logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 2 MUSIM DINGIN

Sesampai dihalte pemberhentian bus yang tidak jauh dari rumah, Kang Aran bergegas turun dari bus dan berlari menuju arah rumahnya hanya dalam beberapa menit saja. Sedangkan Jung Jaeha yang berlari untuk menyusul dan menjaga Kang Aran dari belakang menatapnya dengan penuh kehawatiran.
" Ibu! Ibu! Aku pulang!" Membuka pintu rumah sambil berteriak memanggil ibunya.
"Oh Aran, kau sudah datang." Sapa bibinya dengan raut wajah yang panik diruang tamu.
"Bibi So Ah, dimana ibu? Apa ibu belum sadarkan diri?"
"Ibumu sudah sadar, dia ada dikamar." Sahut ibu Jaeha, In So Ah.
"Hah..syukurlah. Aku akan ke kamarnya sebentar." Nafasnya yang berat terengah-engah kini merasa sedikit ringan.
"Aran, tunggu sebentar ada sesuatu yang..." Ucapanya yang terdengar ragu-ragu sampai terpotong begitu saja.
Kang Aran segera mendatangi ibunya dan meninggalkan mereka berdua diruang tamu. Pikirannya saat ini hanya tertuju pada ibunya saja, ia ingin melihat kondisi ibunya dengan kedua matanya sendiri.
"Ibu? Ibu kau baik-baik saja? Kenapa wajah ibu terlihat pucat? Duduklah, biarku ambilkan obat dan air hangat."
"Aran, cepat kau bereskan bajumu. Sekarang kita pergi ke Gwangju." Suaranya begitu lemah dan ia mencoba untuk menggengam erat tangan Kang Aran.
"Gwangju? Kenapa? Apa ayah buat masalah lagi? Aku sudah bilang pada ibu, kalau ayah buat masalah jangan..." Aran merasa bingung dengan perkataan ibunya dan tiba-tiba meninggikan suaranya saat mendengarkan kata Ayah.
"Aran~ Ayahmu, ayahmu meninggal." Dengan suaranya yang semakin perih, ia langsung memotong perkataan Kang Aran, perasaannya tiba-tiba merasa tersertak lagi.
"Apa? Apa maksud ibu? Ah apa kali ini istri barunya mau menipu kita tentang asuransi kematian? Wahh..." Lagi-lagi Kang Aran meninggikan suaranya dan menggertakan giginya.
"Kang Aran, jaga ucapanmu. Apa kau tidak lihat wajah ibumu sekarang seperti apa? Lihat baik-baik wajah ibumu." Jung Jaeha dengan keras menyentak Kang Aran dan memegang kuat kedua bahunya.
"Cepat bereskan bajumu!" Ibu Aran berusaha untuk bangun dari tempat tidurnya dan bersiap dengan kondisi tubuhnya yang lemah.
"Kang Aran, cepat bereskan keperluanmu dan ibumu untuk beberapa hari Gwangju. Akan aku antar kau dan bibi Hain ke Gwangju. Bu, aku ambil kunci mobil dirumah sebentar." Tegas Jung Jaeha untuk memperbaiki situasi saat ini.
"Iya cepat nak, bawa mobilnya kesini." Balas ibunya, sembari membantu Ibu Kang Aran untuk berjalan.
Kang Aran masih tidak bisa mecerna maksud dari perkataan dan arti dari raut wajah ibunya saat ini. Akan tetapi tubuh Kang Aran lebih cepat merespon daripada otaknya, ia segera ke kamar dan membereskan perlengkapan pribadi untuk dibawa ke Gwangju. Tidak perlu memakan waktu yang lama, barang bawaannya sudah siap. Jung Jaeha sudah memarkirkan mobil didepan rumah Kang Aran. Mereka bergegas naik untuk segera berangkat, butuh waktu sekitar 2 jam lebih perjalanan sampai ke Gwangju.
"Jika kamu lelah, aku bisa menggantikanmu menyupir mobilnya."
"Diamlah. Sekarang ini, kau cukup khawatirkan ibumu dan diri sendiri."
"Memangnya aku kenapa?"
"Persiapkan dirimu, kamu tau maksudku."
"Jung Jaeha, kamu akan menemaniku bukan?"
"Tenang saja, aku ada disini. Sekarang istirahatlah, akan aku bangunkan jika sudah sudah dekat."
Sepanjang perjalanan menuju Gwangju begitu hening dan dingin. Jikapun ada percakapan dalam artian hanya percakapan singkat yang saling menguatkan satu sama lain. Kang Aran yang tidak berbicara lagi pada ibunya, mereka saling bersitegang karena takut akan menyinggung perasaan.
Kini waktu hampir menjelang sore hari dan sampai di Gwangju. Ternyata memakan waktu yang lama dikarenakan jalanan sangat padat hari ini. Walaupun begitu, sekarang mereka sudah sampai tepatnya dirumah duka. Namun ada ketegangan lain sebelum memasuki rumah duka, Kang Aran menunjukan sisi lainnya. Ia terlihat begitu marah. Ibu dan bibinya paham akan kekesalan Aran saat ini, mereka berdua mencoba menjelaskannya. Sedangkan Jaeha sebisa mungkin untuk membuat Kang Aran tenang.
"Apa ini? Kenapa kita tidak kerumah sakit dan malah datang kesini? Ibu?" Tanyanya dengan berteriak.
"Aran, untuk sekarang mari kita masuk dan jangan membuat keributan dirumah duka. Kita akan memberi salam pada ayahmu disini." Jawab ibunya dengan suara rendah.
"Apa yang ibu maksud? Bukankah kita kesini akan melihat wajah ayah? Tapi kenapa, bukankah artinya disini kita sudah tidak bisa melihatnya? Jelaskan padaku! Kenapa? Kenapa!" Emosi Kang Aran semakin meluap dan berkali-kali berteriak dihadapan ibunya.
"Kang Aran tenangkan dirimu. Lihat aku, kuatkan dirimu hm? Bukan hanya kau yang merasakan sakit, ibumu pasti merasakan rasa sakit yang sama denganmu. Tapi dia mencoba untuk menahannya sebisa mungkin supaya tidak jatuh didepan mereka. Apalagi didepan ayahmu. Kau mengerti?" Jung Jaeha menangkup kedua pipinya dan menatap hangat dengan kedua matanya.
"Aran, apa kau sudah tenang sekarang? Bibi paham betul perasaanmu saat ini. Tapi kemarilah, bantu ibumu." Bibi So Ah menarik Aran untuk merangkul Ibunya berajalan masuk ke rumah duka.
Saat memasuki rumah duka, banyak sekali orang-orang yang datang dari perusahaan untuk mengucapkan salam terakhir pada tuan Kang Suk Joon. Kebanyakan dari mereka adalah kenalan dari istri keduanya yaitu Ahn Se In. Karangan bunga diluar dan didalam begitu banyak memenuhi ruangan. Istri pertama yang melihat semua itu terlihat begitu senang dan bersyukur, tenyata banyak orang yang peduli terhadap mantan suaminya. Namun lain hal yang dirasakan hati kecilnya.
"Bibi Ha In? Bibi sudah datang?"
"Oh apa ini nak Se Jong?"
"Iya bi. Terimakasih sudah datang kemari dan maaf."
"Terimakasih sudah menghubungi bibi. Bisa kau antar bibi untuk menyapanya?"
"Tentu bi dan mari silahkan."
Suasana semakin tidak karuan saat memasuki ruang pertama, terlihat begitu jelas foto, karangan bunga terakhir dan tempat yang berisikan abu diatas meja. Ibu yang tadinya begitu tenang dan tegar namun setelah melihat suaminya yang sudah menjadi abu, ia menjatuhkan badannya ke lantai. Air matanya sudah tidak bisa ia kendalikan lagi. Kang Aran yang melihat ibunya menangis dan berteriak sudah tidak tahan lagi. Jung Jae Ha langsung menyadari situasinya dan langsung menahan Kang Aran dengan memegang tangannya.
"Maaf permisi, biar kami yang mewakilinya. Aran, mari kita berikan penghormatan terakhir pada ayahmu."
Jung Jaeha, Kang Aran dan Bibi Se In memulai untuk memberikan penghormatan terakhir dengan tenang sampai selesai, mencoba untuk menahan emosi yang menekan kuat didada. Begitu sesak.
"Ibu ayo berdiri, jangan seperti ini."
"Aran, biar tante bantu ibumu." Ucap wanita yang ada disampingnya.
"Tidak perlu! Kau, jangan berani-beraninya menyentuh ibuku. Apa kau kurang puas menyiksa ibuku? Bahkan disaat ayahku sudah meninggal, kau tidak ingin kami melihatnya. Kau sebut apa perlakuan seperti ini pada kami?" Sentak Aran dengan menepis tangan wanita itu yang ia sebut sebagai tante. Istri kedua ayahnya.
"Tidak Aran, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Kami hanya ingin ayahmu tidak kesakitkan dan pergi dengan tenang. Jadi kami langsung..." Balas wanita itu, berusah memberikan penjelasan.
Disela-sela perdebatan itu, semua tamu dikejutkan dengan Ibu Kang Aran yang tiba-tiba saja jatuh pingsan. Terutama Kang Aran. Jung Jaeha mencoba menangkan Kang Aran terlebih dahulu. Lalu pria yang ada dibelakangnya, Ahn Sejong menyarankan untuk membawa Ibunya Kang Aran keruang sebelah. Mendengar hal itu, Jaeha segera membopong dan mengistirahatkannya diruangan sebelah. Diikuti dengan Kang Aran dan Ibunya Jaeha.
"Aran, kau bisa tenang sekarang. Ibumu hanya kurang istirahat karena memikirkan ayahmu. Kau dan Jaeha pergilah keluar beli obat. Bibi akan menjaga ibumu disini."
"Baik bi, tolong jaga ibuku. Maaf selalu merepotkanmu."
Kang Aran dan Jung Jaeha berjalan keluar dari rumah duka. Sesekali Arn menengok ke arah belakang seperti mengkhawatirkan sesuatu. Lalu tiba-tiba, seseorang memegang tangannya dari arah belakang.
"Hei tunggu sebentar. Kang Aran?" Memegang tangannya.
"Ah! Kau? Lepaskan tanganku!" Langsung menepis tangannya.
"Maaf, bisa kita bicara sebentar?" Tanyanya dengan suara lembut.
"Kau ingin bicara apa?" Balas Kang Aran ketus.
"Bisakah kita membicarakan hal ini berdua saja? Ini penting, ku harap kau mengerti." Raut wajahnya terlihat serius, Ia mencoba untuk berbicara melalui matanya.
"Kau dan Aran bisa membicarakannya..." Tegas Jung Jaeha pada pria itu.
"Jung Jaeha, aku akan pergi bicara dengannya sebentar. Tunggulah disini." Aran menahan badannya, berusaha untuk menenangkannya.
Mereka berdua pergi membuat jarak dari Jung Jaeha untuk membicarakan sesuatu. Dari arah pandang Jung Jaeha, perbincangan mereka terlihat sangat serius hingga membuat kepala Kang Aran menunduk. Kurang lebih sekitar lima belas menit mereka selesai berbincang. Namun setelah kembali, suasana berubah begitu drastis.
"Jung Jaeha! Jika ibuku sudah sadar, kau bisa pulang lebih dulu dengannya. Aku akan pergi kesuatu tempat dengan Se Jong. Ah, sampaikan terimakasihku pada ibumu." Ucapnya dengan terburu-buru dan getaran suaranya terdengar begitu parau.
"Hei, kau mau pergi kemana? Bukankah kau seharusnya..." Memegang kuat kedua bahu Kang Aran, helaan napasnya begitu berat saat mendengar semua perkataan Kang Aran yang ditujukan padanya.
"Bisakah kau tidak bertanya untuk sekarang? Ah, maaf. Maaf aku selalu merepotkanmu." Emosi Kang Aran tiba-tiba menjadi lepas kendali lagi.
" Arana~" Jung Jaeha menarik napas berat untuk yang kedua kalinya dan berusaha untuk memanggil dengan nama panggilannya, berharap ia akan luluh dan mendengarkannya.
"SeJong, ayo kita pergi sekarang." Namun Kang Aran pergi begitu saja dan menggandeng tangan pria itu, Ahn Sejong.
Pada malam hari itu, Kang Aran dan Ahn Sejong pergi meninggalkan Jung Jaeha juga acara dirumah duka tersebut tanpa penjelasan apapun lagi. Jika Kang Aran sudah membuat keputusan, tidak ada yang bisa menghentikannya. Tapi sudah sewajarnya, sebagai teman masa kecilnya, Jung Jaeha memperjelas kejadian ini.
Sebuah batasan ternyata telah dibuat sejak saat itu, ketebalan dinding yang nyatanya sangat sulit ditembus. Kang Aran, apakah ada sesuatu yang tidak boleh ku ketahui dan hanya diketahuai oleh kalian saja? Bukankah pria itu adalah orang asing? Apa benarkah kita adalah teman? Berkali-kali ia mempertanyakan hal itu pada dirinya sendiri.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (66)

  • avatar
    03Sumarsi

    kak gem kak gem kata kata nya dong

    10d

      0
  • avatar
    AmiraNoor

    best

    20d

      0
  • avatar
    JumiatiJumiati

    keren

    25d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด