Udin dan Asep.
Tuti adalah si anak centil, lebay dan suka menye-menye. Dia dan Ipul berasal dari kelas XII IPS 3, sedangkan Asep dari kelas XII IPA 4. Saat kelas sepuluh, mereka berada di kelas yang sama dengan Udin yaitu kelas X - 8.
Udin sebagai pemimpin yang tajir, tentu saja membuat mereka betah selalu berada di sisinya sering mendapat traktiran darinya.
"Hem, kasih tau nggak ya ...?" Tukijo mundur selangkah menjauhi Tuti. "Bukannya kamu seharusnya memperkenalkan diri dulu sebelum bertanya?" Sebenarnya dalam hati Tukijo sangat enggan meladeni mereka.
"Oh iya, bener juga. Namaku Puji Astuti, panggil aja Tuti. Aku dari kelas XII IPS 3," ucapnya tersenyum mengedipkan sebelah mata. Dia maju selangkah mencondongkan tubuhnya ke depan Tukijo.
"Cih!" decak Ipul kesal.
"Din, apa aku harus bertindak?" tanya Asep berbisik di telinga Udin.
"Tunggu, kita lihat dulu. Keliahatannya si Tuti benar-benar tertarik sama tu anak," timpal Udin.
"Kau juga sebaiknya diam dulu!" Udin menoleh ke arah Ipul.
"Iya, gue tau kok," ketus Ipul.
"Hey, jawab dong! Kalo nggak jawab aku cium loh ...," celetuk Tuti sambil memonyongkan bibirnya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (437)

  • avatar
    WidyaningsihNi luh putu

    aku. bisa. mendapatkan. Damien. yang. sangat. banyak. sekali. dan. mendapatkan. daimen. 50000

    7d

      0
  • avatar
    AndaCantik

    bagus

    19d

      0
  • avatar
    FAIZ 08FZ

    bangus

    22d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด