logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

ketika surgaku tak lagi sempurna

ketika surgaku tak lagi sempurna

jerami


bag 1. Permintaan Ibu

Ketika surgaku tak lagi sempurna
Bag 1. Permintaan ibu
"Kalau ini mudah, ibu tidak akan minta bantuan kalian, cepat selesaikan yang ibu katakan kemarin. Biaya pernikahan adikmu, mahar, dan semua fasilitas yang digunakan untuk resepsinya. Dan kamu, adalah menantu, jadi jangan sampai kau pengaruhi anakku!" ucap Ibu mertuaku sambil bersungut-sungut.
"Insyaallah akan kami sediakan, Bu," jawab Mas Anung sambil menghembuskan nafas.
Ibu mertuaku langsung meninggalkan rumahku setelah mengatakan itu.
Bagaimana mungkin kami bisa menyediakan biaya pernikahan serta mahar dan semuanya, sedangkan seluruh gaji Mas Anung sudah digunakan untuk membayar angsuran dan jatah bulanan ibu. Angsuran yang harus kami tanggung untuk memenuhi gaya sosialita keluarga Mas Anung. Tidak hanya ibu, kakaknya yang sudah berkeluarga juga menjadi tanggungan kami. Di samping itu biaya sekolah adiknya juga ditanggungkan kepada kami.
"Mah, besok Mamah mengajukan pinjaman sebesar biaya yang dibutuhkan ibu ya.
"Mas, keluarga kita mau makan pakai uang dari mana, kalau aku mengajukan pinjaman? Biaya hidup kita sebulan, aku yang menanggung semuanya dengan gajiku. Kakakmu yang gayanya selangit itu seharusnya bisa dimintai bantuan, atau adikmu yang seorang pegawai bank itu seharusnya bisa membiayai sendiri, tanpa meminta bantuanmu, Mas?" Aku menjawab dengan penuh kekesalan. Ku keluarkan semua beban yang ada di hati.
"Sudah, Mah, beri aku waktu untuk berfikir dulu!" ucap suamiku sambil memijat kepalanya yang tidak pusing.
"Oke, aku mandi dulu ya, Mas," jawabku sambil berlalu menuju kamar.
Heran aku, siapa yang nikah siapa yang menyiapkan dananya. Seandainya dana belum cukup jangan memaksakan, malah tidak bagus hasilnya.
Setelah mandi, aku segera menyiapkan makan malam kami dengan menu seadanya. Nasi, oseng-oseng kembang kates, dan tempe goreng. Oseng-oseng kembang kates yang rasanya pahit sepahit hidupku.
"Mas, kira-kira jumlah uang yang dibutuhkan ibu berapa ratus juta?" Aku bertanya sambil menyiapkan piring untuk makan kami.
"Kemarin ibu menjelaskan kalau maharnya pihak perempuan meminta tiga puluh juta uang cash, belum barang-barang yang dibawa. Jadi, untuk maharnya saja kurang lebih lima puluh juta. Untuk resepsinya, kalau di gedung otomatis di atas seratus juta, seandainya di rumah bisa separuhnya, undangan dan yang lainnya kurang lebih lima puluh juta. Jadi, total kurang lebih dua ratus juta, Mah." Mas Anung menjawab sambil menuangkan air putih ke dalam gelas kemudian meneguknya hingga habis. Terlihat kekhawatiran yang begitu jelas dari wajahnya.
"Kalau mamah mengambil pinjaman dua ratus juta dengan jaminan SK mamah, itu bisa, Mas, tapi mamah tidak mau gaji mamah dipotong untuk pembayarannya. Gaji itu untuk biaya hidup kita lho, Mas. Anak-anak sudah membutuhkan biaya sekolah yang tidak sedikit, belum keperluan lainnya." Aku menjawab dengan hati-hati.
"Dari mana, Mas bisa mendapatkan uang itu, Dek. Bantu, mas berfikir! Mas, tidak mau mengecewakan ibu," ucap Mas Anung sambil memijat keningnya.
"Aku ada beberapa pilihan, tinggal Mas menyetujui yang mana. Satu, tanyakan dulu, adik kesayanganmu itu, dia punya modal berapa untuk pernikahan mewahnya ini. Dua, upaya apa saja, yang bisa dilakukan untuk mencukupi biaya pernikahannya. Tiga, kalau tidak mendapatkan jawabannya dan tetap menginginkan pernikahan mewah, maka jual saja salah satu tanah milik keluarga." Aku menjawab sambil menghabiskan makan siang yang tertunda.
"Benar juga ya, Mah, nanti tak tanyakan dulu sama Musa. Setelah makan, Mas ke rumah ibu dulu, ya! Anak-anak pulang latihan jam berapa?" tanya Mas Anung dengan semangat, karena sudah mendapatkan solusi.
"Anak-anak pulang sebelum magrib, Mas," jawabku sambil tetap mengunyah oseng-oseng kembang kates.
Hari ini hari Sabtu. Mas Anung sengaja menutup bengkelnya lebih awal karena seharian mengerjakan beberapa mobil dengan kerusakan yang cukup parah. Sedangkan aku, untuk hari Sabtu disibukkan dengan berbagai pesanan yang harus kukirimkan. Di samping menjadi seorang pengajar dengan status pns, aku juga seorang penjual online salah satu skincare. Penghasilanku jauh lebih tinggi dari penghasilan suamiku.
"Mah, aku berangkat ke rumah ibu dulu ya, sama jemput anak-anak." Mas Anung berkata sambil memakai jaket dan berjalan menuju garasi.
"Aku ikut ya, Mas? Sebentar aku kunci pintunya," tanpa menunggu jawaban aku segera berlari mengambil kerudung instan di kursi. Aku sungguh penasaran dengan reaksi ibu nantinya.
"Oke," jawab Mas Anung singkat sambil menutup pintu pagar.
Tidak lebih dari sepuluh menit kami sudah sampai di depan rumah ibu. Mas anung segera menghentikan motornya. Tanpa menungguku Mas Anung segera masuk ke rumah bercat hijau itu.
"Semoga berhasil, Yah," Aku bergumam sambil membayangkan yang akan terjadi nanti.
Mas Anung adalah seorang montir terkenal di kecamatan, dengan memiliki bengkel kecil tetapi pelanggannya lumayan banyak, hampir semua pegawai pemerintahan di kecamatan menjadi pelanggannya. Anak kedua dari seorang juragan tanah yang tidak memiliki warisan tanah karena semua sertifikat tanahnya dikuasai ibunya.
"Bu, Musa ada?" ucap Mas Anung sambil melepas jaketnya.
"Ada apa kau mencari Musa?" tanya Ibu sambil duduk di samping Mas Anung.
"Ada perlu sedikit, Bu, tentang rencana pernikahannya," jawab Mas Anung.
"Bagaimana dengan uang yang ibu minta kemarin?" Ibu bertanya dengan tatapan mata menyelidik.
"Kalau disuruh menanggung semuanya saya tidak bisa, Bu. Terlalu besar buat saya. Itu juga untuk kepentingan Musa. Kenapa bukan Musa saja yang menanggung?" Mas Anung berbicara dengan sopan.
"Apa! Kamu melibatkan Musa dalam hal ini? Selama ini perjuangannya untuk menemani ibu sangat banyak," jawab Ibu dengan tatapan mata yang penuh kebencian.
"Lho, ini kan pernikahan Musa, wajar dong kalau saya melibatkan Musa, kenapa ibu tidak mendukung?" Mas Anung tersenyum kecut.
"Pasti kamu yang mempengaruhi anakku, kau kuasai semua uang anakku. Mana gajimu yang katanya kau PNS? Bisa apa kau tanpa anakku? Heh, jawab!" Ibu mertuaku berkata sambil menunjukkan tangan ke wajahku.
"Ibu, semua ini tidak ada hubungannya dengan Dias," suamiku berkata sambil menahan amarah.
Aku hanya melihat reaksi suamiku, bagaimana dia membelaku. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, hanya air mata yang bisa menjawabnya.
"Apa salahku, Bu? Aku istri Mas Anung, jadi wajar dong kalau aku mendapatkan nafkah dari suamiku. Apa aku salah, Bu? Dua ratus juta lho, Bu. Uang dari mana itu, Bu? Bagaimana caranya Mas Anung mendapatkan uang itu? Uang mahar dan biaya resepsi yang seharusnya ditanggung calon mempelai pria, memang Mas Anung yang mau menikah? Kenapa dia yang harus bertanggung jawab?" Aku sudah tidak bisa menahan semua beban ini, biarlah semua keluar dengan sendirinya.
"Kamu itu, mantu yang tidak berguna. Ingat ya, kamu itu cuma debu bagi keluarga kami," ucap ibu sambil berlalu meninggalkan kami.
Mas Anung berusaha menguatkanku, dia memegang erat pundakku. Selama ini mungkin benar yang diucapkan ibu, aku hanya butiran debu yang menempel di rumahnya, debu itu akan hilang dan dianggap tidak ada kalau sudah disapu.
"Sabar, Mah, jangan terlalu dipikirkan ucapan ibu tadi. Maafkan ibu ya, Mah! Mamah istirahat disini dulu, biar ayah mencari Musa di dalam," ucap Mas Anung sambil berlalu masuk ke dalam rumah.
"Tok … tok, Sa, Musa!" Pintu dibuka mas Anung dan tampaklah di dalam kamar itu …

หนังสือแสดงความคิดเห็น (10)

  • avatar
    VitorPaulo

    tá B tá tá tá tá tá tá

    1d

      0
  • avatar
    rmdhni_16aulia

    bagussss

    07/03/2023

      0
  • avatar
    a******8@gmail.com

    semangat kak ♥️ Bila berkenan, silahkan mampir ke Phoenix King Resurrection 🤗🙏🏼 kisah Kaisar Dunia yang bangkit setelah dibuli dan akan balas dendam pada Klan yang telah membuangnya ✨

    02/07/2022

      1
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด