logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

BAB 4 Melamar Pekerjaan

Fajar menyingsing, pagi menjelang. Selesai mandi,melaksanakan kewajiban 2 rakaatnya, sarapan Arin gegas berpamitan kepada bibinya. Pamannya yang bekerja sebagai security di Dinas Kesehatan sudah dari semalam melaksanakan tugasnya. Sift malam jadwalnya hari ini.
‘’Arin berangkat ya Bi, doakan biar dapat diterima kerja di perusahaan tuan Acung.’’pamitnya sembari mencium punggung tangan kanan bibinya.
‘’Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.’’
‘’Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
“Hati-hati di jalan ya Rin, semoga sukses dan diterima kerja. ‘’balas bibinya.
‘’Aamiin, Bi...doakan ya...’’
Gegas Arin berjalan menuju depan gang menunggu angkot oren yang biasa lewat rute Merawai.
‘’Bang, ikut...’’Arin berteriak sambil melambaikan tangannya.
Ciiit...sopir menghentikan angkot tepat di sampingnya.
‘’Merawai Neng?’’tanyanya sambil melongokkan kepalanya dari jendela angkot.
‘’Iya Bang,’’jawab Arin sembari masuk dan duduk di bangku yang ternyata masih kosong itu.
Sepanjang perjalanan Arin berbincang dengan sopir yang saat itu hanya bekerja sendiri. Tidak terlihat dia dibantu kernet seperti biasanya.
“Neng mau ke Merawai, ke tempat saudara?’’tanya pak sopir ramah.
‘’Ngga Bang, saya mau melamar kerjaan di perusahaan tuan Acung.’’jawab Arin.
Mendengar nama tuan Acung disebutkan, sang sopir berubah wajahnya.
‘’Bener Neng mau ngelamar kerjaan di sana?’’tanyanya hati-hati dengan nada sedikit bergetar.
‘’Iya bener Bang, butuh kerjaan soalnya.’’jawab Arin kemudian.
Dari kaca spion Arin melihat perubahan wajah sang sopir yang terlihat khawatir saat dia tahu Arin akan melamar pekerjaan di perusahaan tuan Acung.
Tapi dia tidak mempedulikannya, yang ada dalam pikirannya dia hanya berharap bisa mendapat pekerjaan di sana.
Laju angkot berhenti tepat ketika Arin menyampaikan tujuannya.
‘’Terima kasih Bang, ini ongkosnya,’’kata Arin sembari menyodorkan uang delapan ribu rupiah kepada sang sopir yang hanya melongo melihatnya tetap bersikeras melamar pekerjaan di perusahaan tuan Acung.
Sesaat kemudian angkot melaju di jalanan, Arin melangkah menuju warung Mpok Maryam bermaksud mengambil berkas lamaran kerjanya yang dititipkan kemarin.
‘’Assalamu’alaikum, Mpok..ini Arin,’’sapanya sambil kepalanya celingak-celinguk mencari pemilik warung.
‘’Wa’alaikumsalam..ya Rin masuk saja..ini Mpok lagi masak di dapur,’’sahut pemilik warung.
Sesaat kemudian mucul mpok Arin yang masih menggunakan celemek khas wanita pekerja di dapur.
Nampak tercium harum bau masakannya.
Warung masih terlihat sepi ketika sejurus kemudian nampak seorang laki-laki masuk dan berkata kepadanya.
‘’Mpok, kopi hitam satu gelas ya..biasa..gulanya dikit saja,’’katanya sembari duduk di bangku yang masih terlihat kosong.
‘’Nah kebetulan nich Rin, ini mang Diman yang mpok ceritakan kemarin.
‘’Mang, ini Arin yang mau ngelamar kerjaan di bagian administrasi,’’kata mpok Maryam memperkenalkannya.
Laki-laki berperawakan sedang dengan usia kisaran 27 tahunan itu menoleh ke arah Arin yang duduk di ujung bangku sebelahnya.
Mang Diman menghentikan kegiatannya menyeruput kopi hitamnya. Tersenyum ramah ke arah Arin.
‘’Bener Neng mau ngelamar di bagian Administrasi?’’tanyanya meyakinkan Arin.
‘’Ya Mang, lagi butuh kerjaan,’’jawab Arin mantap.
‘’Ngga takut Neng...padahal serem loo kerja di sono, ntar kaya’ si Nd...,’’
Belum selesai ucapannya Mpok Maryam langsung memberikan isyarat dengan menempelkan jari telunjuknya ke bibir supaya mang Diman tidak meneruskan ucapannya.
“Heheheee..’’terkekeh mang Diman pada akhirnya.
‘’Kalau emang bener neng Arin mau ngelamar kerja di sono, ntar aku antar ke Nyonya Lina yang biasa menerima karyawan baru,’’katanya menawarkan jasa.
‘’Ya Mang, banyak-banyak terima kasih kalau begitu,’’balas Arin dengan wajah sumringah.
Dia bertekad bulat mau kerja di tempatnya tuan Acung, meski samar-samar Arin mulai mendengar hal-hal misterius tentang perusahaan itu. Tapi dia sudah mantap, yang ada dalam pikirannya dia ingin segera mendapat pekerjaan, dapat gaji agar bisa membantu perekoniam keluarganya dan berterima kasih kepada bi Isah yang sudah dengan baik mau merawatnya.
Arin menunggu mang Diman menyelesaikan kegiatan ngopi paginya. Sesekali dia memainkan telepon selulernya. Discroolnya layarnya naik turun, mencari-cari berita yang mungkin menarik perhatiannya.
‘’Ayuuuk Neng, mang Diman antar ke nyonya Lina,’’serunya membuyarkan lamunan Arin.
‘’Mpok, berapa ini semua? kopi sama pisang goreng dua,’’tanya mang Diman sembari merogoh sakunya mengambil dompet hendak mengambil isinya.
‘’Cukup dua belas ribu rupiah saja, atau kalau mau dilebihin juga boleh,’’jawab mpok Maryam terkekeh.
‘’Nih kembaliannya buat tambahan modal,’’jawab mang Diman seraya menyerahkan uang lima belas ribu rupiah kepadanya.
‘’Hmmm...terdengar suara mpok Maryam setengah menggerutu ketika dilihatnya jumlah uang yang diterimanya.
Mang Diman hanya terkekeh sambil memonyongkan bibir tebalnya.
‘’Ntar ya kalau abang sudah resmi jadi suami Ade’ pasti uang belanjanya beratus-ratus kali lipat dari itu,’’ledek mang Diman hingga membuat wajah mpok Maryam bersemu merah.
Arin tersenyum melihat dua insan berlainan jenis itu saling bercanda. Mereka terlihat begitu akrab, bahkan cenderung saling suka. Ada kilatan kekaguman di mata keduanya ketika saling bertatap tadi.
‘’Yuuuk Neng...laaah kok malah ngelamun? Anak gadis ngga boleh banyak ngelamun...ntar digondol kalong wewe looh,’’kata mang Diman sembari terkekeh lucu.
Tergeragap Arin seperti terbangun dari tidurnya, tersipu malu menyadari bengongnya tadi diketahui mang Diman.
“Eeeh yuuk mang Diman, Arin pamit dulu ya Mpok,’’ucapnya seraya bangkit dan berjalan ke arah mpok Maryam yang mengangsurkan map berisi lamaran pekerjaan yang dititipkan kepadanya, diterima olehnya dan dimasukkan ke tas yang sedari tadi dicangklongnya.
‘’Sukses ya Neng,’’ucap mpok Maryam memberinya semangat.
‘’Terima kasih Mpok.,’’sembari mengacungkan kedua jempolnya Arin mengikuti langkah mang Diman menuju pos Security rumah mewah kepunyaan tuan Acung.
Sejurus kemudian terlihat mang Diman bercakap-cakap dengan salah satu security yang berbadan tegap berkulit gelap itu.
“Ok, Neng...bentar yaa tungguin di sini, lagi disambungin ke Nyonya besar,’’katanya sambil mengacungkan satu jempolnya kepada Arin yang terlihat berdiri agak jauh darinya.
Kriiing...tiba-tiba telepon di pos security berbunyi nyaring.
Yaaa..baik Nyah,’’kata security yang tadi menerima telepon yang ternyata dari Nyonya Lina istri dari tuan Acung.
Gegas dia membukakan pintu gerbang dengan remot kontrol yang sedari tadi tergeletak di meja pos security.
Tiiit, greeek...pintu gerbang terbuka otomatis. Arin tertegun dibuatnya. Di depan matanya terpampang dengan jelas bangunan yang super besar, super mewah dan terkesan klasik yang seumur-umur baru dilihatnya di sinetron televisi swasta di rumahnya.
‘’Mari neng...masuk,’’ bimbing mang Diman ramah menyadari kalau gadis belia di depannya terlihat bingung melihat sekelilingnya.
”Eeeh iyyaaa Mang,’’geragap Arin gegas berusaha menjejeri langkah mang Diman berjalan menyusuri halaman rumah yang terlihat luas laksana alun-alun di kotanya.
Sungguh luar biasa rumah tuan Acung, dengan luas tanah yang ditaksir berkisar 1.050 meter persegi,dengan luas bangunan berkisar 650 meter persegi, berlantai 3, dengan garasi besar di samping rumah yang muat untuk berpuluh-puluh mobil. Nampak pula taman penuh tanaman bunga yang sangat apik tertata oleh ahlinya lengkap dengan kolam koi dan air mancurnya. Itu penampakan awal rumah utama tuan Acung. Ketika Arin terus mengikuti langkah mang Diman hingga dia berhenti di sebuah bangunan yang mirip perkantoran dengan luas yang hampir sama dengan bangunan utamanya. Di sebelahnya berdiri kokoh parkiran khusus karyawan yang siap menampung ratusan kendaraan roda dua.
Sesampainya di sebuah ruangan kantor yang ternyata tempat kerja Nyonya Lina, mereka disambut seorang resepsionis yang menanyakan maksud kedatangan mereka.
Bersyukur Arin terus didampingi mang Diman hingga dia tidak begitu merasa kebingungan. Dia hanya disuruh menunggu sejenak sebelum akhirnya disuruh memasuki ruang direktur utama.
Ting tong...terdengar ruangan terbuka secara otomatis.
Arin semakin terbengong dibuatnya, berdiri dan berjalan tergesa hingga ...
Buuug....hampir saja dia menabrak mang Diman yang ternyata sedang berdiri di depan pintu ruang direktur utama.
‘’Heheheee, hati-hati Neng, ntar jatuh loooh,’’seloroh mang Diman lucu.
‘’Eh, ma aaf, Mang,’’katanya tersipu malu.
Arin memasuki ruangan yang ber ac, dingin, sejuk dan wangi menyeruak ke hidung mancung Arin.
“Mang Diman tinggal ya Neng... terus saja masuk, nyonya Lina sudah menunggu di ruangannya,’’katanya ramah.
‘’Ya Mang, terima kasih sudah menemani Arin,’’jawabnya sembari tersenyum ramah.
Mang Diman mengangguk kemudian berlalu meninggalkan Arin sendirian di ruang direktur utama. Dengan grogi dia berjalan pelan menemui seorang wanita yang terlihat begitu cantik bak artis Korea. Meski ditaksir usianya berkisar setengah abad’an namun garis-garis kecantikannya masih terlihat jelas.Memakai blazer hitam dipadu dalaman batik klasik, bercelana panjang berbentuk pensil berbahan katun, serena atau crepe menurut perkiraan Arin yang sedikit banyak agak memahami berbagai jenis kain yang digunakan dalam pembuatan celana kerja yang terkesan formal namun tetap terlihat elegan dan profesional.
Penampilannya sungguh sangat menawan hati. Dengan dandanan terkesan natural, polesan make up tipis, bergincu pink segar, rambut digelung cepol, terselip aksesoris bunga kecil di tengah gelungan rambut, bersepatu hak setinggi 17 cm membuatnya semakin tampil nyaris sempurna.
‘’Silakan duduk Arin,’’sapanya ramah sembari mempersilakan duduk di depan kursi kerjanya yang beroda.
Arin mengangguk, tersenyum. Sejurus kemudian menarik kursi di depannya dan duduk dengan kikuk.
Nyonya Lina menerima berkas yang disodorkan Arin, membukanya pelan sembari mempelajari isinya.
Arin duduk tertunduk menunggu dengan hati berdebar.
‘’Ok Arin, aku sudah mempelajari isinya...kamu benar-benar siap bekerja di sini dengan segala konsekuensinya?’’tanya nyonya Lina penuh wibawa.
‘’Yang pertama kamu harus menginap di mess karyawan yang letaknya di belakang gedung ini, kedua sistem kerjanya sift-siftan Pagi dari pukul 07:30 sampai dengan pukul 15.00, berlanjut sift kedua dari pukul 15:30 sampai dengan pukul 22:00. Walaupun sedang sift pagi misalkan, karyawan tetap tidak diperbolehkan pulang ke rumahnya, pun karena rata-rata mereka berasal dari luar kota. Ada libur tiap hari Minggu, namun diperbolehkan pulang sebulan sekali. Makan dan minum dari perusahaan, gajimu awal ini 2,75 juta. Bisa naik setelah terlihat kinerjamu bagus.Jaminan kesehatan ada, bonus tahunan juga sebesar dua kali gaji diterimakan setiap hari raya tergantung agama dan kepercayaannya. Bila Muslim setiap hari Raya Idul Fitri, bila Kristen setiap Natal, bila Buddha setiap hari Raya Waisak, bila Hindu setiap hari Raya Galungan. Terserah sama karyawan saja itu kapan mau diambil bonus tahunannya.Begitu Arin,’’ nyonya Lina memberikan keterangan panjang lebar.
‘’Semua kembali ke kamu Arin, bila benar-benar siap besok pagi bisa segera masuk bekerja. Karena kamu ke sini pagi hari, besok kamu bisa masuk jadwal bekerja sift kedua,’’kata Nyonya Lina lebih lanjut.
Setelah berpikir sejenak Arin memutuskan mantap bekerja di perusahaan milik tuan Acung itu.
‘’Baik Nyonya, saya siap bekerja di sini...hari ini saya izin pulang untuk bersiap-siap dan pamit kepada kedua orang tua saya. Besok pagi Insyaa Allah saya kembali untuk bekerja di perusahaan ini,’’kata Arin penuh rasa syukur.
‘’Terima kasih Nyonya atas kepercayaannya,’’ucap Arin sembari menerima uluran tangan nyonya Lina dengan ramah.
‘’Selamat bergabung dan bekerja di perusahaan ini Arin, semoga betah,’’jabat erat nyonya Lina.
*******

หนังสือแสดงความคิดเห็น (147)

  • avatar
    AzisAbdul

    wow

    8d

      0
  • avatar
    FauziahNada

    menarik

    03/08

      0
  • avatar
    Ayam RacerKentut

    woow

    28/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด