logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 2 Sesuatu yang Telah Berlalu

"Kenapa cemberut gitu?" Seorang cowok datang membawa beberapa kantung berisi camilan. Langkah lebarnya langsung mendekat ke arah seorang gadis yang sedari tadi menampakkan wajah tak bersahabatnya.
"Kamu lama," ucapnya kesal. Bukannya tersinggung, cowok itu malah membawa gadisnya ke dalam pelukan.
"Maaf, tadi aku ada urusan." Diserahkannya camilan yang dia bawa, membuat binar dalam mata gadis itu kembali.
"Banyak banget?" Damar tertawa, mengacak rambut pacarnya.
"Biar enggak ngambek lagi." Tara mengerucuti bibirnya. Walau begitu gadis itu tak bisa menyembunyikan raut bahagianya.
"Besok-besok bawa yang lebih banyak," canda Tara diangguki setuju oleh Damar. Tak masalah, asalkan Tara tak mendiamkannya seperti minggu lalu.
"Kamu enggak mau?" Damar menggeleng sama karena memang kurang suka makan makanan ringan.
"Jangan ngambek lagi," pinta Damar sambil mengelus surai coklat gelombang itu.
"Aku enggak akan marah kalau kamu enggak ninggalin aku. Inget, ya hari ini terakhir kamu enggak ada kabar!" Tara menunjuk Damar dengan mata tajamnya, mengancam agar cowok itu tak kembali ingkar janji.
"Janji Sayang." Damar membawa Tara dalam pelukannya mengecup beberapa kali pucuk kepala sang kekasih. Tara memejamkan mata sambil tersenyum, perlakuan seperti inilah yang sangat dia rindukan dari Damar.
Mengingat semua itu membuat Tara menyunggingkan senyum, walau tak bisa berbohong ada sedikit rasa nyeri yang tiba-tiba hadir tanpa diundang.
Saat ini dia sedang menatap foto Damar dan dirinya di ponsel. Foto terakhir kali Damar mengingat segalanya.
Tara benar-benar masih tak percaya dengan Damar. Dia belum percaya jika Damar bisa melupakannya. Kecelakaan itu benar-benar merubah segalanya.
"Kamu harus secepatnya inget," gumam Tara. Dia akan berusaha sekuat tenaga membuat Damar kembali mengingat semuanya, karena sehari saja tanpa Damar rasanya sangat menyiksa.
"Sayang." Karina tersenyum lembut ke arah putrinya. Menduduki dirinya di sebelah Tara.
Karina tersenyum kecut saat menyadari kesedihan putrinya. Bahkan sudah lama sekali Tara tak terlihat sedih seperti sekarang.
"Kenapa, Ma?" tanya Tara.
"Udah malem, tidur gih." Tara tersenyum tipis. Menganggukkan kepala, lalu menyimpan ponselnya di atas nakas.
Gadis itu merebahkan tubuhnya, menarik selimut hingga sebatas dada.
"Selamat malam, Ma," ucapnya sambil berusaha tersenyum. Karina mengangguk samar, langsung ke luar dari kamar putrinya.
Karina sangat mengenal baik Damar selama ini. Tak jarang pacar anaknya itu datang untuk sekadar sarapan atau makan malam bersama, atau mengantar Tara saat membutuhkan apa-apa.
Sudah dua tahun lebih ini Karina lega dengan kehidupan putrinya. Tara tak sering murung, Tara lebih sering ceria dan bahagia karena kehadiran Damar. Lalu kenapa semua ini harus direnggut dari Tara?
Keadaan Damar belum diketahui akan kembali seperti semula. Hal itu membuat Karina khawatir dengan putrinya, apalagi saat menyadari raut sedih sang putri.
"Maafin Mama belum bisa buat kamu bahagia." Karina menghela napas kasar. Merasa gagal menjadi seorang ibu.
                                  ***
Hari yang berbeda untuk Tara. Senyum yang biasa mengawali paginya tak ada lagi, sapaan penuh kasih sayang itu juga pun tak ada lagi.
Dari tadi kedua matanya tak pernah lepas dari sosok seseorang yang begitu dia rindukan. Bibirnya berusaha tersenyum walau terasa sulit, karena dia yakin semuanya akan berakhir secepat mungkin.
Dengan hati resah kedua kakinya melangkah ke arah sosok itu, berusaha memperlihatkan senyum baik-baik saja. Walau nyatanya hatinya berteriak marah.
"Damar," sapanya sambil tersenyum lebar.
Damar yang merasa dipanggil menoleh, tetapi menatap Tara tak suka.
"Kenapa?" tanyanya jengah. Karena kejadian kemarin Damar jadi malah bertemu Tara.
"Kamu udah sarapan?" tanya Tara hati-hati, takut kembali mendapatkan penolakan.
"Udah," jawab Damar cuek tanpa menatap Tara. Tara menatap Damar sendu, berharap semuanya kembali seperti semula.
"Baguslah," jawab Tara sambil tersenyum canggung.
"Gue ke kelas." Tanpa menunggu persetujuan Tara Damar sudah melangkah pergi. Tara bungkam, hanya menatap punggung Damar dengan tatapan sedih.
"Ya Tuhan, semoga secepatnya kembali seperti semula," ucap Tara penuh harap.
Entah kapan Damar akan kembali kepadanya, Tara akan menunggu hari itu. Tara tersenyum saat mengingat kembali momen dirinya dan Damar.
"Kenapa sedih?" Damar mengelus kepala Tara yang terlihat murung dari biasanya.
"Ada masalah?" tanya Damar sekali lagi saat tak mendapat jawaban.
"Aku bete," rengek Tara tiba-tiba.
"Kenapa?" tanya Damar lembut.
"Kamu kenapa bisa suka sama aku?" tanya Tara.
"Kenapa nanya begitu?"
"Banyak yang bilang kenapa coba cowok seganteng kamu bisa suka sama aku." Damar tersenyum melihat walau menggemaskan Tara.
"Jadi kamu bilangin aku ganteng?" goda Damar menaik-turunkan alisnya.
"Ih jawab dulu!" Tara mencubit lengan Damar, merasa kesal karena Damar malah menggodanya.
"Aku itu suka sama semua yang ada diri kamu. Salah satunya ini, sifat bawelnya." Damar mencubit kedua pipi Tara gemas, membuat sang empunya berteriak kesakitan.
"Sakit tau." Tara menyentuh pipinya yang sudah memerah, menatap Damar dengan tajam.
"Mulai sekarang jangan dengerin kata-kata orang, oke?" Tara mengangguk pelan.
"Aku sayang banget sama kamu," ucapnya sambil menatap Damar sambil tersenyum lebar. Hal itu membuat Damar otomatis ikut tersenyum.
"Aku lebih .... Sayang kamu," balas Damar penuh penekanan.
"Aku sayang kamu, Damar," gumam Tara sambil tersenyum.
                                  ***
Damar menatap papan tulis dengan pandangan kosong. Kejadian kemarin dan tadi terus terngiang-ngiang di kepalanya. Pertanyaan tentang Tara terus muncul di kepalanya. Siapa Tara, mengapa rasanya ada yang janggal, kenapa dia sama sekali tak bisa mengingat Tara.
Damar menarik rambutnya frustrasi. Kenapa jika Tara pacarnya sama sekali tak ada bukti ini. Di rumahnya Damar sama sekali tak bisa menemukan sesuatu tentang Tara, misalnya foto. Ponsel? Damar tak tahu ke mana benda itu setelah dia kecelakaan.
"Jadi dia siapa?" tanya Damar pada dirinya sendiri.
Beruntung kelas sedang sepi, jika tidak mereka akan menganggap Damar orang gila.
"Dia pacar gue, atau hanya ngaku-ngaku?" Di satu sisi Damar ingin percaya, di satu sisi dia tak bisa mempercayai itu. Karena setelah Tara mengatakan itu banyak sekali orang-orang yang mengaku pacarnya. Lalu bagaimana bisa Damar langsung percaya.
Dia mendesah kesal. Dia benci melupakan semua, bahkan dia sama sekali tak mengingat hubungannya dengan sang Papa. Semuanya hanya berbekal akta kelahiran dan juga foto dirinya semasa kecil.
"Dia pasti cuma nyari keuntungan karena gue amnesia." Damar mengangguk yakin, bahkan hatinya ikut yakin jika Tara hanya memanfaatkannya. Tak ada alasan Damar untuk percaya kepada gadis itu, bahkan semua teman sekolahnya tutup mulut, tak mau sama sekali ikut campur.
"Gue yakin dia bukan siapa-siapa."
Walau ada sesuatu yang menjanggal Damar menepisnya. Sangat percaya jika Tara bukan siap-siapa. Lagi pula tak mungkin dia tak merasakan sesuatu ketika kehadiran gadis itu.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (73)

  • avatar
    Iamraaaaa2

    sukak bangettttt terimakasih udah mau buat cerita ini ya kak🥺❤️ btw masih ada kelanjutan ceritanya nggak kaak?kalo ada gak sabar banget nungguin nya

    25/01/2022

      2
  • avatar
    DandelionSenja

    Ceritanya seru, greget juga. Makasih buat Author yang udah buat cerita sebagus ini🤗❤️🔥

    25/01/2022

      3
  • avatar
    CooWalz

    bagussssss

    14d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด