logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

5. Bertemu

Jangankan untuk bertemu, memandang pun saja sudah tak boleh, apalagi menyanyi bersama bagai hari lalu ..
Suara khas biduan dangdut Nella Kharisma dalam musik yang slow remix mengalun dengan volume rendah di radio mobil Naufal. Sepanjang jalan pulang, Shaina hanya diam dan menyandarkan seluruh badannya ke jok mobil dengan mata terpejam. Mendengarkan Naufal asik bertelfonan dengan seseorang dengan kabel menyumpal kupingnya.
"Iya sayang, makasih ya udah perhatian, nanti pasti aku langsung kabarin kamu lah kalo udah sampe rumah."
"Hahaha kamu lucu sih yang jadi gemesh pengen anu."
"Iya-iya sayang ini udah pelan aku bawa mobilnya. Gak usah khawatir aku gak bakalan nabrak kok, ngapain juga nabrak pohon mending juga nabrakin kamu empuk hehe."
Hih! Apa-apaan! Najis binggo! Shaina mengumpat keras dalam hati dan menutup rapat-rapat kedua telinga dari pada mendengar suara Naufal yang terkadang ngeres. Sembari ketawa-ketawa setan tanpa menghiraukan Shaina yang kini sudah kembang-kempis hidungnya.
"Hahaha! Kapan-kapan nikah yuk yang!"
Kenapa otaknya separo. Jijay capcay bajay.. suparman.
Apalah dosa Shaina bisa mempunyai kakak seperti itu. Sampai pembicaraan berakhir dan saling dada-dada muah-muah, Naufal masih cengar-cengir sendiri sambil menyetir. Sesekali dia menatap ke arah Shaina yang bergidik ngeri, perlahan tawa Naufal kian meluntur.
"Kenapa lu? Kebelet pipis?" tanyanya.
"Gak! Kebelet pengen buang mas ke laut! Biar sekalian dipungut ama nyai roro kidul! Mampus-mampus dah lu." kesal Shaina, seketika sebuah jitakan keras mendarat di kepala hingga ia mengaduh mengusap-usap bekasnya.
"Durhaka lo awas dikutuk jadi boncel!" ancam Naufal.
"Durhaka itu sama orang tua bukan sama mas!" Shaina meralat dengan sengitnya. "Abisan telfonan pake sayang-sayangan gitu banget gak liat apa disini ada anak kecil! Anak kecil polos dan gak berdosa mas .. hihh sebel!"
Alih-alih berdamai Naufal hanya asik tertawa, hingga terbahak-bahak suara ngebassnya memenuhi ruang dalam mobil itu dan semakin membuat Shaina greget ingin menjambak rambutnya tapi takut durhaka juga. Ketika mobil Naufal tiba di lampu merah, Shaina lebih memilih menatap keluar kaca mobil yang tertutup dan melihat waktu hitungan mundur di atas lampu merah.
Pun, segelintir sepeda motor yang berdatangan dari arah belakang dan berhenti sebelum garis marka. Salah satunya, pengendara ducati merah dengan helm KYT full face merah bergaris yang berhenti tepat sekali di samping mobil. Cowok dengan jaket denim lengan hitam, disela-sela mendengar derum motornya Shaina mengernyit memperhatikan wajah dibalik helm yang terbuka itu.
Hingga tak sengaja, cowok itu juga tergerak menengok pada seseorang dalam mobil itu. Seketika pandangan mereka bertemu pada satu titik pandang, sudut bibir Shaina kian mengembang membentuk garis lengkung yang tak tertahankan. "Shaka..!!" pekiknya senang.
Sayangnya Shaka tidak berbuat apa-apa selain kembali menatap lurus ke depan, meski Shaina terus memanggil. Sampai detik demi detik lampu merah akan berakhir dan Shaka langsung tancap gas dengan kecepatan sedang.
"Shaka! Hih sombong dasar!" Shaina meneriaki sambil menyembulkan kepala keluar jendela sebelum akhirnya menghempaskan punggung ke jok mobil. Lama-lama kesal sendiri. Padahal Shaka sudah janji kelingking mau berteman, tapi tingkahnya masih saja menyebalkan.
"Itu cowok yang kemarin kan dek?" Naufal menyeletuk penasaran, sembari menjalankan mobilnya lurus, arah yang sama dengan Shaka namun dia membawa telah melaju kencang dan membelah jalanan jauh di depan.
"Gue liat-liat sepertinya lo agak ganjen gitu sama dia, sementara dia cuek-cuek aja. Jangan-jangan lo suka ya ama dia?" tanya Naufal lagi dan kali ini lebih antusias.
"Engga, biasa aja." balas Shaina malas.
"Biasa apa biasa?" Naufal terdengar menggodanya namun Shaina enggan merespon melainkan hanya menekuk wajahnya dan sibuk bermain lords mobile di ponsel, semacam permainan perang-perangan pasukan. Membaca sikapnya, tak sulit untuk Naufal menebak perasaan Shaina meski dia hanya bungkam, bahkan mungkin Naufal lebih paham dan mengetahuinya.
"Gak usah sok-sok melankolis hanya karena dicuekin pliss, lo harus tau cinta gak se-bocah itu dek." ujar Naufal sembari mengacak-acak gemas puncak rambut Shaina.
Persetan.
Sebenarnya, bukan apa-apa Shaka mengacuhkan Shaina, namun bibirnya memang terlalu sulit hanya untuk sekedar menyapa Shaina. Entah, Shaka juga tidak mengerti. Saat berhadapan dengan Shaina ada seperti peperangan batin dalam diri Shaka yang teramat sulit untuk ditafsirkan. Hanya tampang yang diwariskan, Shaka sangat berbeda jauh dengan Zendi, seperti halnya matahari dan pluto.
Sederet riwayat chat dengan Shaina di ponsel, membuat Shaka hanyut dalam pikirannya. Shaina terlihat begitu menjunjung tinggi emansipasi, selain doyan adu panco dan mengalahkan banyak cowok, Shaina juga doyan mendekati Shaka. Bahkan, tidak segan-segan hari ini Shaina mengatakan dengan gamblang ingin berteman baik dengan Shaka. Bukan agresif, tapi Shaka hanya menangkap rasa tulus dan kepolosan di mata Shaina.
"Ka, lagi sibuk gak?" Velia muncul di pintu kamar Shaka, ketika Shaka hanya berdiam diri di depan meja belajar.
"Engga." jawab Shaka singkat, meletakkan ponsel dan memutar kursinya ke belakang. "kenapa emangnya?"
"Mama boleh minta tolong sebentar? Ambilin jahitan baju mama di tempatnya tante Jihan ya, dari kemarin udah jadi tapi belum sempet kesana. Tolong ya, Shaka.."
Velia menyatukan kedua tangan di depan wajah dengan tatapan memohon. Pantas saja Zendi jatuh cinta. Sampai kepala tiga Velia masih nampak awet muda. Kalau saja bukan ibunya, mungkin Velia sudah Shaka pacarin sejak dulu dan tidak ada lagi dalam kamus hidup Shaka yang kaku terhadap cewek. Ah, efek kebanyakan melamun.
"Yaudah, Shaka berangkat sekarang." ujar Shaka sembari menyambar kunci motor di atas tumpukan buku-bukunya, Shaka lalu cium tangan dengan Velia dan bergegas pergi.
"Makasih ya nak!" teriakan Velia hanya dibalas seulas senyum tipis oleh Shaka seraya menuruni anak tangga.
Tiba di sebuah kompleks perumahan, Shaka tampak celingak-celinguk disela-sela mengendarai motornya pelan. Pasalnya Velia hanya mengatakan rumah tante Jihan bercat abu-abu dan pagarnya berwarna cokelat. Tapi sejak tadi keliling kesana-kemari dari ujung ke ujung jalan Shaka tidak kunjung menemukan rumah tersebut.
Diantara segelintir mobil pribadi yang terparkir di pinggir jalan, sejenak Shaka menepi dan menyugar rambut begitu melepas helm. Beberapa kali Shaka mencoba menelfon Velia tapi tidak diangkat-angkat dan hanya terdengar nada sambung. Shaka mendengus dan turun dari motor. Bingung, Shaka mengedarkan pandangan ke sekitar tanpa tau harus menyambangi rumah yang mana.
"Shaka!" tak lama, tiba-tiba saja seseorang dari arah lain memanggil. Ketika Shaka menoleh ke sumber suara, ada gadis dengan terusan celana denim selutut yang berlari kecil menyeberangi jalan dengan rambut dikuncir kuda.
"Shaina?" Shaka mengerjap sesaat, tau-tau Shaina sudah tiba di hadapannya dengan raut wajah terheran-heran.
"Lo ngapain disini, Ka? Sendirian lagi." ujar gadis itu sembari menyelipkan anak rambut dibalik telinganya.
"Lo juga ngapain di daerah sini? Ngikutin gue ya?"
"Astaga Shaka!" Shaina sontak tertawa. "emang rumah gue deket sini. Lo lupa atau pura-pura lupa, atau amnesia sih, kemarin malem kan lo kesini nganterin gue pulang?"
Sepersekian detik Shaka terperangah. Ah, iya, bodoh, mengapa Shaka tidak ingat. Tengsin sendiri, Shaka auto mengusap tengkuk dan mengulum bibir rapat-rapat, mendadak wajahnya memerah seperti tomat dan salah tingkah karena sudah kepedean menuduh Shaina. Lucu sekali, melihat Shaka seperti itu Shaina terkekeh geli.
Shaka berdehem pelan. "Gue disuruh nyokap ambil jahitan di daerah sini, tapi gue gak tau tempatnya yang mana."
"Ohh .. tante Jihan, bilang dari tadi. Yaudah gue anterin yuk, yang sebelah sana tuh rumahnya, deket kok, yuk."
Meninggalkan motor Shaka, Shaina langsung menarik Shaka jalan kaki bersama ke ruas jalan di seberang lain. Beberapa saat seperti ada gelenyar seperti sengatan-sengatan kecil yang merambat di lengan Shaka akibat pegangan lembut tangan Shaina, namun Shaina tidak menyadari itu dan menunjuk rumah tingkat dua bercat cokelat navy. Shaina mengajaknya masuk begitu saja.
"Tante Jihan .. Permisi .." teriak Shaina sembari mengetuk pintu yang kebetulan terbuka setengahnya itu, hingga suara di dalam menyahut supaya menunggu sebentar.
Melihat burung-burung perkutut berkicau riang di dalam sangkar yang menggantung di depan teras itu, Shaina asik menjentikkan jari ke udara sambil bersiul kencang sampai bibirnya mengerucut, sesekali tersenyum gemas.
"Bagus kan, Ka?" gumam Shaina.
"Jangan siul-siul, sama aja lo ngebuka pintu neraka." ucapan Shaka yang terlalu sarkastik dalam sekejap menginterupsi aktivitas Shaina mengeluarkan siulan-siulan nyaringnya dan berubah melongo. "Kata siapa?"
"Kata gue barusan." ujar Shaka.
"Hih, hoax kan?" Shaina menyangkal.
"Yaudah kalo gak percaya."
Tak lama, seorang wanita paruh baya berbadan gempal keluar dengan meteran jahit menggantung di lehernya. Shaina lalu bersalaman dengan beliau disusul oleh Shaka. Tante Jihan adalah penjahit langganan Kanaya karena hasil jahitannya selalu bagus dan tepat waktu, Saina juga tidak mengira kalau mama Shaka sudah sering kesana.
"Siang tan, maaf ganggu Shaina dateng kesini nganter temen Shaina, katanya mau ngambil baju mamanya."
"Atas nama ibu Velia, tante." timpal Shaka cepat.
"Ohh, baju arisan-nya jeng Ve, ada kok, yuk masuk."
Tante Jihan mengambilkan salah satu lipatan pakaian dari lemari kaca di sudut ruangan menjahitnya, pakaian itu dibentangkan dan ternyata model rok selutut merah maroon dengan motif batik yang bagus. Karena bulan lalu telah dibayar di muka, jadi Shaka tinggal membawanya.
Tidak lupa ucapan terima kasih, Shaka dan Shaina berlalu pergi dari rumah itu. Keduanya berjalan bersama dalam kebisuan, menuju dimana motor Shaka terparkir tadi.
"Shaina, makasih ya." akhirnya kata itu terlontar setelah Shaka berpikir sekian menit dan memerangi rasa egonya. "Untung ada lo, kalo engga palingan gue pulang lagi."
"Iyaa .." Shaina tertawa kecil. Jarang-jarang sekali Shaka berbicara panjang. "terus sekarang lo langsung balik?"
Shaka berdehem sebentar. "Ya, balik."
"Ih, gak seru deh lo, masa gak kemana gitu?"
"Kemana gimana maksudnya?"
"Mm, sebenernya sih gue tadi keluar mau cari makan, bosen aja di rumah, gue lagi pengen bubur kacang ijo anget, dimakan sama roti tawar gitu. Tapi .. yang biasa mangkal di daerah sini kayanya masih pulang kampung deh." Shaina berucap dengan nada rendah, seraya memainkan buku-buku jari melihat sekitar jalan itu.
Kode keras.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (91)

  • avatar
    milakarmilah

    keren bgt cerita nya ..ga ribet,ga drama,singkat padat n jelas,suka banget aku...sukses selalu kakak🥰

    26d

      0
  • avatar
    Puspa

    bagus saya suka shaina

    11/08

      0
  • avatar
    MaurantiVia

    kayaknya seru ini cerita

    30/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด