logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 3 Salah Paham

Hari itu, Dimas membawa Reisa bertemu dengan seorang lelaki, saat menjemputnya sepulang dari bekerja. 
"Rei. Kenalin, ini Bimo." 
Reisa menjabat tangan lelaki itu. Jika diperhatikan dengan jeli, tampilan fisik Bimo ini mirip seperti seseorang yang pernah mendapat pendidikan militer. 
"Siapa ini?" Matanya penuh tanya, tapi tak berani menduga. Entah apa maksud Dimas memperkenalkan lelaki ini kepadanya. 
"Bimo ini staf khusus di kantor papa. Mulai sekarang dia bakal jadi supir pribadi sekaligus ngejagain lu." 
"Oh." 
Hanya itu yang terucap dari bibir Reisa, walaupun dalam hati berkata buat apa Dima repot-repot memberikannya seorang bodyguard. Toh dia bukan siapa-siapa. Bukan anak pejabat penting atau selebriti yang harus dikawal ke mana-mana. Dia hanya orang biasa saja. 
Dimas tersenyum menatap Reisa. Gadis manis yang mungil teman sekampusnya dulu. Saat ini, wanita itu sudah sangat berbeda dari lima tahun yang lalu. Dia lebih cantik dan terawat.
Sejak dulu Dimas sudah tahu jika Reisa mencintainya. Hanya saja, dia tidak pernah memperhatikan karena waktu itu dia masih dekil dengan tampilan yang apa adanya. 
Mungkin ini yang namanya jodoh. Walaupun selama ini Dimas cuek dan acuh, tetapi tanpa disadari bahwa selama lima tahun ini, mereka terus terhubung hingga akhirnya resmi bertunangan.
Reisa, telah berubah menjadi wanita dewasa yang mempesona, anggun, juga keibuan. Setiap kali melihat wajahnya, hati Dimas merasa nyaman. Tutur katanya lembut juga senyumnya yang menenangkan. Dia mungkin memang brengsek, tapi dia menginginkan pendamping hidup yang baik untuk menjadi ibu dari anak-anaknya kelak. 
Hanya satu yang masih sama dari dulu sampai sekarang adanya si pengganggu yaitu Andra. Dimas tidak menyukainya dan tahu jika laki-laki itu menyukai tunangannya. 
Sebelum terlambat Dimas segera bertindak lebih dahulu, melamar Reisa langsung kepada orang tuanya. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Tuhan memang baik, jalannya mudah. Orang tua Reisa selama ini adalah partner papanya. 
Perusahaan Om Wisnu, --papanya Reisa-- memakai jasa notaris papanya untuk semua urusan kantornya. Dimas, baru menyadari hal itu saat datang berkunjung ke sana dan bertemu dengan gadis itu. 
Apakah Dimas beruntung? Tentu saja. Dia tidak perlu menjadi anak baik-baik seperti Andra. Begini saja jalannya sudah mudah.
Andra, sahabat Reisa itu, sepertinya mulai ikut campur urusan dalam mereka. Apalagi sejak mereka mengikat janji untuk menuju ke jenjang yang lebih. Laki-laki itu terlihat sedang berusaha untuk mempengaruhi, supaya tunangannya membatalkan niat mereka untuk menikah.
Padahal, Dimas sendiri begitu serius ingin mempersunting Reisa. Cinta pun tumbuh di hatinya sedikit demi sedikit. Oleh sebab itulah dia tidak pernah menyentuh tunangannya itu secara intim, selain memeluk atau mencium sekilas. 
Sesekali Dimas masih bisa membeli di luar jika ingin sebuah kesenangan bersama seorang wanita, bermain aman supaya tidak ketahuan. Toh nantinya jika sudah menikah, dia telah berjanji kepada diri sendiri, akan menjadi ayah dan suami yang baik buat anak istri dan tidak akan menyentuh barang haram itu lagi. 
Supaya Andra ini tidak terus menerus mendekati calon istrinya, Dimas bergerak cepat. Bimo, staf khusus di kantor papanya yang diambil dari salah satu aparat, diminta tolong untuk menjadi supir sekaligus merangkap bodyguard-nya Reisa. 
Dimas merasakan kemarahan di dalam hatinya setelah kejadian waktu itu di ruangan Andra.  
"Biar si Andra tau, tinju yang dia hadiahkan ke wajah gue, bakal jadi penyesalan bagi seumur hidupnya."
Dengan adanya Bimo itu berarti tunangannya tidak akan bisa diganggu lagi. Dimas mengepalkan tangan. Ada sebuah tekad di dalam hatinya. Reisa lebih berhak bersanding dengannya, seorang arsitek muda lulusan terbaik di kampusnya. Tidak akan dia biarkan miliknya direbut lelaki lain. Apalagi oleh orang yang bernama Andra. 
* * *
Bimo memarkirkan mobilnya di sebuah gedung bertingkat. Siang ini dia akan menjemput majikannya. Tunangan Dimas yang bernama Reisa.
"Mau ke mana kita ini?" Dia bertanya. Melihat penampilan Reisa yang nampak cantik sekali, dia bergumam dalam hati. Pantas saja Dimas sedikit over protective, dia juga akan berlaku sama jika berada di posisi lelaki itu. 
"Mau ketemu sama Andra," jawabnya simple. Memang dia tidak banyak bicara sejak pertama kali mereke berkenalan, mungkin masih canggung atau apa.
"Dimas tau?"
"Gak. Dimas ngelarang aku ketemu sama dia."
"Si Andra itu siapa, ya?" 
Bimo bertanya karena merasa penasaran. Dimas tidak pernah bercerita tentang apa pun mengenai hubungan mereka. Hanya meminta dia menjagakan tunangannya. Dia sendiri tidak berani bertanya langsung karena sungkan. 
"Kamu kepo banget, deh. Udah jalan aja. Gak usah banyak tanya," kata Reisa ketus. Walaupun cantik, ternyata gadis itu galak juga. 
"Ya sorry, Non. Saya kan harus laporan sama Dimas kalau ditanyain ke mana aja sama kamu seharian," jujur dia menjawab. 
"Bilangin aja, aku makan siang sendirian. Atau bilang gini, makan siang sama kamu aja. Lagian Dimas juga gak bisa nemenin. Sibuk terus." 
Wajah Reisa terlihat muram. Bibirnya ditekuk, tetapi itu malah membuatnya terlihat semakin cantik saja.
Bimo bergumam dalam hati. Kasihan juga ini cewek. Kenapa juga bisa mau sama Dimas. Tampang sih ganteng, kaya pula. Tapi kelakuannya minus. 
"Saya nungguin di parkiran aja ya, Non. Ntar kalau kamu udah selesai makan kabarin aja biar Saya jemput." Bimo membukakan pintu mobil dan mempersilakan gadis itu keluar. 
"Kamu jalan aja. Gak usah nungguin. Nanti aku pulang dianter Andra." Saat berkata begitu, nada suara Reisa datar tanpa ekspresi. 
"Okeh, Non. Selamat makan." 
Bimo tersenyum manis, mencoba akrab tetapi sepertinya Reisa tidak suka. Bukan salahnya juga, kan? Dimas yang memintanya menjadi pengawal. Tentu saja dia senang karena dapat uang tambahan setiap bulan. 
"Ingat ya, Bim. Kalau kamu ditanyain Dimas jawab seperti yang aku bilang tadi," ulang Reisa.
"Siap, Non." 
Bimo mengangguk patuh. Nasibmu memang cuma menjadi supir. Tidak diajak makan siang lagi.
Reisa melambaikan tangan, tidak terlalu peduli dengan lelaki bernama Bimo itu. Entahlah dia siapa. Saat ini wanita itu hanya merasa rindu dengan Andra. Sudah cukup lama mereka tidak bertemu. Begitu sahabatnya mengajak makan siang, dia langsung mengiyakan. 
Dimas selalu melarangnya. Itu sungguh aneh, padahal dia tahu kalau mereka sudah bersama sejak dulu. Andra sahabatnya, lelaki baik yang selalu menjaganya. 
Apa mungkin Dimas cemburu? Rasanya tidak mungkin karena mereka sebentar lagi akan menikah. Reisa sangat menjaga diri, malah tunangannya itu yang sibuk tidak jelas. 
Reisa tidak mau berburuk sangka. Selama ini Dimas memang sedang mengerjakan banyak proyek. Kinerjanya bagus, dibuktikan dengan beberapa tender besar yang berhasil dia menangkan. Jadi,wanita itu cukup tahu diri dan mengalah, mencoba mengerti kalau memang kekasihnya tidak selalu bisa menemani.
Mereka baru jalan bersama jika ada acara penting, misalnya pergi ke pesta perayaan yang berhubungan dengan keluarga besar atau bisnis. Selebihnya, memang dalam kesehariannya Andra yang banyak menemani. 
Pernah Reisa berpikir, apa benar yang Andra katakan kalau Dimas bermain api tanpa sepengetahuannya. Dia selalu berpikiran positif kalau mungkin saja klien-nya. Dimas pernah bilang kepadanya, semua hasil kerjanya saat ini adalah untuk masa depan mereka nanti. Dan dia percaya saja.
***
Lu yakin tetap mau nikah sama Dimas?"
Andra menatap Reisa dengan gamang. Setelah kejadian di ruangannya beberapa waktu lalu, dia sengaja mengajak Reisa bertemu. Laki-laki itu ingin mengatakan semua, agar sahabatnya tahu dan tidak menyesal karena telah salah mengambil keputusan itu.
"Yakin, Ndra. Dimas baik. Papa juga suka."
"Tapi dia player, Rei. Lu harus percaya sama gue." Andra berusaha meyakinkan dengan sekuat tenaga.
"Ndra, setiap orang punya kekurangan masing-masing. Selama aku ngejalanin hubungan ini dengan Dimas, semua baik-baik aja," jawab Reisa membela diri.
Dimas tak pernah kasar kepadanya. Sikap dan tutur katanya begitu sopan. Laki-laki itu adalah arsitek muda berbakat yang digaungkan akan mempunyai nama besar nantinya. Satu yang paling penting dari itu semua yaitu dia adalah cinta pertama Reisa. Itu yang tak bisa digeser oleh lelaki manapun termasuk Andra.
"Lu cinta buta!" ucap Andra kesal. 
Reisa menarik napas panjang, lalu berkata, "Aku tahu kamu gak suka sama Dimas dari dulu. Tapi bukan berarti kamu bisa bebas buat fitnah dia."
"Aku gak fitnah. Aku tau pasti. Tunangan lu itu suka check-in di hotel gue."
Plak!
Sebuah tamparan yang cukup keras mendarat di pipi Andra. Reisa mengepal tangannya dengan kuat karena amarah yang menggelora.
"Cukup, Ndra! Aku kecewa sama kamu!"
Reisa mengambil tasnya di meja lalu pergi begitu saja meninggalkan Andra yang masih termenung sembari mengusap pipinya yang perih. Mata laki-laki itu berkaca-kaca karena tak menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti itu.
"Gue sayang sama lu, Rei. Gue ngasih tau biar lu gak nyesal nantinya. Gue ikhlas kalau lu nikah, sekalipun hati gue patah. Asal itu jangan sama Dimas."
Andra mengambil kunci mobil dan meletakkan selembar uang merah di meja, lalu melambaikan tangan kepada pegawai restoran. Mobilnya melaju meninggalkan tempat itu.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (71)

  • avatar
    Mapafi des Laia

    saya suka dengan ceritanya

    03/03/2023

      0
  • avatar
    Gem Bocil

    sangat berkualitaa

    05/02/2023

      0
  • avatar
    Jasmine

    jos

    04/02/2023

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด