logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

bab 7, hilang

Bismillah
      "SUAMI DARI ALAM LAIN"
#part_7
#by: R.D.Lestari.
     Duk!
     "Awww!"
     Tak sengaja kaki kananku di injak Kak Bima. Ia melotot ke arahku karena aku sejak tadi hanya melamun.
     "Ada apa, In?" Ibu menatapku serius, seolah tau ada yang tak beres denganku.
    "Ta--tak apa, Bu," sahutku pelan. Aku langsung merunduk dan berusaha mengambil makanan yang ada di hadapanku.
   "Bima! kamu apain calon mantu Ibu!" seolah tau apa yang di lakukan Kak Bima, wajah Ibu berubah ketus dan menatap tajam ke arah nya.
  "Uhuk... uhuk!" aku seketika terbatuk mendengar ucapan Ibu. Mantu? aku calon mantu?
   "Maaf, Bu. Abis Indri sedari tadi cuma ngelamun aja, pasti di otaknya yang kecil itu bilang kalau kita ini hantu," Bima terkekeh dan menyindir diriku. Aku hanya diam karena memang pikiranku di lucuti kata 'hantu '.
    "Oh, pantesan dari tadi Ibu lihat Indri ragu untuk makan masakan Ibu," Ibu tersenyum manis melihatku.
    "Makanlah, In. Ibu tak mungkin meracunimu. Kali ini sama sepertimu, hanya ...," Ibu menghentikan ucapannya,kulihat ada raut keraguan di wajah cantiknya.
    "Jangan di bilangi dulu, Bu. Ia belum resmi jadi pacarku, nanti ia keburu takut," Bima menyela ucapan ibunya. Ibu hanya tersenyum simpul melihatku.
     "Makanlah In, nanti kamu sakit kalau kelaparan. Setelah makan Bima akan mengajakmu kembali pulang ke rumah dengan selamat. Jangan lupa lihat temanmu, Rena. Berkat dirimu dia sekarang sudah dalam keadaan sehat," papar Ibu.
    "Rena? Ibu tau tentang Rena?" tanyaku ragu.
   "Ya, tentu saja. Karena barang yang di bawa Rena adalah barang mewah milik pejabat kami yang sengaja ditinggal. Beliau amat marah ketika kembali ke tempat persinggahan, barangnya sudah raib, itu sebabnya...,"
    "Sudah Bu, jangan di ceritakan semua. Nanti misiku bisa gagal karena dia keburu takut," lagi-lagi Kak Bima menyela ucapan ibunya. Huh, menyebalkan!
    Sebenarnya apa maksud Bima ini? kenapa sedikit-sedikit takut. Apa mereka memang han...
   "Ckckck, udah di bilang kami ini bukan hantu, masih juga ngeyel," Bima melotot ke arahku.
    Degh!
   Lagi-lagi pikiranku terbaca olehnya. Aku kembali menunduk dan memainkan makanan di piringku. Aku bukan tak betah di sini, tapi aku sangat khawatir dengan keadaan Rena dan juga orang tuaku, tentunya.
    "Ayo, In. Sekarang sudah waktunya kamu pulang. Pasti orang tuamu sangat mengkhawatirkan  keadaanmu," Bima tiba-tiba berdiri dari kursi ukirnya.
    Kretttt!
   Tanpa menunggu dua kali, aku pun langsung beranjak dan berpamitan kepada keluarga Kak Bima.
    "Terima kasih jamuannya , Ibu, Ayah. Saya permisi pulang dulu," ucapku sembari sedikit membungkuk, menunjukkan rasa hormat untuk mereka.
    "Sama-sama. Ibu tunggu kedatanganmu kembali, Nak," Ibu tersenyum padaku. Aku membalas senyuman itu dan tak lupa menyalami mereka.
***
    Brummm!
    Laju mobil kali ini terbilang amat cepat. Bima sepertinya sangat terburu-buru. Aku yang sedari tadi duduk di kursi penumpang terkadang menahan napas saking takutnya. Anehnya, semua kendaraan yang berlalu lalang semua berasa dalam kecepatan amat tinggi, tapi tak ada satupun yang bertabrakan.
     "In, apa kamu berani pulang sendiri?" Bima menatapku dengan pandangan ragu.
     "Be--berani , lah," sahutku .
    "Saat ini di duniamu hampir menjelang subuh dan kamu itu sudah seminggu hilang," jelas Bima.
    "A--apa? kenapa bisa begitu?" bibirku bergetar mendengar penjelasan Bima. Tak masuk di akal.
    "Kita berbeda dimensi, In. Tapi, tetap bisa bersama jika kamu mau," ia menatapku tajam. Aku yakin apa yang di katakan nya itu benar dan ini tidak main-main.
    "Berbeda dimensi? berbeda alam? atau bagaimana? akh, kepalaku seketika pusing karena ucapannya. Terserahlah, yang penting aku bisa sampai rumah secepatnya .
     Perjalanan pulang dan pergi amat sangat berbeda , jika pada saat kami pergi, hutan dan pepohonan sangat mendominasi, tapi kali ini tak ada hutan. Yang ada hanya tol dan jembatan serta laut yang amat luas.
     Jalanan pun tak berbelok, tapi hanya lurus dan tak ada hambatan sedikit pun. Samar kulihat benda bulat seperti pusaran air yang amat besar membentang di hadapan kami. Seketika aku mencengkeram lengan Bima yang tampak fokus mengemudikan mobil lamborgini nya.
    
    "Jangan takut, In. Itu adalah portal penghubung antara duniaku dan duniamu . Bersiaplah, akan ada hentakan kecil ketika melewatinya ," Bima berusaha menenangkan ku.
    Pusaran itu semakin dekat. Aku menutup mataku karena takut hingga...
Dugh!
   Tubuhku setengah terpental ke atas, hampir saja menyentuh atap mobil saking kerasnya hentakan. Beruntung ada sabuk pengaman yang melindungi tubuh ku agar tidak terpental hebat.
    "Buka matamu, In," suara Bima membuatku tersadar dan perlahan membuka mata. Sinar berwarna-warni bak pelangi mengelilingi mobil kami. Dan bukan hanya kami, banyak juga kendaraan yang berlalu-lalang beserta kami.
   "Kita di mana, Kak?" aku menatap heran sekitar.
   "Kita masih berada di dalam portal antara duniamu dan duniaku, jangan takut, sebentar lagi kita keluar," sahut Bima.
    Brummm!
   Mobil melaju semakin kencang dan ...
  Duk!
   Lagi-lagi hentakan keras kurasakan. Mataku berbinar melihat sekitar. Hutan. Kami kini berada di jalan aspal yang di apit hutan lebat. Aku yakin inilah hutan Uwentira yang terkenal itu.
    "Motormu di mana, In?" Kak Bima seperti mencari-cari sesuatu.
    "Oh, iya. Motor itu! astaga! mungkinkah sudah di curi orang? karena sampai ujung hutan pun motor matic merah itu tak kunjung terlihat," batinku.
    "Ah, mana motorku?" lesu begitu melihat motor itu sudah hilang tak berbekas.
    "Sudahlah, In. Nanti aku belikan motor baru dengan harga yang lebih mahal," Bima berkata seolah ingin menghibur hatiku yang lara.
    "Tak usah, Kak. Biarlah. Mungkin memang bukan rezekiku," aku menunduk menyembunyikan sedih hati yang tak terkira. Bagaimanapun motor itu adalah hasil tabungan orang tuaku dan ia juga yang selalu menemani hariku selama berkuliah dan setia mengantarku kemana saja.
    "Oh, oke, In. Sekarang kamu nikmati aja pemandangan gelap ini, bentar lagi kita sampai,"  ucap Bima lantang.
    "Hmmmh, oke," sahutku malas sembari melempar pandangan ke arah jalan. Gelap. Yang terlihat hanya pohon tinggi menjulang yang berjajar di samping kiri dan kanan jalan.
     Tibalah kami di ujung hutan. Samar terlihat di kegelapan tugu Uwentira. Rumah penduduk mulai nampak padat di sisi jalan. Lampu penerangan terlihat terang menyinari jalan kami.
     Hatiku lega. Bersyukur akhirnya bisa kembali pulang ke rumah dengan selamat. Bima masih fokus ke arah jalan tanpa sedikitpun memandang ke arahku.
      Jalan yang sangat aku hafal. Jalan ke arah rumahku. Kok Bima bisa tau?
     Ckiiiiiit!
     Mobil berhenti tepat di depan rumahku . Aku turun tanpa banyak berbasa-basi kepada Bima. Ia pun tak banyak bicara.
    "Mampir, Kak," ucapku pelan.
    "Kakak langsung pulang aja, ya. Besok-besok Kakak mampir," sahutnya .
     Setelah berpamitan mobil pun menderu kencang. Aku berbalik setelah mobil kuning itu tak nampak lagi di pandangan.
***
     "Indri , Ya Allah Indri, kamu pulang, Nak," Ibu menciumi wajahku begitu aku mengetuk pintu dan Ibu melihatku di ambang pintu.
     "Bapak, Nenek, kemari! Indri pulang ," lantang suara Ibu menggema di segala ruangan.
     Tergopoh -gopoh kedua orang tua itu berlari mendekatiku seraya menangis haru. Aku di peluk dan di ciumi sepenuh hati.
     Ibu, Bapak dan Nenek menginterogasi. Mereka sama sekali tak percaya dengan ucapanku . Tapi biarlah , yang penting sekarang aku sudah sampai rumah dengan selamat dan berkumpul dengan orang-orang tercinta.
     "Uwentira? kota? itu cuma hutan, jangan mengada-ada, In," pungkas Bapak.
    "Atau, mungkin yang di maksud Indri itu kota jin, Pak?" Ibu menyahut.
     "Enggak, Bu. Mereka orang yang sama seperti kita," aku kekeh dengan ucapan ku.
    "Sudahlah , hentikan perdebatan ini, Indri nampak sangat lelah, biarkan ia beristirahat,"  Nenek menimpali.
     Aku mengangguk pelan dan berjalan gontai menuju kamar. Hatiku masih gusar prihal hilangnya motor kesayangan keluarga itu.
      Degh!
      Aku terperanjat kaget melihat benda merah yang amat ku hapal itu sedang teronggok di dapur rumah. Benda itu ...motor matic kesayanganku. Sejak kapan ia ada di situ?

หนังสือแสดงความคิดเห็น (200)

  • avatar
    Gustriana

    cerita nya bagus

    05/07

      0
  • avatar
    MontokDurian

    ag suka sangat menyenangkan

    11/05

      0
  • avatar
    Satria Dewi Zllu Ada

    Benar2 bagus..jadi ngehalu pengen sangat pengen brtemu dengan pemuda uwentira😍

    04/04

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด