logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 7 Kunjungan Iffah

Keributan di sekolah tersebut ternyata berawal dari hal sepele. Awalnya, Farel dipalak oleh dua orang dari sekolah yang menyerang, Farel dipukul dan diminta uangnya. Farel pun melaporkan kejadian itu ke sekolah, merasa tak terima siswa yang memalak itu pun berencana memberi pelajaran pada Farel yang diselamatkan Raka. Namun, Raka bersembunyi di sekolah dan diisukan bahwa sekolah Kencana menantang mereka semua untuk bentrok datang ke sekolah.
Padahal hanyalah hoax, tapi kenapa percaya? Memang, kalau sudah bicara setia kawan masa muda memang demikian. Tak peduli lagi akibat yang akan terjadi, bisa jadi ada yang terluka dan hilang masa depan mereka karena hal tersebut.
Yang mereka tahu adalah serunya membela teman. Ironis.
Raka membuka matanya perlahan, dia berada di ruangan serba putih. Raka mencoba menyelami apa yang sudah terjadi padanya. Cukup berat mengingat apa yang sudah terjadi padanya. Seperti tidur yang cukup panjang, dan akhirnya kesadarannya pun mulai kembali.
Raka mencoba menggerakkan badannya, namun ada rasa nyeri di bagian perut belakangnya. Raka pun mencoba mengingat apa yang terjadi dan dia mulai menyadari soal tawuran yang terjadi tersebut.
Benar dia terlibat dalam perkelahian antar pelajar.
Sebenarnya semalam dia sudah tersadar, namun begitu dia tidur kembali dia sadar kembali kalau dirinya masih di rumah sakit dan lukanya terasa masih sakit dan perih.
Perkelahian pelajar memang selalu memakan korban, para pelajar tak memperdulikan akibatnya dan hanya senang dengan kebersamaan dan bisa dibilang sebagai rasa setia kawan yang tinggi.
Tentu saja, kesadaran sebagai seorang pelajar haruslah tinggi dimana mereka tidak hanya setia kawan yang paling diunggulkan melainkan setia kawan dalam kebaikan. Dan kebaikan itu lebih tinggi nilainya daripada apapun.
Jadi, ketika ada sahabatnya yang akan melakukan kesalahan, kita bukan membantunya melainkan mengingatkannya.
Raka mencoba bergerak dari kamar rumah sakit, dia mendapatkan jahitan dan baru tadi malam tersadar. Raka segera mengganti shalat yang tertinggal karena dia tak sadarkan diri. Meskipun sudah terlewat, seseorang tak boleh meninggalkan shalat karena alasan yang benar yaitu terlupa atau tertidur. Termasuk pingsan, karena tak sadarkan diri.
Shalat adalah kewajiban setiap Muslim dan hanya gugur ketika meninggal dunia. Shalat adalah bukti seseorang tengah berbincang mesra dengan Allah, maka tidak mungkin seorang Muslim berani meninggalkan shalatnya jika dia mengaku mencintai Allah dan RasulNya.
Shalat, bagi orang yang tertinggal baik karena tertidur atau tak sadarkan diri, maka mereka menggantinya dengan waktu setelah mereka sadar kembali. Dan, itulah penebus dari shalatnya yang tertinggal.
Shalat tetap harus dikerjakan, jika dia lupa atau tak sadarkan diri maka gantilah ketika sadar. Itulah makna bahwa shalat merupakan ibadah yang penting dan juga ibadah tertinggi Karena itu bukti ketundukan manusia dengan Tuhannya.
Benar, saat shalat, hubungan Tuhan dengan seorang hamba akan terbukti karena disana ada penuhanan dan penghambaan. Dimana sujud merupakan kesyukuran dan pasrah bahwa Tuhan kita harus kita sembah.
Raka pun mengganti shalatnya, dia memilih tetap shalat dengan menggantinya pada shalat yang tertinggal. Selagi sempat dan masih bisa, Raka akan mengganti shalatnya tersebut. Raka yakin bahwa dirinya ibadah shalat mengharap ridha Allah swt dan juga mengharap dengan ibadah itu Allah mudahkan segala urusannya.
Selesai mengganti shalat – shalatnya yang tertinggal, Raka bergerak untuk bangun. Meski agak sakit namun dia berusaha perlahan – lahan untuk duduk dan meluruskan pundaknya.
Ibunya, Rahmiza pun di sebelah Raka membantu Raka dan akhirnya Raka dapat duduk dengan baik dan Ibunya kembali ke duduknya.
Rahmiza melihat makanan, dan Raka juga belum makan.
“Kamu makan ya Nak?” Rahmiza melihat anaknya itu, tak pernah Ia menyalahkan karena Raka memang selalu begitu. Raka memang ikut klub beladiri sejak remaja, namun dia tak pernah menggunakannya untuk berbuat buruk. Rahmiza paham betul sifat Raka yang selalu menolong orang lain yang dalam kesusahan. Namun, sebagai Ibu tentunya rasa khawatir selalu menyelimutinya.
Raka mengangguk, dia perlahan menggerakkan tubuhnya lagi dan bersandarkan sebuah bantal di punggungnya. Ibunya, Rahmiza mengambilkan makanan yang sudah disediakan rumah sakit tersebut. Biaya pengobatan Raka ditanggung pemerintah karena dia juga mencoba menyelesaikan masalah remaja tersebut dan terkena menjadi korban.
Pihak rumah sakit menyarankan agar Raka keluar minimal besok, jadi Raka harus menginap dua hari sedari kemarin dibawa oleh pihak kepolisian setelah terluka dalam tawuran kemarin. Rahmiza pun menungguinya setelah dikabari bahwa Raka terluka dan di rumah sakit.
“Biar Raka makan sendiri Bu, sudah bisa kok.”
Rahmiza pun memberikan piring dan isinya kepada Raka, Raka membaca Basmallah dan memakannya dengan nikmat menggunakan sendok. Lukanya beberapa centi sehingga harus dijahit dan juga lukanya harus membuatnya beristirahat untuk beberapa hari sehingga nanti bisa pulih dengan cepat dan jangan melakukan aktivitas banyak terlebih dahulu.
Raka menikmati makanannya. Sekilas, Raka juga melihat wajah ibunya yang gelisah dan khawatir. Raka pun menggoda ibunya.
“Ibu belum makan juga kan? Raka suapi ya?”
“Kamu ini?” Rahmiza akhirnya bisa tersenyum karena digoda anaknya sendiri. Hidup berdua membesarkan Raka sendirian memang berat, apalagi menanamkan teladan yang baik dan beragama yang baik sehingga sejak awal Ibunya meminta Raka untuk masuk pesantren sejak sekolah. Raka pun menurut apa perkataan ibunya tersebut hingga kini dia memahami agama cukup baik. Dia sekolah sambil terus belajar agama sehingga kini sudah biasa dalam hal mengajari anak sekolah mengaji sebagai kegiatan di luar sekolah.
Agama itu memang terkadang tak di hargai uang didunia, melainkan agama lah yang menyelamatkan hidup kita nanti di akhirat. Begitu pesan bu Rahmiza kepada Raka setiap saat untuk memotivasi anaknya dalam hal beribadah dan memilih tujuan hidup dalam berusaha apapun itu.
Saat mereka masih asyik berbincang, seseorang datang untuk mengunjungi Raka dan itu mereka mengatuk pintu kamar dimana Raka dirawat dan juga mengucapkan salam.
“Assalamu’alaikum,” suara lembut terdengar dari pintu kamar di rumah sakit itu. Tentunya ada yang menjenguk, bu Rahmiza pun keluar hendak membukakan pintu, siapa gerangan yang menjenguk Raka.
Dua orang wanita berada di depan pintu, satunya dewasa dan satunya terlihat masih sangat muda. Rahmiza mengingat-ingat salah satu wanita tersebut. Iya, dia ingat sekarang wanita yang mengobrol dengan Raka saat pernikahan Azkia dan mereka berbicara sangat akrab.
Rahmiza pun mengingat siapa wanita cantik itu dan kemudian dia ingat siapa wanita itu, “Nak Iffah ya? Silakan masuk, Raka juga sudah bangun.”
Rahmiza mempersilakan keduanya masuk, Raka sudah membereskan makanan dan lainnya di sekitarnya. Iffah datang bersama seorang siswi, Rani. Keduanya adalah orang yang diselamatkan Raka saat terjadi tawuran di sekolah mereka kemarin.
Iffah duduk di samping Raka yang agak duduk dengan menyandarkan punggungnya ke ujung kamar. Raka tersenyum pada mereka, juga kepada Rani yang ternyata adalah salah satu murid di kelas yang diajarkannya pelajaran Agama Islam.
“Pak Raka sudah baikan?” Rani mencoba menanyakan kesehatan pada Raka, tentu saja dia harus berterimakasih karena melihat pak Raka gurunya yang heroik mengeluarkan mereka dari kepungan para siswa yang sedang tawuran.
“Maafkan kami dan terimakasih pak Raka,” kini, Iffah menimpali pertanyaan dari Rani sekaligus biar kedatangan mereka kompak dan lengkap untuk mengucapkan maaf dan terimakasih. Sebab mereka, Raka juga mengalami luka yang cukup serius, mereka tak habis pikir ada juga dalam tawuran yang menggunakan senjata tajam.
Raka tersenyum dan melihat Ibunya yang duduk di samping berseberangan dengan Iffah dan Rani. Raka menatap kedua tamunya itu, “Tidak apa-apa, saya sudah sehat Alhamdulillah. Menolong adalah kewajiban, dan kecelakaan merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari saat kita melakukan apa saja. Semua sudah digariskan oleh Allah, hingga saya harus terluka. Insyaallah kita ikhlas menerima setiap ketetapan Allah.”
Benar saja, jawaban dari Raka membuat mereka berdua tersadar bahwa Raka memang pantas menyandang seorang guru dan juga pendidik yang mengajarkan ngaji kepada para siswanya di luar jam sekolah.
Iffah dan Rani sama-sama menganggukkan kepala mereka, mereka pun jadi lepas dari merasa bersalah karena untuk menolong mereka akhirnya pak Raka harus terluka.
“Oh iya bu Iffah,” Raka melihat wajah cantik Iffah, “Apakah setelah tawuran itu ada yang terluka juga dan bagaimana kelanjutannya kasus tersebut?”
Semilir angin dari ruangan rumah sakit itu menyibak keheningan yang tercipta sejenak. Angin yang berhembus mengenai pori kulit akan mudah dirasakan, menambah suasana hati Iffah yang seolah bahagia melihat Raka sudah sadar dan sehat.
“Beberapa siswa ada yang terluka, juga ada yang terkena senjata tajam. Faktanya memang ada diantara mereka yang nekat menggunakan senjata seperti yang mengenai Bapak kemarin.”
Cukup memprihatinkan, benar-benar sudah di luar akal sehat. Seorang pelajar yang tugasnya belajar, belajar akhlak dan moral malah menggunakan senjata tajam dengan hanya gengsi dan setia kawan hendak menghancurkan masa depannya sendiri dan juga masa depan orang lain.
Raka jadi berpikir agar bertambah ketat untuk memberikan materi agama dan motivasi kepada para siswa agar menjauhi perbuatan-perbuatan kriminal dan juga kekerasan, termasuk bullying. Masa depan bangsa ini tentu saja ada di tangan para pemuda, seberapa hebat pemuda sekarang merupakan wajah masa depan Negara ini selanjutnya.
Tugas moral itu tentu saja menjadi tugas siapa saja; pendidik, orangtua dan juga pemuda itu sendiri untuk bisa memperbaiki diri sendiri.
Bu Iffah menceritakan bahwa ada 7 orang yang terluka cukup serius dan di rawat di rumah sakit, diantaranya pak Raka. Polisi juga menyelidiki, siapa saja para siswa yang menggunakan senjata tajam. Polisi juga sudah menyelidiki kasus ini tentang sekolah mereka dengan sekolah yang bersengketa.
Mencari titik temu dan juga mencari penyelesaian yang baik agar ke depannya kasus tawuran seperti itu tidak terjadi lagi.
Raka juga menanyakan pada Rani apakah dia juga baik-baik saja dan tidak ada yang terluka? Rani pun menjelaskan pada gurunya itu bahwa dirinya cukup syok karena pada saat kejadian tawuran dia berniat untuk memanggil temannya agar menjauh dari tawuran. Temannya adalah siswa pria, namun saat mendekat tiba-tiba bentrok sudah berada di sekelilingnya sehingga bu Iffah juga mendekatinya dan hendak menolongnya.
Apesnya, mereka malah terjebak diantara siswa yang saling berkelahi. Saat itulah Raka datang untuk memberi jalan pada mereka dan menghindari dari tawuran tersebut.
Raka mendapatkan izin khusus dari sekolah soal libur hingga lukanya sembuh. Pihak sekolah juga mengucapkan terimakasih dan bangga karena Raka berani melakukan aksi untuk mencoba melerai tawuran. Pihak sekolah atau kepala sekolah juga meminta maaf karena belum sempat mengunjungi Raka dan baru titip salam karena mengurus urusan yang lain pasca tawuran yang terjadi tersebut.
Mereka terlibat obrolan yang seru bahkan sesekali Raka masih bisa bercanda dengan Iffah dan murid mereka Rani. Tak ada lagi canggung dan mereka seolah sangat dekat, hingga beberapa kali mata Raka dan Iffah saling bertatapan sejenak dan seolah ada magnet yang mereka rasakan diantara mereka.
Apakah hal itu merupakan langkah awal mereka akan semakin dekat? Kejadian-kejadian yang sering mereka alami tentu saja menggambarkan kalau mereka memang ditakdirkan untuk saling berbicara dan banyak berkomunikasi. Biasanya, seringnya berkomunikasi akan menimbulkan rasa keakraban dan bisa berubah menjadi perasaan suka.
Iffah pun menaruh buah dalam bungkusan yang dibawanya. Iffah sudah mempersiapkan buah tersebut untuk dibawa saat menjenguk Raka.
“Tidak perlu repot – reput bu Iffah, malah merepotkan harus membelikan oleh – oleh,” bu Rahmiza melihat hal itu dan menerima buah tersebut.
Iffah pun tersenyum pada bu Rahmiza, “Tidak apa – apa Bu, tadi hanya sekalian mampir di jalan kok.”
Iffah kemudian menatap Raka, “Apakah pak Raka mau memakan buahnya?”
Raka juga tersenyum, “Boleh, sekalian buat cuci mulut karena tadi juga habis makan.”
Saat bu Rahmiza hendak mengambil pisau kecil untuk mengupas buah, Iffah segera bertindak mendekati bu Rahmiza dan mencoba mengambil pisau itu dari bu Rahmiza.
“Biar saya saja bu yang mengupasnya, Ibu istirahat dulu saja. Ibu pasti lelah karena juga menunggu pak Raka sejak kemarin bukan”
Bu Rahmiza tak bisa berkata banya, dia pun memberikan pisau itu pada Iffah. Iffah pun mengambil buah per yang cukup segar dan mulai mengupasnya di pinggir meja dengan mengambil sebuah wadah sebagai tempat kulit buah tersebut.
Selesai mengupas, Iffah mengirisnya menjadi beberapa bagian sehingga tampilannya yang terbuka membuat orang ingin memakannya. Pasti segar. Iffah menaruhnya dalam piring bersih dan bu Rahmiza mendekatkan buah itu ke dekat duduk Raka, di meja sebelahnya.
Raka pun mengambil perlahan buah yang sudah dikupas dan memakannya perlahan. Dia tak ingin mengecewakan bu Iffah yang sudah mengelupas kulit buah itu, artinya dia pasti akan senang jika Raka langsung memakannya sebagai bentuk penghormatan dan rasa terima kasih.
“Pak Raka dan bu Iffah sepertinya cocok kalau saling bicara,” suara gurauan Rani seolah mengagetkan semua orang yang berada disana. Dasar bocah! Tiba-tiba saja merusak suasana akrab menjadi keheningan yang tercipt sesudahnya.
“Benar kan?” Rani semakin menggoda.
“Hush! Anak remaja sekarang memang ya, belum saatnya kamu tahu hal urusan orang dewasa!” Raka menimpali segera agar suasana tidak semakin canggung. Dan semuanya kembali tertawa dan mengobrol renyah.
Hingga, seorang perawat datang untuk mengecek kondisi Raka. Iffah pun undur diri bersama dengan Rani dan mendoakan kesembuhan untuk pak Raka agar cepat kembali lagi mengajar di sekolah. Raka dan Ibunya pun mengamini.
Mereka pamitan. Perawat pun memeriksa kondisi Raka, dan dia mencatat beberapa hal kemudian memberi pesan beberapa hal kepada Raka dan Ibunya soal menjaga tubuh Raka dan beristirahat yang cukup. Setelah itu, perawat itu pun juga undur diri.
Suasana rumah sakit yang tenang memang disediakan khusus agar jiwa juga menjadi tenang, agar mereka bisa merefresh pikiran dan akhirnya bisa cepat pulih dari sakit yang mereka derita.
Sungguh, ketenangan adalah obat dari segala sesuatu. Maka itu, Quran juga mengajarkan agar jiwa itu tenang dan tidak merasa tamak dan iri pada apapun, di dalam jiwa yang jernih raga akan mengikuti untuk sehat.
Subhanallah.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (50)

  • avatar
    Agus Wibowo

    nice story

    24/06

      0
  • avatar
    UdinBurhan

    mana nih kelanjutannya?

    23/05

      0
  • avatar
    Aipupun Punikawati

    bismillah mudh" dapet banyak aamiin ya rabbal alamiin

    20/05

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด