logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 4 Bagai Minyak dan Air

“Bun, berangkat kantornya, kok, pagi terus?” tanya Bagas—putra kedua Naura, saat melihat Naura terburu-buru menyudahi sarapannya.
“Iya, Bunda lagi banyak kerjaan. Sekolahnya lancar-lancar aja, ‘kan? Sabtu besok kita nonton bioskop, yuk,” ajak Naura.
Dia membelai pipi kanan Bagas, lalu menciumnya. Dinda—kakak Bagas juga ingin dicium Naura, dia memberikan pipi kirinya dan Naura dengan cepat mengecupnya.
“Maafkan, Bunda, ya. Bunda ‘kan mau pindah kerja, jadi banyak pekerjaan yang harus diselesaiin. Sabtu besok Bunda ajak jalan-jalan, deh,” ujar Naura sambil kembali memeluk Bagas yang masih cemberut.
“Bareng Om Rio, ya, Bun,” pinta Bagas.
“Rio?” gumam Naura.
Naura terdiam. Sudah cukup lama Rio tak berkabar, hampir sebulan mereka tidak saling menyapa lewat telepon.
“Iya, nanti coba Bunda telepon, Om Rio,” jawab Naura.
Tidak lama kemudian Nining--asisten rumah tangga Naura, mengetuk pintu. Nining selalu datang pukul 06.30 pagi ke rumah Naura untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, tugasnya berakhir setelah pukul empat sore dari Senin sampai Jumat.
“Mbak Nining udah datang, Bunda berangkat kerja dulu, ya. Assalamu’alaikum,” pamit Naura.
Sambil menunggu taksi yang dipesan, Naura mencoba menghubungi Rio. Tetapi ponselnya tidak aktif, lalu dia mencoba mengirimkan pesan.
“Apa kabar, Yo? Sibukkah? Sabtu besok aku mau ajak anak-anak jalan-jalan. Kamu ada waktu?”
Pesan di aplikasi hijau sudah terkirim, ada tanda centang satu terlihat disamping pesan yang dikirim Naura.
Setelah sepuluh menit menunggu taksi yang dipesan Naura tiba, lalu dia duduk dengan tenang sambil mendengarkan musik dari ponselnya.
Baru lima menit dia menikmati perjalanan, musiknya terjeda karena ada panggilan masuk. Naura melirik layar ponselnya, Tommy!
“Morning, Tom,” sahut Naura.
“Kamu naik apa ke bea cukai?” tanya Tommy dengan suara manja.
“Taksi, Tom,” jawab Naura singkat.
“Kok nggak pake mobil kantor? Kamu kenapa nggak minta Beni? Pak Komar kayaknya nggak ada tugas pagi ini,” ujar Tommy mulai menyudutkan Naura.
“Aku nggak tau berapa lama di bea cukai, lebih enak naik taksi. Jadi Pak Komar bisa dipake tugas lain,” jelas Naura.
Tommy memang memanjakan Naura, tetapi dibalik kebaikan hatinya ada yang ingin dia kuasai. Naura sudah paham dengan karakter Tommy, dua tahun menjadi bawahannya Naura sudah tahu bagaimana mengambil hati Tommy.
Tommy seorang pria kesepian, dia mempertahankan perkawinan hanya demi nama status. Tommy pernah mengatakan ke Naura kalau perkawinannya sudah lama karam, menurut cerita di kantor Tommy seorang flamboyan, dia sering terlibat affair dengan karyawannya. Naura termasuk yang diisukan memiliki hubungan dengan Tommy, namun tak satu pun yang dapat membuktikan kalau mereka memiliki hubungan spesial.
"Oke, deh, kalau begitu. Miss you, Naura. See you at office, ya.”
“Aku kemungkinan nggak kembali ke kantor, Tom. Kamu tau sendiri, urusan dengan mereka nggak bisa diprediksi,” jawab Naura cepat.
“Iya juga, sih, be careful, dear. Kabari aku, ya,” ujar Tommy menyudahi pembicaraan. Naura belum sempat menjawab, Tommy seperti buru-buru menyudahi pembicaraan.
“Kita ke Graha Bea Cukai, ya, Bu?” tanya supir taksi.
“Iya, Pak. Betul sekali,” jawab Naura.
Perjalanan ke bea cukai menghabiskan waktu hampir dua jam karena macet, untung saja Naura berangkat lebih pagi. Jadi sebelum pukul sembilan, dia sudah tiba disini. Naura mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, lalu menghubungi Lukman.
“Pak Lukman sudah sampai, Pak?” tanya Naura.
“Saya dari jam delapan disini, Bu. Kirain ibu datang pagi,” jawab Lukman.
Nada bicara Lukman mulai membuat Naura kesal, namun dia coba memahaminya.
“Maaf, ya, Pak. Biasanya juga pelayanan baru dimulai jam sembilan, setau saya,” jawab Naura datar.
“Iya, sih. Saya mau tau dulu masalah barang ini.”
Hampir Naura berteriak menjawab pertanyaan Lukman barusan, “Bapak dimana sekarang?”
“Di kantin, Bu. Tempat biasa,” jawab Lukman sambil tertawa.
Naura mematikan ponselnya dan berjalan ke arah kantin, dari kejauhan dia melihat Lukman berdiri memberitahu Naura posisi duduknya.
“Ini dokumen aslinya, silakan Bapak pelajari,” ujar Naura dan menyodorkan dokumen yang sebelumnya pernah diminta oleh Lukman.
Lukman membolak-balik dokumen dihadapannya, Naura ragu memperhatikan seluruh gerak-gerik Lukman. Dia kelihatan bingung.
“Kira-kira menurut Bapak salahnya dimana?” tanya Naura menguji Lukman.
“HS codenya harus diganti, nggak bisa pake ini,” ujar Lukman sambil menunjuk deretan angka yang tertera di lembaran PIB.
“Ganti PPJK, dong?” tanya Naura terus menekan Lukman.
“I ... ya, harus ganti PPJK trus baru permohonan lagi,” jawab Lukman tidak yakin.
“Yang bener dong, Pak. Katanya pengalaman lima belas tahun,” sindir Naura.
“Iya, bener. Masa nggak percaya, kita ke atas, yuk. Kita tanya sama PFPD,” ajak Lukman. Naura pun mengikuti langkah kaki Lukman.
Saat tiba di lantai lima, beberapa orang disapa oleh Lukman. Dia ingin menunjukkan ke Naura, kalau dia cukup dekat dengan petugas disini.
Naura berdiri menjauh dari Lukman, dia sengaja melakukan itu agar Lukman lebih bebas berinteraksi. Karena Naura melihat Lukman agak canggung berbicara dengan lawan bicaranya, jika Naura berdiri disampingnya.
“Aku mau bawa dokumen ini ke PPJK kenalanku, kamu mau ikut atau tunggu disini?” tanya Lukman terlihat grogi.
“Aku ikut,” jawab Naura cepat.
“Saya bawa motor, Bu. Nggak apa-apa ‘kan naik motor?” tanya Lukman.
Naura ragu untuk menolak, namun tidak mungkin dia membiarkan Lukman membawa dokumen penting itu. Apalagi dia baru mengenal Lukman kurang dari dua hari!
Dia melirik arloji di tangan kirinya, sudah hampir jam sepuluh dan belum menghasilkan apa-apa!
“Ayo, Pak, buruan. Sebelum jam dua belas saya harus laporan ke bos,” ucap Naura lalu duduk dibelakang Lukman.
Sebenarnya Naura tidak nyaman, namun rasa itu harus dia kesampingkan. Lukman adalah harapan satu-satunya untuk Naura bisa lepas dari pekerjaannya saat ini.
Lukman memacu motornya dengan kecepatan tinggi, untung Naura bukan perempuan manja. Suasana seperti apa pun bisa dia hadapi, dia sudah diberikan kepercayaan oleh Pak Hendi. Dia tidak ingin kepercayaan ini menjadi pisau bermata dua untuknya.
Setelah lima belas menit perjalanan, Lukman memarkir motornya di depan sebuah ruko tidak terlalu besar. Tidak nampak ada aktivitas perkantoran disitu, Naura disambut senyuman seorang perempuan di depan pintu masuk.
“Duduk, Bu,” ujar Lukman mempersilakan Naura.
“Bos elo, mana?” tanya Lukman ke perempuan itu.
“Ada di dalam, Bang,” jawabnya.
“Gun, bantu dong. Gue pake PPJK elu, yak. Gue ada masalah nih,” ujar Lukman sembari mendekati seorang pria.
“Masalah apa?” tanya pria itu.
“Nih, kenalin, bos baru gue,” ujar Lukman memperkenalkan Naura.
“Gunawan,” ucapnya dan menjabat erat tangan Naura.
“Bos gue impor crane, trus di reject, disuruh re-export. Tadi gue tanya PFPD, katanya ganti hs code aja. Nanti upload ulang lagi dokumennya,” ucap Lukman.
Naura mendengarkan dengan seksama pembicaraan antara Lukman dan Gunawan, Naura bisa menarik kesimpulan dari ucapan Lukman barusan. Dia sebenarnya tidak tau jalan keluar masalah ini, hanya saja sok tau!
Gunawan membaca lembar demi lembar dokumen yang diserahkan Lukman, tampak sekali perbedaan mereka berdua. Tetapi Naura hanya mengamati, dia tidak berani buka suara.
“Iya, ganti hs code bisa dicoba. Mesti megang petugas dulu, supaya nggak di reject lagi. Elu kondisiin dulu deh,” ucap Gunawan.
Naura tahu makna yang diucapkan Gunawan, Lukman pun melirik ke arah Naura.
“Gimana, Bu? Bisa kita kondisikan?” tanya Lukman.
Apa yang diinginkan Pak Hendi terjadi hari ini, tidak mungkin Naura menolaknya karena dia sendiri sudah ditugasi untuk melakukan hal itu.
“Bisa, Pak. Nilainya berapa?” tanya Naura.
“Bos sanggupnya berapa? Nilai barang aja hampir setengah miliar,” ujar Lukman.
“Proyek pertama tuh jangan ngerampok, Pak. Katanya pengalaman,” sindir Naura lagi.
Rasanya kekesalan Naura terlampiaskan begitu kata-kata itu keluar dari mulutnya.
Gunawan terbahak mendengar ucapan Naura.
“Mesti ngasih dua orang, Bu. Ke petugas yang pegang dokumen trus petugas pemeriksa barang,” jawab Gunawan.
“Bapak biasa melakukan ini?” tanya Naura.
“Hanya untuk dokumen yang bermasalah,” jawab Gunawan.
“Yakin lolos, Pak?” ucap Naura meminta kepastian.
“Saya bantu, Bu. Bisa, mudah-mudahan,” jawab Gunawan tersenyum penuh makna.
“Oke, saya info atasan saya dulu.”
Catatan kaki :
HS Code : Harmonized System Code
PIB : Pemberitahuan Import Barang
PPJK : Perusahaan Pengurus Jasa Kepabeanan
PFPD : Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen

หนังสือแสดงความคิดเห็น (109)

  • avatar
    AjaRoni

    bagus

    6d

      0
  • avatar
    DavidHimang

    mantap

    13d

      0
  • avatar
    Moh Zamzam

    din sanmers ajgd aburuts anvvsagdyemnjaki skjis akis

    16/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด