logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Episode 7

Pagi ini Ruby sedang merasa tidak enak badan, sejak tadi malam perutnya terasa mulas dan melilit. Bahkan pagi ini dia sudah lima kali bolak-balik ke kamar mandi.
"Itu kan, aku bilang juga apa? Kakak pasti sakit perut karena makan terlalu pedas semalam." Safira mengomel.
"Iya ini, sepertinya perut Kakak sudah mulai bermasalah kalau makan pedas. Padahal sebelumnya tidak begini." Sahut Ruby sembari meringis memegangi perutnya.
"Ya sudah, besok-besok jangan makan pedas lagi!"
Ruby mengangguk.
"Jadi sekarang gimana? Kakak tetap masuk kerja?" Tanya Safira.
"Iya lah, Kakak tidak mungkin cuti. Lagipula Kakak sudah minum obat diare, mudah-mudahan sebentar lagi sembuh." Jawab Ruby.
"Ya sudah, kalau begitu aku mau bersiap-siap ke kantor dulu."
"Iya, Kakak juga."
Kedua kakak beradik itu pun bergegas bersiap untuk berangkat kerja. Meskipun merasa tidak nyaman dengan perutnya yang sakit, Ruby tetap memaksakan diri untuk ke kantor.
***
Ruby melangkah dengan malas memasuki gedung Unique Jewelry, perutnya masih terasa sakit.
"Kak, aku ke sana dulu, ya? Ada perlu dengan teman aku." Ujar Safira.
"Iya." Jawab Ruby lemah.
Safira berlalu meninggalkan Ruby.
Janda cantik itu pun kembali melangkah menuju lift, karena tempat dia bekerja berada di lantai sepuluh, sama seperti para petinggi perusahaan. Tanpa sepengetahuannya, Dinan sedang berjalan di belakangnya dengan langkah yang sangat pelan.
Ruby bergegas masuk begitu pintu lift terbuka, dan Dinan pun segera menyusulnya. Melihat Bosnya itu ikut masuk, Ruby terkejut dan merasa canggung, tapi tentu dia tak berani protes.
Ruby menundukkan kepala memberi hormat. "Selamat pagi, Pak."
"Selamat pagi." Balas Dinan yang berdiri di samping Ruby.
Pintu lift tertutup, hanya ada Ruby dan Dinan di dalamnya, membuat Ruby gugup karena suasana semakin terasa canggung. Janda cantik itu hanya tertunduk dan tak berani menoleh ke arah Dinan, sedangkan Dinan sendiri hanya memasang wajah datar tanpa sedikitpun berniat untuk mengajak Ruby bicara.
Tapi nasib sial tampaknya sedang menghampiri Ruby, tiba-tiba perutnya kembali mules dan melilit. Sepertinya ada sesuatu yang mendesak ingin keluar, sebisa mungkin Ruby menahannya. Tubuhnya bergetar dan berkeringat dingin, dia bahkan sampai mencengkeram kuat tas yang dia pegang. Namun usaha bertahannya sia-sia, sesuatu itu akhirnya keluar begitu saja tanpa bisa dicegah.
Tuuuuuuutt ....
Seketika bau busuk memenuhi lift dan menyerbu indra penciuman Dinan, tapi lelaki itu pura-pura bersikap tenang sembari menahan napas.
Ruby malu setengah mati, dia tak menyangka hal memalukan ini akan terjadi di depan Bosnya sendiri. Dan setelah kentut, sakit di perutnya pun hilang.
Dengan perlahan Ruby memutar kepalanya dan memandang Dinan dengan wajah tegang sambil menahan malu. "Maaf, Pak. Kelepasan."
Dinan hanya menatap Ruby tanpa menjawabnya, sebab lelaki itu sedang berusaha mati-matian menahan napas. Dan Ruby kembali menunduk demi menghindari tatapan Dinan, dia berpikir Dinan marah kepadanya.
Pintu lift pun terbuka, dua orang karyawan pria dan wanita yang sudah menunggu di depan lift sontak menutup hidung dan mulutnya.
"Hemmm, bau sekali!!" Gumam karyawan lelaki dan wanita itu heboh.
Ruby semakin tertunduk malu.
Dinan yang sudah tidak tahan akhirnya menyerah dan kembali bernapas.
"Maaf, tadi perut saya sakit sekali." Ujar Dinan tiba-tiba.
Ruby spontan mengangkat kepalanya dan memandang Dinan dengan mata melotot, dia tak menyangka Bosnya itu akan mengakui sesuatu yang tidak dia lakukan demi menyelamatkan nama baik Ruby, agar wanita itu tidak malu di depan karyawan lain.
"Oh, tidak apa-apa, Pak. Santai saja!" Balas karyawan lelaki itu sambil cengengesan.
Dinan hanya tersenyum lalu buru-buru keluar dari dalam lift, begitu juga dengan Ruby, janda cantik itu berjalan di belakang Dinan dengan perasaan tidak enak.
"Heemm, Pak." Panggil Ruby.
Dinan spontan berbalik menghadapnya. "Hem, ada apa?"
"Terima kasih untuk yang tadi." Ucap Ruby dengan perasaan tidak enak bercampur malu.
Dinan hanya mengangguk.
"Maaf, tadi perut saya sakit sekali jadi tidak tertahankan lagi, Pak."
"Sudah, tidak apa-apa. Tapi lain kali kalau kamu sedang sakit, sebaiknya tidak usah masuk kerja dan segera berobat."
Ruby mengangguk. "Iya, Pak. Saya sudah minum obat, kok."
"Oh, ya sudah." Dinan pun berlalu dari hadapan Ruby.
Ruby mengembuskan napas, dia merasa lega namun masih sangat malu.
"Ini semua gara-gara seblak sialan itu, perutku jadi sakit sekali." Gerutu Ruby sambil berjalan menuju meja kerjanya.
"Sudah dua kali aku melakukan hal memalukan di depannya. Rasanya aku ingin sekali menyembunyikan wajahku ini." Ruby mengoceh.
Dan lagi-lagi, perut Ruby kembali terasa sakit, takut kejadian serupa terjadi, Ruby pun bergegas ke toilet.
Sementara itu, Dinan yang sudah duduk di kursi kebesarannya masih teringat dengan kejadian yang baru saja menimpanya.
"Apes banget hari ini, mimpi apa aku? Pagi-pagi sudah harus mengalami semua ini." Ujar Dinan.
"Tapi kalau dipikir-pikir, dia lucu juga." Lanjut Dinan sambil tersenyum membayangkan Ruby.
Namun tiba-tiba ponselnya berdering, Dinan buru-buru meraih benda pipih itu dari dalam sakunya. Tapi begitu melihat ID si penelepon, senyum di bibir Dinan sontak sirna. Wajahnya berubah masam.
Dinan mengabaikan panggilan masuk itu, dia membiarkan ponselnya berdering sampai mati sendiri. Namun rupanya si penelepon tak jera, dia kembali menghubungi lelaki berwajah rupawan itu.
Dinan menghela napas, lalu dengan malas dia menjawab panggilan masuk itu.
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (207)

  • avatar
    Sya Salim

    ceritanya best

    17/04/2022

      1
  • avatar
    Lovely

    bagus ceritanya...... gak sabar nunggu episode lanjutannya....cepat up dong 😁

    20/01/2022

      0
  • avatar
    azaro 2septian

    wah semakin seru nah ceritanya sangat bagus g bnyk ML nya aku mersa puas jd tambah penasaran coba cepet lanjut g sabaran nih

    19/01/2022

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด