logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 1. Undangan Makan Siang

Pagi masih meremang, matahari belum sepenuhnya muncul di ufuk timur, bahkan sepertinya sang surya masih enggan menampakkan diri.
Justru mendung semakin menebal dan perlahan-lahan kembali menutupi semburat jingga yang sempat muncul. Hawa pun masih menyisakan dingin dan tetes hujan dari semalam. 
Di cuaca seperti ini, apalagi di hari libur, banyak orang yang enggan untuk beraktifitas di luar rumah. Mungkin sebagian orang lebih memilih untuk menarik selimut dan kembali bergelung di tempat tidur.
Namun tidak dengan Semira. Di pagi buta yang dingin dan hujan seperti ini, dia tetap beraktivitas seperti biasanya.
Bangun pagi, menyeduh kopi dan membuat cemilan pengganjal perut, sudah menjadi rutinitasnya setiap pagi. Entah hari libur atau bukan. Hidup seorang diri tidak serta merta membuatnya bebas bak burung lepas yang bisa seenaknya saja hinggap di mana pun.
Semira memang hidup seorang diri semenjak bercerai dengan sang suami hampir sepuluh tahun yang lalu. Sejak itu dia hidup seorang diri, di kota kecil di pinggiran ibukota.
Putri tunggalnya yang kini beranjak remaja memutuskan untuk tinggal dengan kakek dan neneknya, orang tuanya di kampung halaman.
Praktis Semira hidup bak seorang lajang, sendiri namun tidak berarti kesepian. Dia justru menikmati kesendiriannya ini dengan bahagia. Sendiri membuatnya bebas mengekspresikan diri selama tidak melanggar norma-norma masyarakat.
Semira mendedikasikan waktunya untuk berkarier. Bahkan bisa dikatakan hidupnya selama ini lebih banyak dihabiskannya di tempat bekerja.
Rumah baginya hanya tempat beristirahat melepas penat. Namun setiap ada waktu libur selalu dimanfaatkannya untuk menikmati kenyamanan rumah tempat tinggalnya.
Berkebun, menanam bunga dan sayuran, menulis novel online, memasak atau sekadar bersih-bersih rumah menjadi kesibukannya di setiap hari libur. Hanya sesekali saja Semira meluangkan waktu untuk berlibur ke luar kota. 
Namun hari libur kali ini Semira harus berpuas diri dengan berdiam diri di rumah tanpa melakukan banyak kegiatan. Hujan sedari malam sepertinya tidak akan berhenti hingga siang nanti. Tidak mungkin berkebun atau sekadar membersihkan halaman rumah mungilnya di cuaca seperti ini. 
Semira berencana untuk melanjutkan menulis beberapa naskah ceritanya sempat terbengkalai. Kesibukannya di pekerjaan membuatnya sering melupakan hobinya yang satu ini. 
Sembari menikmati secangkir kopi dan roti bakar, jari-jarinya lincah berselancar di atas smartphone-nya. Sesekali dia mengambil tangkapan layar beberapa artikel dan mengunduh beberapa gambar yang akan dijadikannya preferensi cerita yang sedang ditulisnya. 
Menulis bagi Semira bukan sekadar hobi. Tapi sebuah investasi di masa depan. Semira sangat menyadari kondisinya. Meski saat ini dia berada di puncak karier, tapi itu bukan jaminan bagi masa depannya.
Dia tidak memiliki jaminan pensiun di masa tua karena dia hanya karyawan perusahaan swasta. Dengan menulis dia berharap bisa menjadi sumber penghasilan di masa tuanya kelak.
Sebuah rencana yang telah disusunnya dan mulai dirintisnya dalam satu tahun ini. Dia tidak takut dengan masa tuanya, meski terkadang bayang-bayang kesepian menghantuinya. Hidup tanpa pasangan dan jauh dari putrinya, tidak dipungkiri memberinya sedikit kekhawatiran akan masa tuanya.
Hubungannya dengan sang putri tunggal meski baik-baik saja, tetap memberinya jarak yang cukup membuat keduanya dihinggapi kecanggungan. Sementara untuk mencari pasangan hidup lagi bagi Semira adalah sesuatu hal yang yang tidak mungkin dalam waktu dekat ini.
Bayang-bayang perceraian dengan mantan suaminya, kehidupan rumah tangganya yang dahulu diwarnai percekcokan, campur tangan mertua dan diakhiri dengan kisah orang ketiga yang serupa dengan kisah-kisah para pelakor yang saat ini marak terjadi, membuatnya gamang untuk kembali merajut kisah kasih rumah tangga selayaknya wanita seusianya.
Bukannya tidak membutuhkan kehadiran pasangan dalam hidupnya, juga bukan karena trauma. Semira hanya belum menemukan sosok yang benar-benar bisa diajaknya mengarungi kehidupan rumah tangga seperti yang di impikannya.
Apalagi pasca perceraian, karirnya justru melesat bak meteor. Tidak adanya pasangan, mungkin membuat Semira terpacu untuk lebih mandiri. Dan pada akhirnya mempengaruhi kinerjanya di pekerjaannya. 
Tanpa adanya kendala keuangan, Semira semakin menikmati kesendiriannya. Dia menikmati hidupnya dengan bekerja, bergaul dalam lingkaran sosial yang setara, dan sesekali meluangkan waktu untuk dirinya sendiri baginya sudah lebih dari cukup. Dia bahagia dengan semua itu.
Meski terkadang ada saja godaan, namun Semira tetap menikmati hidupnya. Kesendiriannya terkadang menimbulkan beberapa masalah.
Dari sekadar anggapan janda identik dengan kesepian, genit dan gatal, cibiran dan gosip murahan yang pernah menerpanya hingga cap pelakor pun pernah disandangnya.
Semira tidak pernah memperdulikan itu semua. Dia cukup kebal dan tebal muka dengan semua itu. Toh pada faktanya Semira bukanlah tipe wanita yang mudah terlibat hubungan asmara sesaat atau bermain api dengan lelaki yang tidak semestinya.
Semira memang tidak sepenuhnya menutup diri. Dia masih membuka hati dan kesempatan untuk menerima seseorang dalam hati dan hidupnya.
Lingkaran sosial dan pergaulannya cukup luas. Sebagai Chief Marketing Office (CMO) sebuah perusahaan otomotif yang terkenal, membuatnya memiliki relasi yang luas. Tidak sedikit dari rekan kerjanya, kolega dan bahkan kliennya yang pernah mengungkapkan hasrat terhadapnya.
Begitu juga dengan beberapa teman dari masa sekolah atau pun kuliah, bahkan lingkungan sekitarnya. Namun Semira tidak pernah berharap lebih. Tidak sekali dua kali dia mencoba untuk membuka hati, namun hingga kini tak kunjung ditemukannya tambatan hati.
Bahkan tidak sekali dua kali dia harus menanggung kecewa lagi. Itu membuatnya semakin enggan untuk berangan-angan merajut kisah cinta sejati lagi. Dia memilih untuk menikmati dan menjalani hidupnya dengan apa adanya.
"Kapan hujan reda?" Gumamnya sambil melirik jendela di sebelahnya.
Hujan masih mengguyur kota, meski tak sederas tadi. Bisa saja Semira mengendarai mobil untuk pergi jika memang dia harus beraktivitas di luar hari ini.
Namun hujan menimbulkan keengganannya. Di tengah cuaca dingin seperti ini memang terasa lebih nyaman berada di rumah yang hangat.
"Sepertinya aku harus menunggu hujan reda. Malas jika harus bepergian di hari hujan seperti ini," gumamnya lagi.
Semira kembali melanjutkan menulis dan sesekali menyesap kopinya. Terkadang dia berhenti sejenak dan memandangi hujan yang masih turun meski tak deras.
Sesekali dia meregangkan badan untuk menghilangkan penat. Hampir setengah hari duduk dan berkutat dengan laptop dan smartphone-nya tak urung membuat kaku otot-otot tubuhnya.
Sesekali, digigitnya satu suap roti bakar atau pisang goreng yang di buatnya dari pagi. Meski sudah mulai mendingin, Semira tetap menikmatinya.
@Chandra
[Mira, sibuk nggak?]
[Mari bertemu untuk membicarakan proyek kita sekalian makan siang]
Sebuah pesan muncul di notifikasi smartphone-nya. Semira membacanya dan segera membalas pesan itu.
@Semira
[Oke. Kita ketemu di mana?]
@Chandra
[Di kafe dekat taman kota]
[Tempat biasanya]
@Semira
[Baiklah]
[Tunggu sebentar ya]
Kembali dia membalas pesan itu. Tanpa menunggu balasan lagi, Semira segera bersiap-siap. Dia hanya perlu mencuci muka, berdandan untuk memoleskan seulas make up natural dan berganti pakaian.
Dia sudah terbiasa mandi pagi meski cuaca tidak bersahabat. Sehingga untuk saat ini dia tidak perlu mandi lagi.
Chandra, laki-laki yang mengajaknya bertemu siang, saat ini tengah dekat dengannya. Mereka berkenalan telah cukup lama. Chandra merupakan salah satu klien-nya. 
Meski cukup dekat, namun Semira tidak sepenuh hatinya menjalin hubungan dengan pria yang berprofesi sebagai pengusaha properti itu.
Dia hanya berteman dengan Chandra selayaknya relasi bisnis. Hanya sesekali saja mereka meluangkan waktu untuk hal-hal yang bersifat pribadi.
Seperti hari ini. Di hari libur ini, Chandra mengundangnya untuk makan siang bersama sekaligus membicarakan proyek yang tengah mereka kerjakan.
Baginya undangan ini hanya sekadar untuk mempererat hubungan bisnis mereka. Chandra salah satu klien-nya yang bonafit dan potensial.
Karena itu dia tidak berkeberatan untuk menerima undangan makan siangnya. Toh ini hanya sebuah pertemuan terbuka. Tidak ada yang istimewa dari pertemuan mereka kali ini. Sama seperti pertemuan mereka sebelum-belumnya.
Semira tidak akan menduga undangan makan siang ini memicu sebuah insiden yang mengawali kisah baru dalam kehidupannya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (79)

  • avatar
    AnandaMutiara

    sukaa

    11d

      1
  • avatar
    GustiGilang

    aplikasi ini sangat bagus

    16/08

      0
  • avatar
    Aziz Abdul

    cara naik duet nya gmna ygy

    21/01

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด