logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 3 Lelaki tampan berbaju lusuh

Melihat tubuh Tukijo yang penuh dengan luka, Muhiroh berkata, "Duh Gusti, Tukijo! Nangapa awake kowe pada babak belur kaya kie? (Ya Tuhan, Tukijo! Kenapa badanmu penuh luka seperti ini?)" Tangannya yang sudah mengeriput menyentuh wajah Tukijo dengan lembut.
"Ngapurane Mbah, miki ... pitte nyong kesrempet trek, ngasi nyong mental tiba semaput (Maaf Nenek, tadi ... sepedaku terserempet truk hingga aku terpental jatuh pingsan,)" jawab Tukijo sedikit gugup.
Ningsih melompong.
Setelah mengobati luka Tukijo, Ningsih mendengar suara perut adiknya protes. Dia segera keluar menemui Teguh yang sedang berdiri menyandarkan punggungnya ke mobil.
"Teguh! Belikan lima porsi makanan, ah tidak ... beli enam porsi!" perintah Ningsih.
"Baik Nona," Teguh memasuki mobil dan pergi melaksanakan perintah majikannya.
Beberapa saat kemudian.
"Maaf Nona, aku hanya menemukan makanan ini di jalan," ungkap Teguh memberikan dua kantong plastik yang berisi masing-masing tiga nasi bungkus.
"Ya sudah, seadanya saja," timpal Ningsih.
"Ini untukmu dua porsi." Ningsih menyodorkan dua nasi bungkus kepada Tukijo. "Kamu harus banyak makan supaya badanmu berisi."
"Terima kasih, Nona!" ucap Tukijo sambil mengambil nasi bungkusnya.
"Hmp, panggil aku Kakak!" protes Ningsih cemberut.
"Ah, iya ... Kakak. Hehe," balas Tukijo meringis.
"Bagus!" ucap Ningsih tersenyum sambil mengusap kepala Tukijo. "Sepertinya dia anak baik dan penurut," gumamnya merasa senang.
Tukijo mengambil air dalam sebuah mangkok untuk mencuci tangan. Karena lantai rumahnya yang masih berupa tanah, mereka duduk bersama di dipan kayu yang sudah sedikit keropos. Melihat cara Tukijo dan neneknya makan dengan tangan, Ningsih tertegun.
"Apa Kakak butuh sendok dan piring?" tanya Tukijo melihat kakaknya yang sendari tadi hanya terdiam.
"Oh, nggak perlu Jo ... aku bisa makan seperti cara kalian makan. Ini hanya butuh proses sebentar untuk mempelajarinya," jawab Ningsih tenang. Kemudian Ningsih membuka nasi bungkusnya dan memakannya seperti cara mereka makan. Dia makan menggunakan tangan dengan posisi kaki kiri melipat ke depan, dan kaki kanan berdiri dengan lutut berada di atas. 
"Bagaimana mungkin Kakak punya adik sepertiku?" tanya Tukijo tiba-tiba sembari menelan makanannya.
Ningsih bercerita, "Ibumu dulunya adalah seorang pembantu yang mengasuhku. Waktu itu, aku masih berusia tujuh tahun. Demi memuaskan hasrat, Ayah memperkosanya dan menyiksanya. Kebetulan saat itu pada malam hari, aku merasa sangat haus lalu pergi ke dapur. Aku sungguh melihat dengan mata kepalaku sendiri apa yang telah dilakukan Ayah padanya."
"Apa! Dadi bapakmu! (Apa! Jadi Ayahmu!)" teriak Muhiroh mengagetkan Tukijo. "Siki, nang endi wonge (Sekarang, dimana orangnya)?"
Ningsih bingung.
"Maksud Mbah Muhiroh, dimana Ayah berada sekarang?" terang Tukijo menerjemahkan.
"Aku sudah membunuhnya karena dia ingin melakukan hal yang sama kepadaku," jawab Ningsih menggertakkan gigi.
"Dahulu ketika Bibi Siti (ibunya Tukijo) pergi meninggalkanku, aku menangis sejadi jadinya. Dia berkata bahwa jika suatu saat aku ingin bertemu dengannya, aku harus pergi ke Cilacap untuk mencarinya. Beberapa tahun kemudian saat aku menginjak usia remaja, aku mendengar kabarnya telah meninggal. Aku mencari-cari sanak keluarganya sampai beberapa bulan yang lalu aku mendapatkan kabar bahwa beliau memiliki seorang anak laki-laki bernama Tukijo. Dia seorang anak SMA yang tidak memiliki ayah, itu membuatku semakin yakin bahwa kamu adalah adikku." lanjut Ningsih menjelaskan.
"Koe bener, sapet Siti bali kang Jakarta, wonge dadi nguplek bae. Ra tau crita sapa sing marakna deweke dadi kaya kue (Kamu benar, sejak Siti pulang dari Jakarta, dia selalu mengurung diri dan tidak pernah bilang siapa yang telah berbuat sekeji ini kepadanya,)" ucap Muhiroh menghela nafas.
"Ah, sepertinya aku harus belajar ngapak." Ningsih menepuk jidatnya dengan telapak tangan.
Tukijo hanya terdiam mendengarkan penjelasan Ningsih. "Ternyata rumor tentang Kak Ningsih sebagai wanita yang kejam itu tidaklah benar," batinnya. Dia sungguh tidak menyangka bahwa ibunya memiliki hubungan dengan keluarga konglomerat ini.
Setelah makan malam, Ningsih berpamitan untuk pulang. Selama mencari Tukijo dia tinggal di Hotel Dafam yang termasuk kategori hotel bintang lima di Cilacap.
"Hari Sabtu kamu libur sekolah?" tanya Ningsih kepada Tukijo sebelum pergi.
"Iya, tapi aku ada pekerjaan di Restoran Mas Agus," jawab Tukijo.
"Kamu kerja? Astagaaaa," ucap Ningsih mengerutkan dahinya. Dia merasa betapa menderita adiknya. "Andai aku bisa menemukanmu lebih cepat."
"Kakak nggak perlu merasa bersalah. Aku senang bisa bertemu denganmu," ujar Tukijo tersenyum tulus.
"Ya ampuun, manis banget sih ...." Ningsih mencubit kedua pipi Tukijo.
"Besok kamu ikut aku, ya ... pekerjaanmu, biar Teguh atau Marno yang gantiin," pinta Ningsih.
Keesokan harinya, tepat pukul 07.00 WIB Ningsih datang ke rumah Tukijo dengan mobil mewahnya bersama Teguh dan Marno.
"Jo! Ayo naik!" Ningsih mengajak Tukijo yang berdiri di depan rumahnya siap untuk berangkat. Kemudian dia naik ke mobil duduk di belakang bersama kakaknya.
"Dimana kamu bekerja?" tanya Ningsih.
"Di Restoran Mas Agus," jawab Tukijo.
"Meluncur ke sana!" perintah Ningsih kepada Teguh.
"Baik Nona." Teguh meluncurkan mobil ke Restoran Mas Agus.
"Marno, nanti kamu yang gantiin Tukijo ya ...," pinta Ningsih.
"Siap! Laksanakan!" balas Marno.
"Emm, Kak. Bolehkah aku meminta sesuatu?" ucap Tukijo sedikit ragu.
"Apa?" timpal Ningsih.
"Tolong rahasiakan bahwa aku memiliki hubungan dengan orang dari Perusahaan Gaje. Kakak sangat terkenal, Mas Agus pasti mengenalimu." Tukijo memasang wajah memelas memohon kepada kakaknya.
"Kita sudah sampai di Restoran Mas Agus, Nona ...," sela Teguh.
Melihat Ningsih tidak menjawab permintaannya, Tukijo merasa gundah. "Haduh, piye iki (bagaimana ini.)" gumam Tukijo menggigit jari kuku.
Dari dalam restoran, Agus melihat seorang wanita cantik turun dari mobil mewah diikuti dengan seorang pria berotot dan juga seorang pemuda yang ia kenal.
"Tukijo?" Agus melangkahkan kaki menghampiri mereka.
"Selamat datang di restoran kecil saya, Nona cantik!" ucap Agus menyambut dengan sedikit menundukan kepala dan tangan mengarah ke pintu masuk.
Ningsih terdiam memikirkan bagaimana cara menyembunyikan identitas Tukijo tanpa dia harus berjauhan dengannya.
"Sst ... Jo!" bisik Agus menyikut tangan Tukijo. "Kamu dapet bidadari darimana?"
"A ... anu Mas Agus, di ... dia ... sebenernya ..."
"Aku kakak angkatnya Tukijo." Ningsih merangkul punggung Tukijo. "Mas Agus kalau mau kenalan boleh kok," goda Ningsih sambil mengedipkan sebelah mata.
"Hah?" Agus melompong memegang dada, merasakan debaran jantungnya semakin kencang berdetak. Dia paling tidak bisa menghadapi seorang wanita.
Tiba-tiba Agus merasa familiar dengan wanita cantik itu. "Tunggu, sepertinya aku pernah melihat Anda di suatu tempat, Nona. Anda mirip sekali dengan Nona Direktur Perusahaan Gaje," tutur Agus sambil mengingat-ingat.
"Banyak yang bilang begitu, tapi apakah aku sekejam itu. Hiks ...," sahut Ningsih memasang wajah sedih.
Tukijo menatap wajah kakaknya sembari bergumam, "Ya ampun, ternyata Kakak jago berakting."
"Ah, maafkan aku Nona. Aku hanya bilang Anda mirip dengannya, tapi bukan berarti Anda adalah dia," timpal Agus menghibur.
"Jangan panggil Nona, panggil saja Ning," ujar Ningsih.
Kemudian Agus menoleh ke arah Marno seolah-olah dia bilang siapa pria ini?
"O iya, dia Marno teman dekatku. Sebenernya beberapa hari ini, aku ada keperluan sama Tukijo. Jadi untuk satu pekan ini aku minta tolong Marno buat gantiin Tukijo sementara. Boleh kan, Mas Agus," ucap Ningsih memohon dengan ekspresi imutnya.
"Hah? Iya, nggak papa kok," jawab Agus ragu. Dia melihat Marno dari ujung kepala hingga ke kaki.
"Tenang ... tenang, dia orang baik kok," ungkap Ningsih menepuk-nepuk bahu kanan Marno.
_________
Kemudian Ningsih pergi bersama Tukijo ke salon terdekat.
"Tolong jadikan dia menjadi lelaki keren!" ucap Ningsih kepada pemilik salon.
"Siap Mbak," jawabnya.
Ningsih menunggu di luar dengan memainkan handphonenya. Dia teringat lalu bergumam, "Oh iya, aku juga harus membelikannya handphone. Aku sangat kesulitan menghubunginya."
30 menit kemudian.
Tukijo keluar dari tempat semedinya.
"Woah ...!" Ningsih terkejut dengan melebarkan matanya.
Tukijo berubah menjadi sosok lelaki yang tampan. Lebih tepatnya lelaki tampan berbaju lusuh.
"Apa-apaan dengan baju lusuh ini!" ucap Ningsih menyincing baju Tukijo.
"Sebelum ke toko baju, kita beli hp dulu." ujar Ningsih. Dia membawa Tukijo ke konter hp.
Tukijo diberi banyak pilihan, akan tetapi dia malah lebih memilih hp murahan Samsung A02s berwarna biru.
"Loh, kenapa pilih yang ini? Yang Note20 aja lebih cakep," tawar Ningsih. 
"Yang ini aja, Kak. Lagian aku belum bisa pakainya kok," tolak Tukijo.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (437)

  • avatar
    WidyaningsihNi luh putu

    aku. bisa. mendapatkan. Damien. yang. sangat. banyak. sekali. dan. mendapatkan. daimen. 50000

    7d

      0
  • avatar
    AndaCantik

    bagus

    19d

      0
  • avatar
    FAIZ 08FZ

    bangus

    22d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด